Mohon tunggu...
Mia Rosmayanti
Mia Rosmayanti Mohon Tunggu... -

semuanya adalah tentang rasa lelah dan jenuh. khayalan yang terlalu sayang untuk hilang begitu saja.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Apel

27 Agustus 2015   19:53 Diperbarui: 27 Agustus 2015   19:53 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Bagaimana, ada tidak??” tanyaku mengolok.

“Bulan sabit ya?” ucapnya tiba-tiba.

“Eh, maksudnya apa?” aku sedikit kikuk mendengarnya. Aku membolak-balikkan tanganku mencari bulan sabit itu denganbingung tapi, aku sama sekali tak melihat apa-apa.


“Coba kita lihat dulu, apa artinya?” ucapnya sembari membuka buku tua yang kelihatan lusuh itu.


“Bu-lan saa-bit, ketemu!” ucapnya menunjuk sebuah halaman. Ia memintaku untuk membacanya. Aku menelan ludah melihat isi buku itu, tulisan itu benar-benar tak bisa kukenali. Aku menggeleng pasrah, huruf itu hanya terdiri dari garis-garis vertikal dengan siratan horizontal yang sama sekali tak aku mengerti.


“Aku tidak bisa membacanya,” ucapku memberikan buku itu pada Bima.


“Kamu tidak bisa membacanya? Baiklah akan kubacakan,” ucapnya seolah tak percaya jika aku benar-benar tak bisa membaca tulisan ini.


Cresentia. Simbol keagungan, penguasa atas segala elemen. Pemilik sayap putih dari negeri bulat nan biru yang terdampar di tepi pantai terlilit akar. Seseorang yang sedang bersama pengendali api, yang berlari terseret lelah,” matanya tiba-tiba tertuju padaku. Tak lama, ia melanjutkan membaca buku aneh itu.


“Putri tercantik dari segala penjuru yang menyelinap pada gua berbatu kapur. Tubuhnya dibalut dedaunan hijau maha cantik, tertata lubang pada senyumnya. Terlindung kecantikannya atas segala jagat raya. Bola matanya terbentuk dari aurora, rambutnya hasil siratan ekor komet, keelokannya dibentuk oleh cincin-cincin saturnus. Ia dilindungi semesta. Saat laut bermandikan cahaya bulan purnama, di situ sang putri akan mandi.” Bima menutup buku itu.


“Kamu adalah pengendali semua elemen,” ucapnya sembari menyimpan buku tua itu ke sebuah rak kapur pada gua.


“Aku masih tak mengerti, aku juga tak melihat ada tanda-tanda pada tanganku,” Ucapku sembari menggaruk kepala.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun