Mohon tunggu...
Kurniawan Anjas
Kurniawan Anjas Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Untuk hobi saya bermain bulu tangkis dengan mengasah keterampilan lain saya hobi bernyanyi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Book "Asurasi Syari'ah" Dr. H. Ending Solehudin, M. Ag.

18 Maret 2024   22:02 Diperbarui: 18 Maret 2024   22:06 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Penulis: Dr. H. Ending Solchudin, M.Ag.

Kata Pengantar: Prof. Dr  H. Juhaya S. 

Pradja, M.. 

Desain Sampul: Tim Desain Pustaka Setia

Setting, Montase, Layout: Tim Redaksi Pustaka Setia 

Cetakan Ke-1: Desember 2019 Redaksi

ISBN: 978-979-076-766-9

Cet. 1: Desember 2019, 16 cm x 24 cm; xii+ 235 hlm.

Diterbitkan oleh: CV PUSTAKA SETIA

Jl. BKR (Lingkar Selatan) No. 162-164 Telp.: (022) 5210588, Faks.: (022) 5224105 E-mail: pustaka-seti@yahoo.com

Website: www.pustakasetia.com BANDUNG-40253

Sub-Title 1 : PENDAHULUAN

Pandangan Islam tentang Ekonomi

Kegiatan ekonomi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia karena aktivitas ekonomi merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidup, khususnya kebutuhan yang bersifat materiel. Oleh karena itu, Islam sebagai agama yang sesuai dengan fitrah manusia (Dawam Rahardjo, 1996: 39-42) telah banyak merespons dan menggariskan aturan-aturan yang berkenaan dengan kegiatan ekonomi, terutama dalam memberikan dan meletakkan norma-norma etik asasi dalam melakukan kegiatan ekonomi (Endang Saefuddin Anshari, 1993: 163)

Norma-norma Islam tentang ekonomi sebagaimana yang di- isyaratkan, baik secara eksplisit maupun secara implisit, dalam ayat- ayat Al-Quran dan hadis-hadis Rasulullah SAW., pada umumnya dapat dibedakan dalam dua kategori. Pertama, Al-Quran dan hadis memberikan motivasi, bahkan perintah kepada setiap individu untuk melakukan aktivitas ekonomi yang halal (kasb al-halal). Kedua, memberikan peringatan dan larangan kepada setiap individu dari perilaku ekonomi yang batil, yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain (Al-Qasimi, 1988: 316-317).

Pandangan Para Ulama tentang Asuransi Konvensional

Berkenaan dengan wacana pemikiran ekonomi Islam, sangat penting untuk mencermati beberapa produk budaya ekonomi yang kini tengah menggejala di kalangan masyarakat dunia Islam pada umumnya, dan khususnya masyarakat muslim Indonesia. Salah satunya adalah asuransi takaful sebagai bentuk modifikasi baru dari sistem asuransi konvensional yang dilandasi norma-norma ekonomi Islam.

Kebutuhan terhadap jasa asuransi secara umum muncul karena dalam kehidupan manusia sering berhadapan dengan musibah yang tidak terduga, baik yang menimpa harta benda yang dimilikinya maupun yang menimpa jiwanya, seperti kebakaran, kecelakaan kendaraan, bencana alam, dan kematian. Meskipun musibah ini diyakini sebagai perwujudan dari qadha dan qadhar Allah SWT.,

Takaful sebagai Asuransi Syari'ah

Asuransi adalah sebuah akad yang mengharuskan perusahaan asuransi (muammin) untuk memberikan kepada nasabah/kliennya (muamman) sejumlah harta sebagai konsekuensi dari akad, baik berbentuk imbalan, gaji, atau ganti rugi barang dalam bentuk apa pun ketika terjadi bencana ataupun kecelakaan atau terbuktinya sebuah bahaya sebagaimana tertera dalam akad (transaksi), sebagai imbalan uang (premi) yang dibayarkan secara rutin dan berkala atau secara kontan dari klien/nasabah (muamman) kepada perusahaan asuransi (muammin) semasa hidupnya. Di tengah kontroversi mengenai keberadaan asuransi konvensional, muncul pemikiran untuk mencari solusi alternatif bentuk asuransi yang dapat memberikan jaminan dan pelayanan yang marketable. 

Kerangka Metodologis Analisis Perbandingan

Dalam paradigma pemikiran Islam, Al-Quran dan As-Sunnah dipandang sebagai sumber pokok ajaran Islam sehingga seluruh dimensi ajaran Islam harus dibangun di atas landasan kedua sumber fundamental itu. Hukum Islam atau yang lebih dikenal dengan istilah fiqh merupakan salah satu dimensi dari ajaran Islam.

Sekalipun demikian, sejak awal telah disadari oleh para ulama bahwa Al-Quran dan As-Sunnah tidak menjelaskan semua perincian permasalahan yang berhubungan dengan seluruh dimensi kehidupan manusia. Bahkan, telah disadari pula bahwa problematika yang dihadapi manusia senantiasa berubah dan berkembang sejalan dengan perubahan dan perkembangan zaman.

Sub-Title 2 : PENGERTIAN DAN UNSUR-UNSUR DALAM ASURANSI

Pengertian Asuransi

Konsep asuransi sudah dikenal sejak zaman sebelum Masehi. Pada masa itu, banyak orang yang hendak menyelamatkan jiwanya dari berbagai ancaman, antara lain kekurangan bahan makanan. Salah satu cerita mengenai kekurangan bahan makanan terjadi pada zaman Mesir Kuno. Suatu hari sang raja bermimpi yang diartikan oleh Nabi Yusuf bahwa selama tujuh tahun negeri Mesir akan mengalami panen yang berlimpah kemudian diikuti oleh masa paceklik selama tujuh tahun berikutnya.

Pada tahun 2000 sebelum Masehi, para saudagar dan aktor di Italia membentuk Collegia Tennirium, yaitu semacam lembaga asuransi yang bertujuan membantu para janda dan anak-anak yatim dari para anggota yang meninggal.

Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Asuransi

Dalam asuransi terdapat dua pihak, yaitu pihak penganggung (verzekeraar) dan pihak tertanggung (verzekertde). Kedua pihak itu terdapat hubungan timbal balik dan masing-masing mempunyai hak dan kewajiban yang timbal balik pula (Wirjono Prodjodikoro, 1982: 1).

Hak dan kewajiban para pihak yang terlibat dalam asuransi dapat disimpulkan dari ketentuan KUHD dan polis yang merupakan alat bukti perjanjian. Hak dan kewajiban tersebut sebagaimana yang dirumuskan oleh M. Suparman Sastrawidjadja (1997: 20-23).

Sub-Title 3 : SEJARAH PERKEMBANGAN ASURASI

Zaman Kebesaran Yunani: Menyelidiki praktik asuransi yang muncul di Yunani kuno, yang melibatkan pengelolaan risiko dan pertukaran barang atau kompensasi.

Zaman Kebesaran Kerajaan Romawi: Memperkenalkan konsep asuransi yang lebih terstruktur dan terorganisir dalam kerajaan Romawi, dengan adanya perkumpulan untuk melindungi anggotanya dari risiko.

Zaman Abad Pertengahan: Menjelajahi peran gereja dan komunitas lokal dalam memberikan perlindungan dan asuransi informal, terutama di Eropa.

Zaman Setelah Abad Pertengahan: Mengulas perkembangan asuransi di era modern, di mana industri asuransi mulai terbentuk dengan pembentukan perusahaan asuransi dan peraturan yang lebih ketat.

Zaman Kodifikasi Prancis: Merujuk pada waktu di mana Prancis menghasilkan beberapa kode hukum yang berpengaruh dalam mengatur praktik asuransi, yang membantu mengatur industri secara lebih sistematis.

Sub-Title 4 : PENGGORENGAN DAN JENIS-JENIS ASURASI

Penggolongan Asuransi dan Jenis-jenisnya

Sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 tentang usaha perasuransian Bab 1, Pasal 1, "Asuransi atau Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. 

Dari pengertian yuridis tersebut dapat digolongkan beberapa macam asuransi, sebagaimana disebutkan para sarjana Nederland, seperti Wery (1984) dan Burg (1973), yang secara umum dapat disimpulkan bahwa asuransi dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu:

asuransi kerugian (schadeverzekering);

asuransi jumlah (sommenverzekering).

Penggolongan Asuransi secara Yuridis

Secara yuridis, asuransi dapat digolongkan pada dua jenis, yaitu asuransi kerugian dan asuransi jumlah.

Asuransi Kerugian (Schadeverzekering)

Asuransi Jumlah (Sommenzekering)

Penggolongan Asuransi Berdasarkan Kriteria Kehendak Para Pihak

Penggolongan ini berdasarkan ada tidaknya kehendak bebas di antara para pihak, yang terdiri atas asuransi sukarela dan asuransi wajib.

Asuransi Sukarela (Voluntary Insurance)

Asuransi Wajib (Compulsory Insurance) 

Penggolongan Berdasarkan Tujuan

Dilihat dari tujuan diadakannya perjanjian asuransi, asurans dapat dibagi dua bagian, yaitu asuransi komersial (commerc insurance) dan asuransi sosial (social insurance).

Asuransi Komersial (Commercial Insurance)

Asuransi Sosial (Social Insurance)

Penggolongan Berdasarkan Sifat dari Penanggung

Berdasarkan sifat tanggung jawab dari para penangg asuransi dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu asuransi pe (premieverzekering) dan asuransi saling menanggung (ondering verzekering).

Asuransi Premi (Premieverzekering)

Asuransi Saling Menanggung (Onderlinge-Verzekering

Sub-Title 5 : POKOK-POKOK KETENTUAN ASURANSI

Ketentuan tentang Premi (Pasal 246 KUHD)

Pasal 246 KUHD menyebutkan bahwa premi merupakan ke- wajiban bagi tertanggung untuk membayarnya kepada penanggung, sebagai kontra prestasi dari ganti rugi kerugian yang akan diberikan penanggung kepadanya apabila peristiwa yang semula diperkirakan terjadi. Demikian pula, menurut Pasal 256 butir KUHD, polis harus memuat premi asuransi yang bersangkutan. Sehubungan dengan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa premi merupakan syarat dalam perjanjian asuransi

Ketentuan Memberi Ganti Rugi Bagi Penanggung

Ketentuan Memberi Ganti Rugi Bagi Penanggung

Ketentuan tentang kewajiban penanggung untuk memberikan ganti kerugian atau sejumlah uang kepada tertanggung diatur dalam Pasal 246 KUHD. Dalam pasal tersebut juga dinyatakan bahwa kewajiban penanggung untuk memberikan ganti kerugian atau sejumlah uang kepada kepada tertanggung apabila peristiwa yang diperjanjikan sebagaimana tertera dalam polis- terjadi.

Ketentuan tentang Peristiwa yang Belum Pasti

Peristiwa yang belum pasti terjadi merupakan salah satu unsur yang harus ada dalam perjanjian asuransi. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 246 KUHD. Dalam jenis asuransi pada umumnya, peristiwa yang belum terjadi sudah cukup jelas dan mudah dipahami, yaitu peristiwa yang sudah diperkirakan akan terjadi atau tidak terjadi. Dengan kata lain, peristiwa itu mungkin akan terjadi, tetapi mungkin juga tidak terjadi, seperti kebakaran, kerusakan, kecelakaan lalu lintas, dan lain- lain. Sekalipun demikian, dalam asuransi jiwa, peristiwa yang belum pasti terjadi merupakan peristiwa yang sudah dipastikan akan terjadi, yaitu peristiwa matinya seseorang karena diyakini bahwa setiap orang pasti akan mengalami kematian.

Sub-Title 6 : PANDANGAN PARA ULAMA TENTANG ASURASI KONVENSIONAL

Perbedaan Pendapat Ulama tentang Asuransi

Pandangan para ulama, khususnya fuqoha, mengenai hukum asuransi konvensional sangat bervariasi. Sebagian di antaranya membolehkan secara mutlak, sebagian lainnya mengharamkan secara mutlak. Di antara mereka ada pula yang membolehkan asuransi yang bersifat sosial dan mengharamkan asuransi yang bersifat komersial.

Menurut Ali Yafie, pangkal penyebab terjadinya perbedaan pandangan itu karena asuransi merupakan permasalahan baru bagi kalangan masyarakat muslim. Masalah asuransi belum dikenal di kalangan para ulama terdahulu sehingga pembahasan asuransi secara khusus tidak ditemukan dalam kitab-kitab fiqh klasik (Ali Yafie, 1995: 211).

Proses Penetapan (Istinbath) Hukum Asuransi

Bagian ini menguraikan proses istinbath al-lukm (penetapan hukum) asuransi yang dilakukan oleh para ulama dan fuqaha sehingga memunculkan pendapat yang berbeda-beda. Meskipun proses penetapan hukum dan alasannya tidak secara eksplisit dikemukakan, tetapi pernyataan dan alasan-alasan yang dikemukakan secara implisit dapat diidentifikasi metode yang digunakan dalam menetapkan hukum asuransi.

Sebagaimana telah disinggung dalam uraian di muka bahwa asuransi merupakan masalah baru bagi umat Islam karena belum dikenal, baik pada masa Rasulullah SAW., masa sahabat, maupun tabi'in (Ahmad Azhar Basyir, 1996: 15). Sebagai hal baru, yang kemudian dalam lapangan pengkajian hukum syari'ah, asuransi dapat dipandang sebagai masalah ijtihadiyah, yaitu masalah yang masih memerlukan proses ijtihad dalam penetapan hukumnya karena ketetapan yang secara eksplisit ditegaskan dalam Al-Quran ataupun As-Sunnah tidak didapat. Para imam mazhab, seperti Abu Hanifah (w. 150 H/ke-8 M), Al-Syafi'i (w. 204 H/819 M), Ahmad bin Hanbal (w. 24 H/55 M), dan ulama mujtahidin lainnya yang semasa dengan mereka (abad ke-2 dan ke-3/ke-8 M) tidak memberikan fatwa hukum mengenai masalah asuransi.

Sub-Title 7 : PENGERTIAN DAN SEJARAH ASURANSI TAKAFUL

Pengertian dan Esensi Asuransi Takaful

Kata takaful berasal dari bahasa Arab, yaitu dari akar kafala fulanan ) ( yang berarti a'anahu wa anfaqa'alaihi wa qama bi amrih )menolongnya dan memberinya nafkah serta mengambil alih perkara).

Kata takaful, dalam bentuk dan pengertiannya seperti sekarang, memang tidak dijumpai dalam Al-Quran. Namun, dalam Al-Quran ditemukan sejumlah kata yang seakar dengan kata takaful. 

Latar Belakang dan Sejarah Asuransi Takaful

Dalam menjalani kehidupan, manusia senantiasa dihadapkan pada berbagai kemungkinan terjadinya musibah atau bencana yang tidak bisa dihindari, seperti kecelakaan yang mengakibatkan cacat tubuh bahkan kematian, kebakaran rumah, kecelakaan kendaraan, baik di darat, lautan maupun udara, perampokan, dan sebagainya

Segala bencana dan musibah yang menimpa manusia dalam akidah Islam diyakini sebagai qadha dan qadar dari Allah SWT. yang harus dihadapi dengan penuh kesabaran dan tawakal.

Latar Belakang Sejarah Asuransi Takaful Indonesia

Di Indonesia, berdirinya asuransi takaful tidak lepas dari berbagai tuntutan dan kebutuhan dari kalangan masyarakat muslim yang menyadari pentingnya keberadaan lembaga-lembaga keuangan dan jaminan perlindungan yang tidak bertentangan dengan prinsip- prinsip syariat, tetapi digali dari prinsip-prinsip dan mekanisme operasional yang telah terlembaga dalam fiqh Islam.

Secara umum partisipasi masyarakat di bidang ekonomi dari waktu ke waktu terus mengalami peningkatan, namun partisipasi tersebut masih terbatas pada asuransi umum dan asuransi kerugian. Dibentuknya kedua perusahaan asuransi tersebut untuk mengikuti ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Per- asuransian, yang menyebutkan bahwa perusahaan asuransi kerugian harus didirikan secara terpisah (Ahmad Azhar Basyir, 1996: 36).

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun