Mencuatnya kasus pembakaran pemukiman anggota Gerakan Fajar Nusantara atau Gafatar di Kalimantan Barat beberapa waktu lalu, telah menambah daftar kelam tentang konflik masyarakat di Indonesia.
Gafatar dianggap telah mengembangkan ajaran sesat hingga menimbulkan keresahan di masyarakat, untuk menjaga hal ihwal kejadian yang tidak diinginkan, Pemerintah mengambil langkah, mengembalikan eks anggota Gafatar ke daerah asal.
Kini Pemerintah di daerah dimana mantan anggota Gafatar itu berasal, sibuk menangani mantan anggota Gafatar yang dipulangkan dari Kalimantan.
Di Pandeglang Banten, sebanyak 14 orang eks anggota Gafatar menanda tangani surat pernyataan insaf dan keluar dari keanggotaan Gafatar di hadapan Bupati Pandeglang-Banten Erwan Kurtubi Rabo lalu.
Demikian halnya di Rangkas-Bitung Kabupaten Lebak , 14 anggota Gafatar di pulangkan ke kampung halaman setelah sebelumnya di karantina.
Sudah menjadi kelaziman, yang namanya pejabat pasti memberi nasihat. ‘’Melakukan kesalahan adalah fitrah seorang manusia, sebab manusia tidak luput dari hilaf dan dosa. Manusia yang baik bukanlah manusia yang tidak pernah berbuat dosa dan melakukan kesalahan. Tapi manusia yang baik adalah yang bertobat kembali ke jalan Allah SWT’', demikian kata pak Bupati pasca penanda tanganan janji kesetiaan eks anggota Gafatar.
Delapan belas orang mantan anggota Gafatar dari dua Kabupaten diatas, merupakan bagian dari jumlah  keseluruhan warga Banten yang terdaftar dan dikarantina di Badan Pemulihan dan Penanggulangan Sosial Prov. Banten pasca pemulangan dari Kalimantan.
Jumlah yang terdaftar sebanyak 153 Orang, rinciannya Kabupaten Pandeglang 14 orang, Kabupaten Lebak 14 orang, Kabupaten Tangerang 15 orang, Kota Tangerang Selatan 31 orang, Kabupaten Serang 1 orang, Kota Tangerang 44 orang. Jadi hanya Kota Serang dan Kota Cilegon yang warganya tidak hanyut ikut Gafatar.
Sesat Jalan.
Peristiwa pembakaran pemukiman anggota Gafatar di Kalimantan itu tidak serta merta akibat konflik primodial, antara pendatang dan penduduk asli, tetapi lebih mengarah pada konflik yang dipicu oleh adanya sentiment  Idiologi utamanya Islam.
Sejauh yang ditangkap dari pemberitaan di media massa, ajaran Gafatar dianggap sesat lantaran tidak mewajibkan anggotanya untuk sembahyang lima waktu, juga tidak diwajibkan untuk berhaji maupun puasa ramdhan serta tidak mengakui Nabi Muhammad SAW sebagai nabi yang terahir.