"Dia belum pulang sejak kemarin."
Refleks Adica menepuk dahinya. Apa yang sebenarnya terjadi pada Calvin? Sebelum vonis Hipernefroma jatuh, Adica takkan terlalu khawatir. Tapi sekarang? Kondisi Calvin berbeda. Ia tak sesehat dulu. Bagaimana bila Calvin tiba-tiba drop?
"Hei, kenapa? Apa kamu tahu sesuatu tentang Calvin?"
Makin kebingungan Adica menghadapi pertanyaan Silvi. Calvin melarang Adica dan Syifa memberitahukan penyakitnya pada Silvi. Keputusan kakaknya itu ia hargai. Biarkan Calvin sendiri yang akan membuka rahasia soal penyakitnya pada Silvi. Memang sebaiknya Silvi tahu dari Calvin, bukan dari orang lain.
"Papa Adicaaaa!"
Terselamatkan dari kewajiban menjawab, Adica tersenyum melihat Syahrena berlari kecil mendekatinya. Keponakan cantiknya itu merentangkan lengan, memeluk Adica erat. Meski sikapnya terkadang dingin, membuat orang penasaran, dan sedikit angkuh, Adica respek pada anak-anak. Adica sangat menyayangi Syahrena. Begitu sayangnya sampai-sampai ia melarang Syahrena memanggilnya dengan sebutan 'Uncle'. Sebagai gantinya, ia meminta Syahrena memanggilnya 'Papa Adica'. Syahrena sudah seperti anaknya sendiri.
"Syahrena Sayang...sudah shalat?" tanya Adica lembut, mencium pipi keponakannya.
"Sudah." Syahrena menjawab, senyum ceria tak lepas di wajah cantiknya.
"Good girl."
Detik berikutnya, Syahrena menarik tangan Adica masuk ke dalam rumah. Adica tak bisa menolak. Silvi tersenyum memperhatikan mereka. Keceriaan Syahrena dan kedekatannya dengan Adica sedikit-banyak mengobati keresahan di dalam hati.
Syahrena anak yang periang. Banyak hal diceritakannya pada Adica. Mulai dari teman-teman di sekolahnya, guru favorit, pelajaran Matematika yang paling disukainya, dan kegiatan ekstrakurikuler. Adica mendengarkan cerita Syahrena dengan sabar. Tak sedikit pun merasa bosan. Ia tertarik dengan perkembangan keponakannya ini.