"Bapak sudah sering sekali dengar dari guru-guru yang pernah membimbing kalian tentang siapa kalian, banyak guru-guru di sini yang bilang jika kalian itu bisa belajar secara otodidak. Jadi kenapa nggak?"
"Yaudah kalau gitu saya permisi, terima kasih, Pak," Pamit Aleta kepada Pak Dermawan.
"Hah Aleta! Al! Yaudah deh pak saya juga ikut pamit. Assalamu'alaikum!" Setelah itu Nabila keluar dan menyusul Aleta.
"Aleta! Al! Leta! Ta!" Nabila mencoba berlari mengejar Aleta, dengan sesekali memanggil nama Aleta begitu keras, sehingga mendapatkan tatapan aneh oleh setiap siswa-siswi yang berada di sana.
"Aleta ih! Lo budeg ya?!" Tanya Nabila dengan kesalnya, dan nafas yang masih tersengal-sengal ketika sudah sampai di depan Aleta.
"Lo ngomong sama gue?" Bukannya menjawab, Aleta malah balik bertanya kepada Nabila dengan tampang polosnya.
"Aish... nih bocah, lo nggak hargain gue banget sih? Tadi gue lari-lari sambil teriak-teriak buat nyusul lo, eh lo nya malah nggak tahu diri,"
"Berapa harga lo?" Tanya Aleta dengan santainya.
"Maksud lo?" Tanya Nabila yang tak mengerti dengan Aleta.
"Ck! Tadi kan lo bilang, gue nggak hargain lo, nah sekarang gue mau hargai lo. Berapa?" Aleta sembari merogoh saku ro nya untuk mengambil sesuatu, sejenis uang mungkin.
"Astaghfirullah Aleta ih! Bukan itu," Ucap Nabila dengan frustasinya.