"So, what should I do?" Silvi bertanya setengah putus asa.
"Waiting," Hanya itu satu kata yang diucapkan Calisa.
Menunggu, lagi-lagi menunggu. Bagi kebanyakan orang, menunggu adalah pekerjaan paling membosankan. Silvi terbiasa menunggu. Kini ia mesti melakukannya lagi.
"Tunggu dan lihatlah seperti apa Calvin ke depannya. Mungkin kamu belum mengerti kekurangan-kekurangannya. Selama ini kamu hanya melihat kelebihannya, kan?"
"Calisa, how if...?" Kata-katanya menggantung tak terselesaikan. Silvi berat sekali menyelesaikannya.
"Apa?"
"Hmm...bagaimana jika dia meninggalkanku karena wanita lain?"
"Tidak usah khawatir. Aku yakin Calvin takkan melakukannya. Boleh saja sekarang ini kamu marah, kesal, dan kecewa dengan Calvin. Tapi ingatlah. Se-charming dan selembut apa pun Calvin Wan, dia sama seperti pria-pria lainnya. Punya kekurangan, punya kelemahan. Kamu harus mengerti...okey?"
Belum sempat Silvi menjawab, terdengar deru mobil di halaman depan. Buru-buru mengakhiri video call, Silvi bergegas menuju halaman. Disusul Adica dan Syahrena.
** Â Â Â Â
Ada bayanganmu di mataku