Semua lukisan telah dibersihkan. Tinggal pigura foto. Isinya foto keluarga. Foto Tuan Febrian, Nyonya Lola, Cecilia, Caroline, Celine, Tuan Calvin, Nyonya Calisa, dan Clara. Senyum tipis merekah di wajah wanita cantik itu. Ia masih mengingat ketiga kakak Tuan Calvin walau semuanya telah lama berlalu. Cecilia yang anggun, tinggi semampai, lemah lembut, dan dewasa. Caroline yang banyak bicara dan aktif. Celine yang angkuh dan keras hati. Di antara ketiga kakaknya, Tuan Calvin paling dekat dengan Cecilia. Sebab karakter mereka hampir sama. Sebaliknya, Celinelah kakak yang paling jauh dengan Tuan Calvin. Ia sering merasa iri karena Tuan Calvin lebih disayangi dan diistimewakan. Rasa iri Celine makin memuncak tiap kali dirinya dibanding-bandingkan dengan Tuan Calvin.
Satu per satu pigura foto dikembalikannya ke tempat semula. Entah kehilangan konsentrasi atau apa, pigura foto Tuan Calvin meluncur lepas dari tangannya, jatuh ke lantai, dan pecah. Ya, pigura foto Tuan Calvin pecah. Nyonya Calisa menahan napas. Kaget dengan peristiwa itu.
Buru-buru ia berlutut di lantai. Berniat memunguti serpihan pigura itu. Naasnya, satu tangannya terkena pecahan pigura. Alhasil tangannya terluka. Luka yang cukup dalam. Darah mengalir mengotori lengan baju putihnya.
Erangan kesakitan tak bisa ia tahan. Perih sekali. Ia menyesal telah memecahkan pigura foto itu. Firasatnya tak enak. Mengapa harus pecah? Ada apa ini?
Nyonya Calisa menyalahkan dirinya sendiri. Kecerobohan yang berulang kali dilakukan: tidak hati-hati saat menyentuh barang pecah-belah. Di saat seperti ini, Nyonya Calisa hanya ingin sendiri. Ia berharap tak ada orang lain yang melihat lukanya. Akan tetapi...
"Calisa, kamu terluka? Kamu baik-baik saja, Sayang?"
Pintu ruangan terbuka. Tuan Calvin tergesa mendekati Nyonya Calisa. Berlutut di sampingnya.
"Aku baik-baik saja, Calvin. Hanya luka kecil..." Nyonya Calisa tergeragap, menjauhkan tangannya.
"Tidak, Calisa. Itu bukan luka kecil. Sini sini, aku obati ya?" bantah Tuan Calvin lembut. Memegang tangan istrinya.
Dengan hati-hati, Tuan Calvin mengobati luka Nyonya Calisa. Wanita blasteran itu menahan sakit, Tuan Calvin menenangkannya.
"Terima kasih, Calvin." ujar Nyonya Calisa setelah lukanya selesai diobati.