“Hehe, Ah elu, bukannya sebulan lalu gue udah cerita yaa.. mungkin lu lupa kali bang”
Jangan tanya kenapa aku berbohong pada mereka saat itu, yang pasti hari itu jadi hari dimana aku bangun dari mimpi panjangku. Sebulan yang lalu, harapan besar itu masih bersemayam di hatiku karna ucapan seorang sahabat, ia katakan padaku, jika tak ada kata terlambat jika aku mau memulainya, sekalipun dihari itu juga harapanku hampir habis, aku bahagia karena akhirnya aku bisa lulus dengan waktu tiga tahun saja, tapi dihari itu juga aku kecewa, karna harapan besarku untuk bisa pulang dan hidup bahagia harus musnah, ketika aku mendapat sebuah pesan jika abangku akan bertunangan. Sarah, ya.. Perempuan cantik itu jadi alasan kenapa harapaanku hari itu benar benar habis, dia sosok yang berbeda denganku, kami tak sama, aku melihat ketulusan pada diri Sarah, aku melihat sosok perempuan yang baik, yang mungkin bisa menjaga abangku. Kebahagiaan yang terpancar dari wajah mereka jadi alasan aku berbohong saat itu, walaupun aku harus berpikir keras, sampai kapan aku akan menutupi kebohongan itu. Bekerja di London dengan posisiku yang sudah terikat oleh perusahaan di Jakarta jadi bencana besar utnuk hidupku selanjutnya.
“Aku mau bicara serius dengannya Sar, boleh kami pergi duluan?”
“ Ah elu Bang, gitu aja ngambek, ga enaklah Sarah baru datang masa kita pergi”
“Baiklah kalau gitu, aku saja yang pergi. Jangan lupa nanti malam kita ada janji dengan ayah dan Ibuku ya Mas”
Wajahnya tiba tiba benar benar menyeramkan, aku baru melihat kalau dia ternyata bisa marah. Wah, genjatan senjata dimulai, benteng pertahanan harus di perkokoh, topeng woles aku pasang demi keberlangsungan kebohonganku saat itu.
“Ok, sekarang gue mau ngomong serius sama lu !”
“Serius banget ni ?, ah elu, masa Sarah lu usir cuman karna kerjaan gue, ga enak gue. Tau deh ah”
“Kenapa lu tiba tiba sompral gitu !, Apa karna surat ini ?”
“Plis, surat ini gue baca baru beberapa detik yang lalu, terus gue harus mempertaruhkan hidup gue demi cinta ?, Bang gue ga sebego itu !”
“Lantas apa alasan lu kerja disana ? Zeid ?”