Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Lupakah Kamu?

15 Mei 2017   06:47 Diperbarui: 15 Mei 2017   07:51 1277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan ekspresi wajah tanpa dosa, Emilianus mengangguk. Menunduk menatapi pakaian lusuhnya. Ya, penampilannya kembali seperti dulu. Sia-sia semua usaha dan pemberian Albert.

“Aku menyesal memilihmu, Emilianus. Kukira aku akan bahagia hidup bersamamu. Ternyata, menjalani hidup bersama seseorang yang pernah menjalani hidup bakti sebagai pelayan Kristus belum tentu menjamin kebahagiaan.”

Kali ini, Emilianus yang menampakkan senyum paling sadisnya. “Lalu kamu ingin bersama siapa? Albert? Yah...dia memang tampan, kaya, dan baik. Tapi dia...mandul. Sebentar lagi dia akan mati. Toh dia sudah punya Renna. Dibandingkan kamu, Renna lebih segala-galanya. Sekarang aku tahu apa yang ada di pikiranmu. Kamu sama sekali tidak mencintaiku. Kamu masih mencintai Albert.”

“Teganya kamu, Emilianus! Beginikah output seorang mantan biarawan Montfort?!”

Brak!

David tak tahan lagi. Baginya, Arif Albert seratus kali lipat lebih baik dibandingkan Emilianus Tuto Hurek. Terpendam sepercik rasa iri pada Chelsea. Bagaimana tidak, anak mana pun akan senang bertukar posisi dengan Chelsea. Bukankah mempunyai ayah yang penyabar, penyayang, lembut, pengertian, dan royal adalah dambaan setiap anak? Diiringi bantingan pintu, David melangkah keluar dari kamarnya. Menatap Emilianus penuh kebencian.

“Bapak jahat!” teriak anak laki-laki tujuh tahun itu.

“Bapak buang buku-bukunya David! Bapak bikin Ibu sedih! Bapak nggak pernah sayang sama Ibu dan David!  David benci sama Bapak!”

“David, siapa yang mengajarimu berkata begitu?! Apa laki-laki mandul dan penyakitan  itu?!” geram Emilianus.

“David mau sama Om Albert aja!”

Dengan kata-kata itu, David berlari meninggalkan rumah. Kenekatan mengalahkan perih di kakinya saat menyentuh panasnya jalan beraspal. David terburu-buru hingga lupa memakai sepatu. Seruan Tesa dan Emilianus tak dipedulikannya. Ia sudah terlalu letih menyaksikan pertengkaran demi pertengkaran di rumahnya. Jiwanya yang masih polos itu sempurna terguncang. Mengapa kedua orang tuanya harus bertengkar? Mengapa mereka tidak bisa seperti Ayah-Bundanya Chelsea yang selalu hangat dan bahagia? Mengapa Emilianus tidak bisa bersikap lembut  seperti Albert? Dan mengapa Tesa tidak keibuan dan penuh kasih seperti Renna?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun