Apa jadinya bila Wahyu tak ada di sana? Mungkin keadaan bisa lebih parah lagi.
** Â Â
Di luar sana, langit berselimut awan Cumolonimbus. Hujan deras mengguyur kota. Hujan ini begitu muram dan sendu. Merepresentasikan suasana hati Tuan Calvin.
Ia kembali terbaring di rumah sakit. Kondisi kesehatannya menurun. Kanker hati datang di saat yang tidak tepat. Sebuah kabar buruk lagi datang menghampiri. Hasil pemeriksaan terakhir menunjukkan sel-sel kanker telah bermetastasis ke paru-parunya.
Terpukul? Tentu saja. Seiring berjalannya waktu, kanker ini semakin ganas. Tuan Calvin harus menggunakan ventilator. Betapa mahalnya kesehatan. Betapa berharganya oksigen dan kesempatan untuk bernafas dengan normal.
"Be strong, Calvin. Ini hanya sementara. Kamu pasti akan sembuh." ucap Wahyu menguatkan.
Tuan Calvin menatap hampa langit-langit kamar rumah sakit. Kini sistem pernafasannya pun digerogoti kanker. Apa lagi yang harus terampas gegara Hepatocelullar carcinoma?
"Wahyu, aku tidak mau hidup dengan alat bantu pernafasan dan alat pacu detak jantung." lirih Tuan Calvin.
"Why? Apa yang salah dengan peralatan medis penunjang kehidupan?" tanya Wahyu sehati-hati mungkin.
"That's not life."
Satu kalimat. Ya, satu kalimat saja. Diucapkan dengan penuh keputusasaan dan kesedihan. Bagi Tuan Calvin, memakai alat-alat medis sebagai penunjang kehidupan bukanlah cara hidup yang baik. Ia tak mau melakukannya.