[caption caption="Sejumlah anak dari warga eks Gafatar bermain bersama anggota prajurit Yon 643 Wanara Sakti Anjungan di permukiman di kawasan Monton Panjang, Kalbar, 19 Januari 2016. Sebanyak 796 warga eks Gafatar yang datang dari Pulau Jawa ini dipaksa pindah oleh masyarakat setempat karena dinilai telah meresahkan. ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang"][/caption]Pada akhirnya, ia mengganti identitas dirinya, menjadi Saman. Barangkali itu usahanya untuk melarikan diri supaya tidak dikenali. Namun, adakah yang bisa mengubah isi hati? Satu-satunya yang tidak bisa dibohongi ialah masa lalu. Ia memilih jalan hidupnya menjadi aktivis dan mendirikan sebuah LSM yang fokus mengurusi kasus perburuhan. Ayu Utami mengisahkan kisah Saman pada sebuah novel dengan judul yang sama: Saman. Novel itu memenangkan sayembara menulis novel Dewan Kesenian Jakarta tahun 1998.
Ya, semula Saman adalah Pastor. Pastor Wis, Wisanggeni nama lengkapnya, sebelum ia mengganti identitas diri. Dulu ia orang paling dicari, entah oleh polisi, entah oleh tentara, entah oleh orang-orang bayaran. Alasannya pun sederhana: karena membatu warga Lubukrantau, sebuah dusun di Prabumulih, atas lahan karet kepemilikan mereka yang ingin diakuisisi menjadi lahan kelapa sawit. Yang jelas, ia dianggap sebagai penggerak atas penolakan tersebut.
Segala upaya telah dilakukan: menebang pohon-pohon karet, membakar rumah penduduk, menghilangkan satu per satu peliharaan ternbak, sampai menuduh Wisanggeni melakukan kristenisasi kepada warga Lubukrantau.
Pada satu malam, ketika pertikaian terjadi antara warga yang ingin mempertahankan lahannya dengan perusahaan yang ingin mengakuisisi lahan tersebut, Wis tertangkap. Ia dibawa ke penjara dan disiksa.
***
Seperti halnya yang terjadi pada kelompok Gafatar (Gerakan Fajar Nusantara), kelompok yang memiliki paham Al Qiyadah Al Islamiyah ini diduga memiliki keterkaitan dengan jaringan teroris ISIS. Permukiman kelompok Gafatar di Mempawah, Kalimantan Barat, dibakar oleh sekelompok orang tak dikenal.
Atas nama keamanan negara, pengikut Gafatar dipulangkan ke daerah asalnya. Kemudian ini menjadi polemik berkepanjangan. Isu semakin berkembang menjadi kelompok Gafatar menyebarkan paham-paham yang dianggap sesat.
Benarkah demikian? Berikut beberapa ulasan yang kami rangkum dari topik pilihan Polemik Gafatar.
1. Menghilang, Dokter Wulan Tinggalkan Buku "Tradisi Tuhan" untuk Orang Tua
[caption caption="Lembar ketiga dari 16 halaman yang sempat ditulis Doktek Wulan sebelum pergi"]
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/02/28/monik-56d25b4a0e9773640eb9e2b7.jpg?v=600&t=o?t=o&v=770)
Dokter Wulan percaya pada tahun 2024 sesuatu yang luar biasa akan terjadi, di dalam buku yang ia tinggalkan untuk orang tuanya ada sebuah tanda tanya dekat angka 2024. Berikut analisa Monique Rijkers:
“Jika orang Kristen percaya Mesias akan datang untuk kedua kalinya, sedangkan orang Yahudi percaya kedatangan Mesias yang akan terjadi itu merupakan kedatangan yang pertama, maka apa yang akan terjadi pada 2024? Boleh jadi, jika keinginan mereka hanya untuk membentuk komunitas yang bertapa menanti "mesias" Gafatar tidak terlalu merisaukan. Namun jika komunitas ini lalu melatih diri untuk berperang, nah inilah yang menimbulkan kecemasan.”
2. Ketua Umum Gafatar yang Saya Kenal: Kesaksian Kawan Akrab
[caption caption="Foto: Eks Ketua Gafatar Mahful Tumanurung saat memenuhi panggilan Bakorpakem untuk dimintai keterangan soal Gafatar di kantor Jamintel, Kejaksaan Agung, Jumat (29/1/2016)."]
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/02/28/tumna-jpg-56d25c4e339773190e1e014c.jpg?v=600&t=o?t=o&v=770)
Satu waktu, Sudirman Hasan diajak ke kosannya untuk diskusi tentang Islam model baru. Ia bercerita bahwa dia mempunyai seorang guru yang mempunyai cara pikir yang unik tapi sulit dipatahkan. Namun, Sudirman Hasan merasa makin aneh tindakan kawannya.
“Setiap habis mendapatkan pengajaran dari gurunya, ia pun segera membaginya kepada saya. Pernah suatu kali saya ditawari untuk berperan sebagai Nabi Harun, sahabat dekat Nabi Musa yang diperankan oleh dirinya. Hemm, saya sempat takut terjerumus dan akhirnya saya pun agak menjaga jarak dengan MM.”
3. Gafatar Ikuti Kisah Musa, Ibrahim, Isa, Muhammad, dan Einstein Selama 3000 Tahun
[caption caption="Albert Einstein I Sumber Wallpaperfullscreen.com"]
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/02/28/albert-einstein1-56bd5f59d592730611401ef0-56d25d05577b6194644b341e.jpg?v=600&t=o?t=o&v=770)
“Gafatar dianggap sesat karena datang terlambat selama 3000 tahun setelah Ibrahim, Musa, Isa, Muhammad, dan Einstein yang mengajari bahwa sains tanpa agama lumpuh, dan agama tanpa sains buta.”
4. [Polemik Gafatar] Sesat Jalan Gafatar
[caption caption="Anggota TNI dan Polri mendampingi warga eks anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) seusai turun dari KRI Teluk Banten 516 di Dermaga Mako Kolinlamil, Jakarta Utara, Rabu (27/1/2016). | Tribun News/Herudin"]
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/02/28/datang-jpg-56d25dbb327b61280de80579.jpg?v=600&t=o?t=o&v=770)
Sebab semakin merebaknya pemberitaan, mantan kelompok-kelompok Gafatar menjadi bahan olok-olok. Dan ada yang perlu dipahami:
“Kehadiran Gafatar yang mampu merekrut ribuan anggota, bisa jadi memanfaatkan situasi dan kondisi ini. Para pengikut awalnya mungkin ditawarkan tentang bagaimana Program Gafatar untuk mensejahterakan anggota.”
5. Gafatar, Indonesia Butuh Juru Selamat?
[caption caption="Sumber Foto: Antara"]
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/02/28/kecil-56d25f5b5093731642392ff8.jpg?v=600&t=o?t=o&v=770)
“Organisasi kemasyarakatan Gerakan Fajar Nusantara atau disingkat Gafatar adalah gerakan sosial yang fondasi dan prinsipnya keyakinan agama dan bicara juga soal juru selamat.”
6. Surat Untukmu yang Mengimpikan Khilafah
[caption caption="Kompas/Kiki Andi Pati"]
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/02/28/kompe-56d26084ed96732d0c97786a.jpg?v=600&t=o?t=o&v=770)
“Bicara khilafah, bicara negara Islam, apakah negara Islam yang sebenarnya? Apakah konsep negara Islam hanya negara yang pernah pernah kalian coba terapkan di Afghanistan? Lebih menunjukkan kekerasan alih-alih kasih sayang. Lebih banyak berisikan kebencian dan permusuhan alih-alih kasih sayang dan kecintaan. Jika seperti itu, kalian sejatinya sedang merendahkan Tuhan.”
7. Eks Gafatar: Kami Puasa Setiap Hari
Ali Anshori berkunjung ke Desa Pelempai Jaya, Kecamatan Ella Hilir tempat pengikut Gafatar tinggal. Di sana ia menemukan sebuah kitab yang berisikan Tafsir Wata’wil. Barangkali dari sanalah pemahaman mereka tentang agama memang berbeda dari lima agama yang diakui di Indonesia.
Ia bertemu dengan salah satu penduduk, namanya: Mudiah. Mudiah sudah dua tahun bergabung (sebelum organisasi itu dibubarkan) dengan Gafatar. Ali Anshori pun mewawancarainya:
“Salat kami ya melakukan kebaikan itu, maaf buat apa kita salat tapi masih melakukan kejahatan, puasa kami juga seperti itu, kami bahkan puasa setiap hari, namun puasa kami ya melakukan kebaikan,”
8. Menuduh Radikal Itu Mudah (Menilik Kasus Gafatar)
[caption caption="Sumber Gambar: toonpool.com"]
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/02/28/tolerance-734415-56d26206ed96737a0c977865.jpg?v=600&t=o?t=o&v=770)
Akhirnya ia menilik polemik tersebut dengan pemahaman yang sebenarnya terhadap “radikal”. Radikalisasi menggunakan kekerasan fisik yang secara gradual semakin tereskalasi baik dari segi bentuk tindakan maupun intensitasnya. Dalam prosesnya terjadi perubahan keyakinan, pikiran dan tingkah laku.
“Adapun mereka mantan anggota Gafatar hanya ingin bertani karena meyakini krisis pangan akan terjadi (faktanya krisis pangan memang terjadi, sesuai dengan penelitian LIPI). Setidaknya mereka berpikiran maju dibandingkan yang lain karena mengantisipasi krisis pangan.”
9. Cap Sesat Gafatar dan Dilema Kemanusiaan
[caption caption="foto: Devi Lahendra"]
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/02/28/gafatar-devi-lahendra-56a6ccc3cf9273890ac599a3-56d262b3b37e61b20dd4670e.jpg?v=600&t=o?t=o&v=770)
Atas aksi pembakaran itu, Jumardin Akas mempertanyakannya, paling tidak kepada dirinya sendiri.
“Atas dasar apa sisi kemanusiaan kita terlangkahi? Kuasa dari mana kita merasa berhak untuk menghakimi?”
10. Gafatar dan Pikiran Bawah Sadar
Endro S Efendi mencoba melihat aksi pembakaran di pemukiman pengikut Gafatar dengan sikap bawah sadar. Di mana ia melihat lima cara untuk menembus alam bawah sadar tersebut: Pertama, pesan yang disampaikan oleh seseorang dengan figur otoritas yang tinggi. Kedua, ide dengan muatan emosi yang tinggi. Ketiga, repetisi ide. Keempat adalah identifikasi kelompok, dan terakhir kelima adalah dengan relaksasi pikiran.
Dari kelimanya, ia melihat bagaimana pola perekrutan itu sangat mudah dilakukan oleh para pemimpin Gafatar:
“Ketika pikiran sadar sudah menurun aktivitasnya, berganti dengan pikiran bawah sadar yang lebih aktif, maka saat itu pula sugesti dimasukkan dengan mudah.”
11. Inilah Surganya Eks Gafatar
[caption caption="Ali Anshori bersama penduduk setempat saat foto di sungai dusun batu belawan desa Pelempai Jaya. Di sungai ini warga eks gafatar juga membangun pembangkit listrik tenaga air. (ali)"]
Di tanah seluas 500 hektar yang mereka dulu beli dari seorang penghubung asal Pontianak, sudah mereka bangun PLTA secara mandiri dan lahan-lahan pertanian. Namun sayang, saat itu Ali Anshori lebih banyak melihat penduduk eks-Gafatar yang tengah mengemasi barang untuk pindah.
“Wajar jika lokasi ini menjadi kantor pusat kegiatan. Wajar pula jika pengurus gafatar pusat menjadi daerah di Melawi sebagai pusat kegiatan kelompok tersebut.”
***
Wis berhasil lari dari penjara. Ia lari dan diamankan di New York. Setelah kembali, orang-orang mengenalnya sebagai Saman. Butuh perjuangan ekstra yang dilakukan Saman dan LSM yang ia dirikan. Saman paham, setiap gerakan butuh keberanian, strategi dan kadang, sedikit nekat.
Apa itu juga yang dilakukan dulu oleh para pengikut Gafatar? Entah, mereka telanjur dianggap sesat oleh Pemerintah. Dan kita, barangkali lupa untuk meMBERITAHU Pemerintah kalau-kalau dulu Joko Pinurbo penah menulis sajak pendek seperti ini: Ketika aku berdoa, Tuhan tak pernah menanyakan agamaku. (HAY)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI