Baiklah, aku mulai dari alasan surat ini ku buat. Aku bukan orang yang cukup berani untuk bisa bicara denganmu, alasannya sederhana, aku mengagumi sejak awal kita berkenalan. Ada yang berbeda dari dirimu. Ya.. kalimat itu sudahkah menggambarkan apa yang ingin aku ungkapkan padamu ?. Kamu memang berbeda, tak sama seperti perempuan kebanyakan. Bukan karena kamu aneh, tapi karena kamu perempuan yang bisa membuatku setia dengan perasaanku. Aku berharap ketika kau baca surat ini, perasaanku juga jadi perasaanmu.
Aku maafkan tentang tagihan listrik itu, aku juga maafkan tentang semua kejailan yang sudah kau lakukan untuk tetangga kosanmu ini, tapi satu, aku berharap kau juga maafkan aku yang diam diam mengagumimu.
Salam Zeid,
*
“Niih” selembar kertas yang sudah usang diberi abangku itu.
“Apa ini ?”
“Surat Zeid dulu, gue pikir ini bakal lu bawa ke London, taunya masih keselip di kertas kertas yang lu titip di rumah gue !”
”Surat ? Zeid?, OMG hehe”
“Jadiiiii ? Jangan bilang lu belum baca bocah !”
Sejak kejadian diperpus itu, aku tak lagi menyentuh kertas kertas camilan itu, karena itu surat yang dulu diberi Zeid untukku bahkan belum aku buka, karena sejak aku bisa menyelesaikan skripsiku aku simpan semua kertas kertas perjuangan hidupku selama kuliah dirumah abangku itu, dan ternyata surat itu masih ada.
“Bentar, kok bisa ada di lu bang ? maksud gue kenapa surat ini bisa lu temuin? “