"Janji, ya."
"Iya."
Aku mengulas senyum semringah. Rasa sesal perlahan hilang seiring terurainya kemacetan di jalan.
Ya Tuhan. Semoga percetakannya belum tutup. Tadi pihak percetakan sudah mengabari kalau akan tutup lebih awal dari biasanya karena ada acara mendadak. Aku yang sudah janji mau mengambil undangan hari ini tak enak hati kalau mau membatalkan tiba-tiba.
Mobil melambat ketika memasuki halaman ruko. Aku turun setelah mobil terparkir sempurna dan mesin dimatikan.
Danu berjalan di sisiku. Dia menggamit lenganku sebelum masuk tadi. Tak lupa sebuah senyuman dan kerlingan dia berikan kepadaku. Hal yang mampu membuat hatiku kebat-kebit dengan wajah menghangat.
Kedatangan kami langsung disambut oleh Mbak Farah--penanggung jawab percetakan. Dia mengajak kami duduk dan memberikan pesanan kami.
Seulas senyum terbit di bibirku saat melihat undangan warna putih. Sebuah fotoku bersama Danu berada tepat di tengah undangan.
Ada kisah di setiap kejadian. Termasuk juga kisah dalam  momen foto itu. Aku hampir saja jatuh ke sawah--foto prewed di tepi sawah--untung saja Danu sigap menarikku. Lalu, sewaktu foto naik kerbau hampir saja gagal karena si kerbau ngambek.
"Bagus, kan?" tanya Danu membuyarkan lamunanku.
Aku mengerjap, lalu mengangguk. "Pilihan kamu yang satu ini emang bagus."