Tiara, nama yang sering dihubungi Renda sejak tahun 2010 yang lalu. Kira- kira sebelum munculnya aplikasi komunikasi seperti What's Upp, ketika jaman BBM, masih ramai- ramainya.Â
Ia hanya kenal dari beberapa temanya, melalui bagi pin BBM. Dan pada saat itu ia pun menjadi akrab walalaupun belum pernah sama sekali bertatap muka. Tiara adalah sosok gadis yang belum pernah Renda ia lihat, ia sekedar berkomunikasi dengan chat dan via suara, telepon.
Ketika akhir desember Renda yang kelas 2 SMP, sempat mengabaikan pesan dari tiara. Karena saat itu ibunya tiba- tiba sakit, parah sampai- sampai harus dibawa ke rumah sakit. Ada sebulan ia tidak berkomunikasi, berkabar dengan Tiara.
Malam- malamnya hanya dihabiskan duduk di teras depan rumah sakit. Melihat lampu- lampu yang berpijarkan keheningan. Ia berharap ibunya dapat sembuh karena ibunya kini sedang tidak sadarkan diri. Ia membuka handphone, Membuat status BBM. "Sembuhkanlah, Tuhan."
Tiba- tiba notif pesan BBM muncul dari Tiara, ia menanyakan siapa yang sakit, renda membalasnya tidak apa- apa kok, cuma gerahan. Tiara membalasnya dengan menelpon Renda. Pada saat itu juga malam semakin larut, angin malam berhembusan menyapu  rintik tangis Renda. Tiara berusaha menyemangatinya,
"Renda, aku tahu musibah tidak ada yang tahu, tetaplah kuat, berdoalah tiada obat yang menyembuhkan kecuali doa"
"Makasih ya"
"Ren, aku minta maaf masih belum bisa bertemu denganmu langsung."
"Tidak apa- apa kok, lagian ibuku masih sakit, kapan- kapan kita bisa bertemu."
Mereka berdua saling menguatkan, tetapi pada saat itu renda tidak mengerti posisi tiara, tiara sedang berada di rumah, melihat ayahnya juga yang sakit stroke belum juga sembuh. Mereka berdua bagaikan cinta yang terbelah- belah oleh keadaan. Berhari- hari mereka jadi saling berkabar, menanyakan keadaan. Pada hari sabtu pagi, Tiara sangat sulit dihubungi.
Padahal pada saat itu, renda ingin mengabarkan bahwa ibunya perlahan sembuh dan mau berbicara, tetapi. Tiara offline terus. Dalam keresahan itu, renda sejenak menghibur dirinya, dengan menunggu ibunya kembali di ruangan. Sampai malam tiba, ia segera mengecek status tiara. Ternyata masih offline, lantas ia menunggu kabar tiara, sambil mendengarkan musik yang berjudul "Jodoh pasti bertemu".
Tiba- tiba notifikasi muncul. Rasa bahagia menyelimuti wajah renda yang memerah.Â
"Akhirnya" *tidak panjang lama renda segera menghubungi Tiara.*
"Halo tiara.."
"Halo rend"
"Gimana kabarmu, sudah makan?, Aku ada kabar, ibuku hampir sembuh, terimakasih doanya dan nasehatnya"
"Alhamdulillah"
"Gimana kabarmu?"
"Hiks, hiks, hiks" *Tiara menangis tersendu- sendu.*
"Mengapa ra, kamu menangis, ada apa ceritalah kepadaku?"
Tiara menceritakan semua kejadian hari itu, bahwasanya ayahnya telah tiada, berulangkali ia berusaha mencari obat, menghibur ayahnya, tetapi maut tidak ada yang bisa menyangka. Pada pagi itu ayahnya sudah terbujur kaku, dengan busa di mulutnya, tiara pun kehilangan sosok pahlawan dalam hidupnya. Kini ia hanya  hidup bertiga dengan ibu, dan adiknya.
Renda hanya bisa memberikan support, dan nasehat, motivasi kepada tiara. Seolah duka yang dirasakan sama- sama dirasakan mereka berdua. Mereka berbincang- bincang dalam telepon sampai larut malam.
Tepat akhir kelas 3 SMP, wisuda  diselenggarakan, perpisahan kepada teman- temanya. Wisuda diselenggarakan di tempat Hotel Narita. Renda sangat senang akhirnya ia bisa meneruskan sek lagi sekolahnya ke SMA favorit, tetapi ibunya dengan keinginan sebenarnya dia ingin berubah, ia ingin mondok di salah satu pesantren Tulungagung. Dan jujuga keluarganya bakal tak mampu untuk renda melanjutkan ke SMA Favorit atas rekomendasi gurunya itu. Karena ia berasal dari keluarga kurang mampu.
Akhirnya ia memutuskan untuk menjadi santri. Dan mondok di Pesantren Falachiyah. Selama nyantri, ia jarang untuk berkomunikasi dengan Tiara, bahkan ada dua tahun ia lupa dengan Tiara, Tiara pun juga lupa denganya. Sampai akhir- akhir menuju akhirussanah, tiba- tiba akun instagram renda di follow oleh akun @Tiara.al yang sebenarnya akun tiara.
Kemudian ada dm dari tiara, "selamat akhirnya kamu sudah menyelesaikan studimu untuk belajar agama, selamat juga kamu hari ini jadi penulis"
Karena selama ia mondok, ia tidak diperbolehkan dengan ustadz untuk bermain hp. Hingga pada kejadian yang lucu dengan temanya yang diamanahi menutup gerbang sekolah, karena di PP Falachiyah, ada pondok juga madrasah. Jadi aturan ada banyak disana, Ia meminjam kunci temanya, berjanji untuk menutup ruang- ruangan yang telah dipakai.
Tapi namanya renda, basic kenakalan masih ada dalam dirinya. Ia membuka ruangan lab komputer, dan menghabiskan waktu disana, temanya juga mengikutinya akhirnya ia bermain game sampai lelah. Dirasa setiap hari begitu, renda mencoba- coba untuk menulis. Ada pemberitahuan lomba naskah, renda pun mencoba mulai menulis. Kemudian dikirimkan ke redaktur. Tanpa sengaja ia memenangkan festival naskah tersebut dengan juara harapan 10.
Ia membalas Dm tiara.
"Terimakasih tiara, bagaimana kabarmu?, Sudah sangat lama kita tidak berkicau seperti burung merpati yang membawa kabar gembira"
Tiara menjawab tidak berselang lama.
"Ah dasar gombal puitis, hmm baik kok, gimana kabarmu?, Apakah kamu nyaman di pesantren."
"Alhamdulillah, aku nyaman ra, kamu melanjutkan dimana?"
"Aku melanjutkan di SMK, jurusan desainer baju"
"Wah pasti kamu jago buat baju yang bagus- bagus, wah boleh nih untuk pesan ke kamu dengan diskom wkwk"
"Ih enak aja, ya alhamdulillah ren syukur- syukur bisa membantu ibuk, dan adik".
Mereka berdua saling membalas pesan di instagram, sampai berpindah ke What's upp yang pada saat itu juga mulai booming dan sedang ramai- ramainya.
Renda, yang saat itu juga ketua pondok putra, berhubung acara akhirussanah akan dilaksanakan pada hari kamis. Teman- temanya mengadakan rapat disitu, dan ingin membuat seragam yang sama. Akhirnya disepakati bahwasanya akan dibelikan kain hitam per setiap orang angkatanya. Kemudian untuk dijahit dan dibentuk baju masing- masing individu.
Renda yang bingung kain hitam, ingin dijahit kemana. Sejenak merenung, kemudian dalam hatinya terbesit nama Tiara. Ia segera menelpon, dan mengabarinya, selayaknya kekasih tanpa status. Hati renda selalu terikat nama tiara walaupun belum pernah bertemu sama sekali.
Pada hari rabu di taman Sutojayan, keduanya sepakat untuk bertemu. Burung- burung bertebaran, anak kecil menyanyi, langit cerah menampakan sinar mentari. Mereka bertemu di taman.
"Hmm tiara?"
"Renda?"
Keduanya berjabat tangan, dengan seksama, tetapi lama untuk saling menatap.
"Ehemm"
"Oh yaa, ini kain, aku boleh minta bantuan, jadi aku bingung ingin menjadikanya baju koko, dan kemudian untuk urusan uangnya nanti aku berikan."
"Hmm, iya rend, nanti tak usahakan, tapi tak ukur sebentar boleh?"
"Hmm baiklah"
Tiara mengukur badan renda, sementara renda tetap menatap wajah tiara yang seolah- olah berbeda, Tiara yang dulu adalah seorang gadis berambut panjang, bibir merah lipstik dengan mata yang sayup, tiara kini lebih anggun dengan hijabnya.
"Ehm tiara, bagaimana kabarmu?, Kamu ingin melanjutkan kuliah atau tidak?"
"Hmm, aku pesimis rend, saat ini ibuku sakit, diabetes, aku pesimis jika kuliah nanti, siapa yang membiayai, sdangkan aku membuat baju begini juga membantu ibu, kemudian ada adekku juga yang sudah seharusnya masuk SD."
"Tiara.. Man Jadda Wa Jadda, siapa yang bersungguh- sungguh ia akan berhasil, aku yakin kamu itu bisa, tentu ibumu juga pasti merestuimu" tangan renda menggenggam tangan tiara.
"Allah selalu dengan orang- orang yang sabar, berdoa dan usaha, kita pasti bisa melakukanya walau banyak cobaan terhadap kita. Tenang juga jika kamu kuliah nanti, aku juga akan mendoakanmu.." *senyum lebar tulus dari renda untuk tiara*
Wajahnya yang anggun sempat memerah dan tiara hanya tersenyum mengangguk mengatakan "terimakasih rend".
Keduanya berbincang- bincang agak lama, matahari berlabuh menuju pelabuhan senja, mereka berdua berpamitan, sampai rumah pun tetap berkabar. Degap jantung renda semakin kencang ketika ia pulang ke rumah. Pada saat itu pondok masih libur, untuk mempersiapkan Haflah Akhirussanah.
Pada saat baju renda telah jadi, renda seseorang yang optimis terlalu tinggi, dalam lubuk hati dan doanya sebenarnya mencintai Tiara. Ia tidak bosan- bosanya tahajud, untuk mendoakan keselamatan dan kebahagiaan keluarga tiara. Tetapi saat itu renda menjadi bimbang karena cintanya dihadapkan oleh cita- cita.
Ia mengunjungi rumah tiara, kemudian mengatakan hal yang tak enak, ia memutuskan untuk mengambil cita- citanya daripada cintanya. Sebenarnya tiara juga merasakan hal tersebut, renda terus memotivasi agar dirinya tetap kuliah dengan bantuan dari Allah Swt, entah itu rejeki usahanya atau beasiswa.Â
Keduanya pada akhirnya juga diterima di tempat kuliah yang sama. Tapi saat sebelum itu, renda melihat postingan tiara, ia menguplod foto mantan pacarnya, ternyata tiara lebih memilih cinta lamanya, daripada menanti cita- cita dan cinta barunya. Hati renda, remuk redam patah, ia hanya pasrah dan mendoakan kebahagiaan tiara. Ia sekarang tidak akan berkomunikasi dengan tiara. Ia meminta maaf kepada tiara atas langkah yang diambil. Tetapi tiara malah marah melihat renda mengatakan cintanya kepada tiara.
Singkatnya kisah mereka berdua pun terputus komunikasi, dan menjadikan cinta yang didalamnya rasa sakit sebagai keihklasan. Renda yang ingin mengejar bersama- sama dengan tiara. Tiara yang pesimis bisa bersama renda, dengan keadaan keluarganya. Baju renda menjadi pertanda keihklasan dua insan untuk memberi dan menerima.
#Cinta menyatukan, Benci memisahkan. Tapi keduanya dipisahkan bukan karena bencin tapi keihklasan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H