Mohon tunggu...
Kundiharto
Kundiharto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Psychology Student

Deep interest in the fields of Information Technology, Psychology, Marketing, Management, and Entrepreneurship

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Zonasi, Ketimpangan Pendidikan di Balik Kebijakan Pemerataan

10 Oktober 2024   20:31 Diperbarui: 10 Oktober 2024   20:31 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Zonasi, dengan menempatkan prioritas pada jarak tempat tinggal, perlahan-lahan membunuh semangat kompetisi yang seharusnya menjadi landasan bagi sistem pendidikan yang berkualitas.

Dalam meritokrasi, siswa yang berprestasi mendapatkan penghargaan atas usaha dan kerja keras mereka. 

Mereka yang telah berjuang keras di sekolah, meraih nilai yang tinggi, dan menunjukkan keunggulan dalam berbagai bidang akademik maupun non-akademik, seharusnya memiliki kesempatan untuk diterima di sekolah-sekolah terbaik. 

Namun, dengan sistem zonasi, nilai prestasi tidak lagi menjadi faktor utama dalam penerimaan. Ini menciptakan rasa ketidakadilan bagi siswa yang berprestasi, tetapi tinggal di luar zona sekolah favorit. 

Mereka tidak lagi mendapatkan tempat yang layak berdasarkan capaian mereka, melainkan terhalang oleh aturan jarak geografis.

Zonasi, meskipun dimaksudkan untuk keadilan, justru menghapus kesempatan bagi siswa-siswa berprestasi untuk bersaing secara adil. Ini adalah penghapusan meritokrasi dalam bentuk yang paling jelas. Ketika siswa yang bekerja keras tidak bisa masuk ke sekolah yang mereka inginkan karena faktor zona, maka mereka kehilangan motivasi untuk berprestasi. Kenapa harus berusaha keras jika pada akhirnya jarak rumah yang menjadi penentu?

Dilema antara keadilan sosial dan meritokrasi ini tentu tidak sederhana. Apakah benar zonasi sepenuhnya salah? Tentu saja tidak. 

Zonasi diciptakan untuk mengatasi ketidakadilan yang sudah lama ada dalam sistem pendidikan Indonesia, di mana sekolah-sekolah unggulan hanya diisi oleh siswa dari kalangan menengah ke atas yang memiliki akses lebih baik ke pendidikan berkualitas sejak dini. 

Zonasi berusaha memastikan bahwa siswa dari berbagai latar belakang, termasuk mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu, dapat mengakses pendidikan yang setara. 

Namun, di sisi lain, zonasi yang terlalu ketat tanpa mempertimbangkan prestasi akademik secara wajar akan menimbulkan masalah baru: melemahkan semangat kompetisi.

Adakah jalan tengah yang dapat ditemukan? Salah satu solusi yang mungkin adalah penggabungan antara sistem zonasi dan sistem meritokrasi. Zonasi tetap dapat diterapkan, tetapi dengan porsi yang seimbang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun