"Dari dulu kali bagusnya."
"Hish, pede banget, sih, Ayang aku ini."
"Jelas dong," ucapnya sambil menoel daguku. Membuat Mbak Farah berdehem kecil dan aku merasa jengah.
Danu tertawa kecil, mungkin geli dengan respon Mbak Farah. Sedang aku memilih menundukkan muka. Tak ingin mereka menyadari perubahan warna wajahku yang kini sudah terasa makin panas.
Setelah urusan kami selesai, aku bergegas mengajak Danu pulang. Aku ingin membagikan kartu undangan ke saudara terdekat sore nanti. Kalau belum habis dilanjutkan lagi besok setelah selesai fitting baju pengantin.
***
Tepat saat senja datang aku sampai rumah. Hari ini sudah cukup melelahkan. Akan ku teruskan bagi-bagi undangan esok hari.
Aku merebahkan diri di ranjang usai membersihkan tubuh. Dering ponsel terdengar mengusik cuping telingaku. Tanganku meraba meja kecil samping tempat tidur, di mana ponselku tergeletak di sana.
Ayang Danu, nama yang tertera di layar ponsel. Aku bergegas mengangkatnya.
"Yang, ntar aku mau nonton bola di stadion," ujar Danu di seberang telepon.
Aku yang masih sedikit kesal dengan kejadian tadi pagi, langsung bangkit.