** Â Â
8 Agustus
Lembaran 8
Ia kesal dengan pasien satu itu. Menyebalkan. Keras kepala. Dingin. Tidak ekspresif sama sekali. Datar. Susah diatur. Pasien paling sulit dan paling parah sakitnya, tapi sok jual mahal. Ia mengaku tak mau sembuh.
Tapi...kenapa ia mencintainya? Bukankah seharusnya tidak boleh? Siapa yang bisa mencegah cinta? Bahkan pemimpin hebat sekelas Napoleon Bonaparte pun tak bisa mencegah hadirnya cinta. Demi Allah, tidak bisa.
Gadis Bule itu mencintainya. Mencintai pasien sok jual mahal yang tinggal di biara dan senang memelihara anjing itu. Teman-temannya menyebut pasien yang tinggal di biara itu sebagai bumi, dan gadis Bule itu langitnya. Kata mereka, langit dan bumi mana mungkin bersatu? Bukannya jika ada bumi selalu ada langit? Begitu, kan?
** Â Â
9 September
Lembaran 9
Ini hari ulang tahunnya. Sembilan September. Angka yang cantik kata orang. Menyedihkan, di hari ulang tahunnya hanya pasien sok jual mahal itu yang menemaninya. Memberinya ucapan selamat dengan tulus dan penuh cinta. Tak satu pun teman dan sahabatnya ingat hari ulang tahunnya.
Si gadis Bule toh hanya manusia biasa. Ia juga punya perasaan. Bisa sedih, bisa tertawa, bisa marah, bisa kecewa. Kecewa manusiawi, kan? Ia manusia kok, bukan Malaikat Jibril. Ia kecewa karena tak satu pun yang ingat ulang tahunnya kecuali keluarga dan si pasien sok jual mahal itu. Padahal, ia selalu ingat ulang tahun semua temannya. Ia tak pernah lupa. Ia selalu peduli pada mereka. Namun kini, di hari ulang tahunnya, tak ada yang ingat dan peduli. Bahkan tak ada yang bertanya kenapa ia izin kuliah dan mengosongkan semua aktivitasnya.