“Saya mau konsultasi,” sahut gadis itu perlahan.
“Okey. Sini, kita ke depan saja ya?”
Rasanya tenang sekali. Belum apa-apa, ia sudah merasakan ketenangan menghangati sekujur tubuhnya. Mr. Jatmika, berikut energi positif dan proteksi yang diberikannya, selalu membuatnya aman dan tenang. Jenis energi positif dan perlindungan ini seperti yang dirasakan dari sosok Mamanya, Albert, keluarga besarnya, dan beberapa sahabat dekatnya. Bersama mereka, ia merasa aman dan terlindungi dari rasa sakit, luka, serta kepedihan.
“Saya sudah melakukan saran Anda untuk tidak berasosiasi dengan masalah-masalah klien saya. Tapi...saya berasosiasi pada masalah dan perasaan Albert. Mengapa saya bisa merasakan emosinya? Rasa tidak dicintai, tidak dipedulikan, tidak diinginkan, dan tidak dirindukan memenuhi pikiran saya. Padahal itu semua bertentangan dengan mindset dan situasi saya. Saya diajarkan untuk percaya diri dan bahagia menikmati hidup.”
“Kamu berasosiasi padanya, karena kamu melibatkan diri terlalu jauh dengannya. Boleh bersimpati, boleh ikut merasakan emosinya, tapi kamu harus mencari penyelesaian dan penyembuhannya. Jangan membiarkan dirimu dan diri klienmu dikuasai emosi negatif yang sama. Boleh menjalin hubungan di luar hubungan teraputik, tapi selesaikan dulu proses terapinya. Jangan mencampuradukkan konteks terapis dengan klien dan konteks di luar itu, okey?” kata Mr. Jatmika.
“Hmm...begitu ya?” Gadis bermata biru itu menunduk, menatap dress merah marun yang melekat di tubuhnya.
Tanpa bisa tertahan lagi, gadis itu menceritakan segalanya. Tentang satu pertanyaan yang ditanyakannya pada Albert dan hingga kini belum terjawab. Tentang hal yang disembunyikan rapat-rapat. Tentang kado pemberiannya. Tentang belahan jiwanya yang seakan menghilangkan diri setelah ia menanyakan hal itu. Mr. Jatmika mendengarkan dengan sabar. Ayah satu putri itu memahami perasaan gadis di hadapannya.
“Katamu, dia seumuran saya ya?”
“Iya.”
“Seharusnya dia sudah cukup dewasa untuk menjawab pertanyaanmu dan mengambil keputusan. Seharusnya dia tahu itu.”
Sesaat hening. Gadis itu memberanikan diri mengangkat wajah. Menatap seraut wajah rupawan pria di depannya. Satu kalimat meluncur dari bibirnya.