Mohon tunggu...
Mia Rosmayanti
Mia Rosmayanti Mohon Tunggu... -

semuanya adalah tentang rasa lelah dan jenuh. khayalan yang terlalu sayang untuk hilang begitu saja.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Apel

27 Agustus 2015   19:53 Diperbarui: 27 Agustus 2015   19:53 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


“Aku bisa kok!” bandelku dengan ceroboh mengontrol sayap ini dengan tak seimbang, aku kembali masuk ke laut ini.


“Sudahlah! Ayo cepat ke sini,” ucap Bima dengan agak putus asa.


“Bagaimana dengan sayapku? Aku tak bisa menghilangkannya!” ucapku sedikit ragu karena Bima memintaku untuk ke hamparan pasir itu lagi.


“Kalau kamu mau tahu, lekaslah ke sini. Nanti kamu akan segera mengetahui caranya,” ucapnya sembari menjulurkan tangan kekarnya itu.


Aku berjalan mendekat ke arahnya. Air laut yang sedari tadi membalut tubuhku segera tertinggal seiring banyaknya langkahku. Tepat saat kakiku memijak pasir tanpa air itu, sayapku lenyap. Aku loncat kegirangan melihat keajaiban yang terjadi padaku, aku tak pernah membayangkan bahwa nantinya aku akan memiliki sayap. Bima hanya menatap tingkahku yang kekanak-kanakan dengan tawa geli.


“Hei!! Kenapa menertawakanku?” tanyaku memasang muka judes sembari duduk di sampingnya.


“Sepertinya kamu sangat senang memiliki sayap itu,” ucapnya menatap bulan yang bersinar dalam-dalam.


“Tentu saja, dengan sayap ini aku bisa pergi ke mana pun aku mau,” ucapku penuh semangat.


Aku duduk di bawah remang-remang cahaya bulan ditemani Bima. Aku baru merasakan memiliki orang yang bisa aku ajak bicara saat ini, bukan lagi berbicara pada bayangan sendiri saat berdiri di depan kaca. Aku merasa aneh dengan semua yang terjadi hari ini tapi, aku memutuskan untuk tidak memikirkan bahkan mencari tahu apa yang terjadi sebenarnya. Aku sangat menikmati semua ini hingga mataku terlelap di bahu kekar milik Bima. Aku bisa merasakan degupan jantung yang teramat keras saling berpacu antara jantung milikku dan miliknya.


Hingga tiba-tiba Bima menjatuhkanku dari bahunya. Aku tersentak kaget melihat Bima berdiri dengan tatapan kaku menuju bulan, mataku sontak ikut mencari tahu. Bulan itu terhadang oleh makhluk bersayap hitam pekat, matanya merah menyala. Iblis.

“Oh!! Jadi ada titisan Dewi Bulan yang baru di sini?” ucap iblis itu sembari mendekat. Bima masih diam. Walaupun diam, aku bisa melihat jelas bahwa Bima tetap berjaga-jaga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun