Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Lupakah Kamu?

15 Mei 2017   06:47 Diperbarui: 15 Mei 2017   07:51 1277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Aku dipecat.” jawab Emilianus, menghindari tatapan Albert.

“Setelah dipecat, aku bekerja untuk Romo.”

Sedetik. Dua detik. Tiga detik. Albert terdiam. Ia tahu pekerjaan semacam itu. Baginya, pekerjaan itu sangat positif. Positif untuk menguatkan spiritualitas dan jiwa sosial seseorang. Namun, positifkah pekerjaan semacam itu untuk kemajuan sebuah keluarga?

“Emilianus,” ujar Albert berhati-hati.

“Pekerjaanmu sangat baik. Kamu pasti lebih tahu, apa lagi kamu mantan Frater. Tapi...cobalah berpikir lebih luas. Apa pekerjaanmu ini mampu membahagiakan keluargamu?”

Pertanyaan yang tak perlu dijawab. Secara finansial, Emilianus akan tetap kekurangan jika terus melakukan pekerjaan semacam itu. Albert kembali menatap Emilianus. Sikapnya mulai melunak.

“Semua pekerjaan baik, Emilianus. Tapi kamu harus tahu, segala sesuatu ada tempat dan waktunya. Ada waktunya kamu bekerja untuk agamamu, ada waktunya kamu membahagiakan keluargamu. Semuanya harus seimbang. Kamu boleh bekerja demi gereja, yayasan, Paroki, Keuskupan, dan semacamnya. Jangan lupakan tugas utamamu sebagai seorang ayah. Dalam Islam, kami punya contoh ayah teladan yaitu Nabi Muhammad. Aku tidak tahu siapa ayah teladan dalam agamamu...”

“Mudah bagimu bicara begitu! Itu karena kamu kaya!”

Tanpa diduga, Emilianus memotong perkataan Albert. Memukul meja di depannya dengan frustasi. Albert, Renna, dan David menatapnya tak percaya.

“Itu semua tak ada hubungannya dengan kaya dan miskin, Emilianus. Siapa pun bisa menjadi ayah yang baik, entah dia kaya atau miskin.” Renna mencoba menyabarkan.

“Kamu tidak akan paham, Albert. Bagaimana rasanya jadi aku. Betapa sulitnya mantan Frater mencari pekerjaan. Kurangnya soft skill, tidak ada bakat dan modal bisnis, merasa diri selalu gagal, dan banyak konsekuensi menyakitkan lainnya. Kamu kaya dan punya banyak peluang bagus, kamu takkan pernah merasakannya. Orang-orang sepertiku selalu frustasi dan kebingungan menghadapi kerasnya hidup di luar biara. Pelarianku adalah ini...”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun