Di sisi lain, Komite Sekolah tidak pernah melakukan upaya-upaya konkret untuk menjelaskan mengenai apa saja hak-hak sebagai siswa dan orang tua siswa sesuai dengan pasal yang telah ditetapkan oleh Kemdikbud dan pemerintah.
Alih-alih menjadi representasi dari wali murid, Komite Sekolah justru seringkali menjadi perpanjangan tangan sekolah. Padahal, lembaga itu sejatinya dibentuk untuk menampung aspirasi wali murid agar hak siswa dalam mengikuti proses belajar tidak terganggu.
Keberpihakan mereka terhadap sekolah umumnya terlihat dari cara penentuan nilai sumbangan yang dilakukan secara sepihak dan semena-mena. Betul bahwa orang tua siswa diundang dan dilibatkan dalam musyawarah penentuan nominal sumbangan.
Hanya saja, wali murid seringkali tidak mempunyai kuasa dan daya tawar saat mereka menghadiri pertemuan Komite Sekolah. Pertemuan yang dihadiri oleh banyak orang semacam itu tentu bakal menggerus keberanian wali murid yang hendak mengungkapkan keberatan atas nilai sumbangan karena berbagai alasan.
Mereka yang tidak terbiasa menghadiri rapat formal ini, pasti akan merasa malu kalau harus menyuarakan aspirasinya di depan banyak orang. Mereka juga takut dengan stigma serta potensi perlakuan diskriminatif yang bakal diterima anak-anaknya di sekolah.
Lain halnya andai wali murid diberikan akses privat agar bisa menegosiasikan sumbangan jika nilainya memberatkan kemampuan ekonomi mereka. Namun, sayangnya, hal itu agak sulit dilakukan jika sang anak tak termasuk kelompok siswa kurang mampu yang dijamin KIP.
Padahal, bukan hanya siswa yang tidak mampu saja yang berhak mendapatkan akses keringanan dan bantuan. Peserta didik yang termasuk dalam kelompok menengah bawah yang belum tersentuh bantuan dari pemerintah juga memiliki hak mendapatkan kesempatan serupa.
Adapun mengenai sumber pembiayaan, sudah jelas bahwa sumber pendanaan pendidikan berasal dari empat sumber, yaitu pemerintah, pemerintah daerah, orang tua siswa, dan pihak lain (swasta) yang memiliki perhatian dalam bidang pendidikan.
Orang tua peserta didik hanya salah satu dari empat sumber pembiayaan sekolah. Itu pun jika diminta, sumbangannya tak boleh memberatkan keuangan mereka.
Sayangnya, internal sekolah dan Komite Sekolah tidak pernah melakukan upaya yang maksimal untuk menggali potensi pendanaan di luar sumbangan dari wali murid. Mereka merasa jauh lebih mudah untuk menarik dana dari orang tua siswa karena mencari alternatif dana lain akan sangat memeras otak dan keringat.
Laporkan!
Banyak pasal mengenai pendidikan yang tidak sejalan dengan semboyan "sekolah gratis" yang dikampanyekan pemerintah. Beberapa di antaranya bahkan digunakan sebagai ladang guna mencari keuntungan pribadi. Akibatnya, jargon sekolah gratis kini seolah-seolah hanya menjadi ilusi.