Ini malam terakhirnya. Besok sudah waktunya pergi ke tanah suci. Nyonya Calisa tak ingin menyia-nyiakan waktu yang tersisa.
Sepanjang hari ini ia ada di rumah. Sengaja mengosongkan semua jadwal kegiatan. Demi melewatkan waktu bersama Tuan Calvin dan Clara. Memuaskan rindunya sampai tiba waktu keberangkatan.
Nyonya Calisa bertekad memberi kesan manis sebelum ia pergi umrah. Mulai dari menulis artikel sebagus mungkin. Sampai artikel itu menjadi headline. Lalu memasakkan makanan favorit Tuan Calvin dan Clara. Pekerjaan asisten rumah tangga diambil alih olehnya. Menemani Clara belajar dan bermain. Memanjakannya, mendandaninya dengan gaun-gaun cantik dan make up natural khusus anak-anak. Membuatkan milkshake coklat. Membacakan fairy tale. Menulis Huruf Braille bersama Clara.
Kini ia ingin memberikan waktunya untuk Tuan Calvin. Nyonya Calisa bertekad memanjakan pria pendamping hidupnya. Tentu ia punya cara-cara sendiri untuk menyenangkan hati Tuan Calvin.
Dibukanya pintu ruang kerja. Merapikan tumpukan dokumen yang berserakan di meja. Tertatap olehnya laptop milik Tuan Calvin yang masih menyala.
"Hmm...tumben Calvin membiarkan laptopnya menyala begitu lama. Ada apa?" gumam Nyonya Calisa pada dirinya sendiri.
Mendekatkan laptop itu agar bisa melihat lebih jelas, ia terhenyak. File terinfeksi virus. Tak bisa dibuka. Benaknya mulai merangkai kesimpulan. Mungkin Tuan Calvin putus asa, lalu kehilangan mood. Ia pergi sebentar sebelum memutuskan langkah apa yang akan dilakukan untuk memperbaiki semuanya.
Tak perlu menunggu lama lagi. Nyonya Calisa mengerti banyak tentang IT. Segera saja ia mengotak-atik laptop itu. Berusaha mengembalikan file yang telah terinfeksi.
"Yes..." bisiknya, tersenyum puas. Memandangi hasil kerjanya.
Selesai dengan urusan file, Nyonya Calisa bangkit dari kursi. Mulai membereskan rak buku. Tersenyum kecil menatapi beberapa foto lama di dalam album. Ternyata Tuan Calvin masih menyimpannya.
Sejurus kemudian ia beralih menurunkan lukisan-lukisan dan pigura foto yang terpajang di dinding. Sadar betapa kreatif sekaligus sederhana sosok suaminya. Lukisan-lukisan yang menghiasi dinding ruang kerjanya bukanlah lukisan mahal. Melainkan lukisan hasil karya pelukis jalanan. Meski lebih dari mampu untuk mengoleksi lukisan mahal, Tuan Calvin lebih suka menghargai karya para pelukis jalanan. Ia tak pernah malu berbaur dengan pelukis dan seniman jalanan lainnya. Bahkan di awal-awal pernikahannya dulu, Tuan Calvin sering menyamar dan mengaku sebagai penyanyi cafe. Sikapnya sangat rendah hati. Itulah satu dari sekian hal yang dikagumi Nyonya Calisa dari Tuan Calvin.