Seraya mendekap Syahrena, Adica menatap kedua bola matanya. Gadis kecil itu memiliki mata yang indah. Wajahnya innocent. Senyumnya tulus dan menawan. Syahrena anak perempuan yang jelita. Ditatapnya dalam-dalam mata keponakannya itu. Apa jadinya bila kelak nanti Syahrena kehilangan Ayahnya? Pastilah Syahrena akan sangat terpukul. Ia dekat dengan Calvin. Jauh lebih dekat dibandingkan dengan Silvi. Hal yang wajar saat anak perempuan lebih dekat dengan ayahnya.
Mau tak mau Adica merasa sedih. Bagaimana nasib Syahrena bila ia kehilangan ayahnya? Menjalani hidup sebagai anak yatim tidaklah mudah. Bukan soal finansial yang diresahkan Adica, melainkan soal pemenuhan kebutuhan psikologis dan afeksi. Sebaik apa pun pria pilihan Calvin untuk menggantikannya, tetap saja posisi Calvin takkan terganti. Calvin Wan adalah ayah yang sempurna untuk Syahrena.
"Papa Adica kenapa? Kok liatin Syahrena kayak gitu?"
Pertanyaan lembut Syahrena membuatnya tersadar. Ia mengusap rambut Syahrena, lalu berusaha tersenyum. "Nggak apa-apa, Syahrena. Papa Adica kangen aja sama kamu. Hampir tiga minggu kita nggak ketemu kan?"
"Iya. Papa Adica sibuk sih. Kayak Ayah." Syahrena pura-pura merajuk, lucu sekali ekspresi wajahnya.
Ya, Calvin sibuk. Sibuk mencari mata pengganti untuk Silvi. Sibuk mencari ayah baru buat putrinya.
** Â Â Â Â
"Maybe he's a gift from God. Dulu, kamu pernah kehilangan seseorang yang dicintai. Lalu Calvin datang tepat ketika kamu kehilangan. Membantumu bangkit, membasuh luka di hatimu, dan selalu ada untukmu. Apa itu bukan pemberian Allah yang pantas disyukuri?"
Suara lembut Calisa, sahabat lamanya, sedikit-banyak menguatkan hati Silvi. Senyumnya pun menenteramkan. Video call mempermudah komunikasi di antara mereka. Kini Calisa sedang melanjutkan studinya di Amerika. Meski demikian, Calisa tak pernah melupakan Silvi. Sibuk belajar dan menempuh hidup baru dengan James, suaminya, tidak membuat Calisa lupa pada Silvi. Calisa bukanlah tipe sahabat yang melupakan sahabat dan saudaranya di saat bahagia.
"Aku sangat bersyukur bisa mengenal Calvin," Silvi kembali angkat bicara.
"Tapi...aku menyesali beberapa sikapnya yang membuatku kecewa."