"Miaaauuuw... miaaauuuuw... ." Suara kucing mengiba-iba.
Berikan kami, Tuan.. biar dagingnya buat Tuan, tulangnya buat saya...kasihani kami, Tuan, perut kami lapar, anak-anak kami juga lapar... miaaauuuuw, miaaaauuuw, miauw.
Kucing itu menggosok-gosokkan kepala dan punggungnya pada sepatu Baly made in Italy. Kucing itu bermanja, ia berharap Tuannya mengasihaninya.
Sebuah kaki kanan yang dibalut celana berbahan american wool dan sepatu Baly nya menggeser kepala kucing yang telah membuatnya kaget.
"Sial!, apa sih?." Dilongoknya di kolong meja. "Kurang ajar!, bikin kaget saja!."
Miiiauuuww, Miiiaaaauuuw... kasihani kami Tuan, dangingnya buat Tuan, cukup tulangnya saja buat kami.. kasihani kami, miiiiiaaauuuuw. Mata Kucing kampung itu sedih.
"Cuma kucing saja, Pi... Kok kagetnya sampai begitu?."
"Dasar kucing kampung!, bisanya ganggu saja!." Teriak Papi Parlente kesal.
"Huh!, mami sih, Papi ajak makan sop buntut di Daiichi hotel, ehhh malah milihnya di kaki lima."
"Rasanya gak kalah kan dengan hotel bintang lima?." Tanya si Mami berpromosi. "Dulu waktu kita masih gembel, merantau dari kampung ke Jakarta, Papi pernah bilang ; rasanya mimpi deh Mi, bisa makan sop kambing di warung itu."
"Hehehehe, ingat gak Pi?." Tanya Mami lagi. "Kapan kita bisa makan sop kambing ya, Mi, bosan makannya kangkung lagi, kangkung lagi. Dulu kan Papi sering ngeluh begitu."