“Tolong berikan ini pada Rosline.” Dani berkata pelan. Tangannya gemetar hebat saat mengulurkan bungkusan berisi Lasagna dan sehelai surat.
“Kenapa sih kamu masih perhatian sama dia? Ngapain dekat-dekat sama biarawati? Kamu udah punya Annisa. Kurang apa Annisa? Cantik, pintar, kaya, berprestasi, baik, shalehah lagi.” Abdullah mencecar Dani.
“Aku nggak bisa jelasin sama kamu. Pokoknya, Rosline harus terima kirimanku, okey?” kata Dani cepat.
Abdullah bergegas pergi. Dengan angkuh membuka pintu sedan merahnya. Meluncur menuju kompleks biara. Gawat, ia terang-terangan pergi ke biara dengan mobil mewah. Dani menjadi tak enak hati.
Tanpa sepengetahuan Dani, Annisa mengawasi kejadian itu dari balik pot-pot tanaman hias dan air mancur. Gadis cantik berdarah campuran Timur Tengah itu menggigit bibirnya hingga berdarah. Menangis tanpa suara. Ia tahu isi surat dan bungkusan itu. Dani mengabarkan pada Rosline tentang kondisi Papanya yang mengalami kecelakaan tunggal. Papa Dani, Tuan Alspadi, mengalami kecelakaan tunggal sepulang dari kantor. Beberapa tulangnya retak. Sore ini Tuan Alspadi harus menjalani operasi.
Tak hanya lewat surat, Dani pun mengirimi Rosline e-mail. Tak peduli apakah calon biarawati itu akan membacanya atau tidak. Annisa juga tahu isi e-mail itu karena Dani memberikan password e-mailnya. Soal mengirim makanan, Dani berkeras kalau makanan di biara tidak cukup ideal.
Annisa tahu itu semua. Hatinya hancur. Air matanya meleleh. Ya Allah, begini rasanya tidak dicintai. Dani mungkin hanya iba padanya. Rosline tetaplah pemilik hati Dani. Annisa hanya memiliki raganya.
Di kejauhan, dilihatnya Dani melirik arloji dengan gelisah. Sebentar-sebentar ia mengecek ponsel. Pastilah ia menunggu Annisa sebelum ke rumah sakit. Annisa berjanji menemaninya selama Tuan Alspadi operasi. Segera dihapusnya air mata, dipaksakannya senyum semanis mungkin, lalu ia berjalan menghampiri Dani.
“Hai. Sorry ya, lama nunggu. Jadi ke rumah sakit, kan?” sapa Annisa ceria.
“Iya.” Dani membukakan pintu mobilnya untuk Annisa. Dengan anggun, Annisa mulai duduk dan merapikan pakaiannya.
Mobil melaju menuju rumah sakit. Di tengah perjalanan, tiba-tiba Annisa melontarkan pertanyaan.