Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ilusi Sekolah Gratis: Pungli dan Sengkarut Komite Sekolah

14 Desember 2022   12:45 Diperbarui: 14 Desember 2022   13:06 831
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi maraknya praktik pungli di sekolah-sekolah negeri di seluruh penjuru Indonesia. | Shutterstock/Ibenk_88 via Kompas.com

Pemerintah getol berkampaye tentang sekolah gratis kendati fakta di lapangan justru kerap berkata sebaliknya. Maraknya praktik pungutan liar, dengan dalih sumbangan pendidikan, sudah menjadi rahasia umum.

Program Wajib Belajar 12 Tahun adalah manifestasi pemenuhan iktikad negara seperti yang tertuang dalam UUD 1945. Pemerintah memiliki kewajiban untuk membuka akses pendidikan yang layak bagi seluruh warganya sebagai medium untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Namun, dalam usianya yang tidak lagi muda, program esensial itu hingga kini masih menyisakan segudang persoalan, seperti kurikulum yang berubah-ubah, pasal serta beleid yang tumpang tindih, dan maraknya pungutan liar (pungli) di sekolah-sekolah negeri.

Siapa pun menterinya, permasalahan itu terus berkelindan sampai-sampai sudah menjadi budaya yang dipandang sebagai standar umum. Bagaimana tidak, pungli yang sudah jelas-jelas dilarang, ternyata masih sangat banyak ditemui di sekolah-sekolah negeri di seluruh Indonesia.

Praktik pungli terselubung semacam ini marak dilakukan pihak Sekolah dengan dalih uang sumbangan. Adapun modus peruntukannya sangat beragam, seperti pembangunan gedung sekolah, program di luar kegiatan reguler pembelajaran di kelas, upah guru honorer, dll.

Pengalaman tidak menyenangkan inilah yang sempat dialami adik saya yang kini masih bersekolah di SMA negeri di area Jawa Timur. Setiap semester, adik saya diwajibkan guna membayar uang pungli senilai Rp.1,8 juta (Rp.300 ribu/bulan).

Sebagai wali murid, yang mewakili adik saya, saya tak pernah menerima rincian transparansi untuk apa saja dana pungli itu digunakan. Padahal, sebagai donatur, transparansi menjadi hak yang melekat yang harus diberikan tanpa diminta.

Sebutan pungli ini tentu amat beralasan karena ketika adik saya telat membayar, maka pihak sekolah akan menahan kartu ujiannya. Dengan kata lain, dia dilarang untuk mengikuti ujian jika uang pungli belum dibayarkan.

Meski pihak sekolah mengklaim bahwa pungutan ini sebagai sumbangan, tetapi dalam praktiknya, sekolah menetapkan nilai dan tenggat waktu pembayarannya. Dengan begitu, maka dalih sumbangan telah gugur dengan sendirinya.

Nahasnya, ancaman itu rutin dilakukan pihak sekolah terhadap siswa yang telat membayar uang pungli Komite Sekolah tiap kali akan memasuki ujian semester.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun