Jawabnya singkat dan langsung melesat ditelan kegelapan. Tak digubrisnya pandangan heran teman-teman kostnya. Tak dipedulikannya sahabatnya Syam akan menikah dengan Asther si pujaan hati. Tak peduli juga dengan hatinya yang terkoyak.
Dengan geram diletakkannya pantatnya lalu duduk diam-diam di batu kecil menatap rumah sepi di seberang jalan. Ingin diketuknya pintu yang tertutup rapat di sana, tapi yang dilakukannya hanya memainkan asap putih mengepul dari bibirnya.
Syam menyalakan kreteknya, sambil berdiri diam-diam mengawasi sahabatnya dari jauh, dari balik kegelapan malam bersimbah purnama. Mata awasnya terus mengawasi sahabatnya, menghela nafas, lalu berjalan mendekat. Setengah terkejut Jimmo melirik Syam.
"Mau ngapain kesini?" Jimmo galak.
"Nah, kamu sendiri ngapain jongkok di sini?"
"Aku duduk nih. Batunya kecil aja jadi keliatan jongkok."
"Aku tahu. Maksudku ngapain duduk di sini malam-malam?"
"Emang ada larangannya?"
Syam diam menatap sahabatnya. Dilemparnya puntung rokok ke tengah jalanan, lalu ikut menatap rumah kaca di kejauhan, kembali menatap sahabatnya yang masih duduk membeku.
"Kamu mencintainya kan?"
"Siapa?"