Pada masa.itu bahasa Melayu sudah banyak digunakan para pemimpin nasional Indonesia, terutama di lingkungan pergerakan Islam. Seperti di linkungan Syarikat Islam H. O. S. Tjokroaminoto selalu menggunakan bahasa Melayu. Mungkin karena para pemimpin dan mayoritas pengikut Islam tidak mengenyam pemdidikan sekolah Belanda. Penggunaan bahasa Melayu belum disadari pentingnya.
Muhammad Yamin dalam tulisan-tulisannya di majalah Jong Sumatra pada sekitar tahun 1918 menyerukan penggunaan bahasa Melayu. Setelah penggunaan bahasa Belanda pada sekitar tahun 1920-an, penggunaan bahasa Melayu dilakukan dengan lebih sadar. Para pemimpin pergerakan nasional dalam pidato-pidato dan tulisannya mulai banyak yang menggunakan bahasa Melayu.
Sebelum tahun 1920-an para pejuang kemerdekaan Indonesia seperti Soewardi Soerjaningrat, Dokter Tjipto Mangoenkoesoemo,dan lain-lain lebih fasih dan lebih banyak menggunakan bahasa Belanda dalam pidato-pidato dan tulisan-tulisannya.Â
Mulai dari tahun 1920 an para pejuang sepertu Haji Agus Salim, Abdul Muis, Tan Malaka, dan lain-lain lebih umum menggunakan bahasa Melayu dalam tulisan-tulisan dan pidato-pidatonya, sehingga membantu perkembangan bahasa Melayu menjadi Bahasa Indonesia.Â
Soekarno telah membuat bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia yang hidup, lincah, lentur, mudah dicerna, bukan hanya oleh orang-orang Sumatra atau Kepulauan Riau, melainkan juga oleh orang-orang yang berasal dari wilayah lain di seluruh Nusantara. Soekarno telah membuat Bahasa Indonesia menjadi lebih populer.
Pada tahun 1920-an beredar roman-roman terbitan Balai Pustaka, seperti Azab dan Sengsara karya Merari Siregar, dua tahun kemudian terbit Siti Nurbaya karya Marah Rusli, Muda Teruna kaya M. Kasim, dan Apa Dayaku Karena Aku Perempuan karya Nursinah Iskandar (nama samaran Nur Sutan Iskandar terbit tahun 1922. Roman-roman Balai Pustaka menggunakan bahasa Melayu Tinggi, bahasanya dengan tertib mengikuti bahada tulisan.
Roman adalah bentuk sastra Eropa yang berkembang pesat sekitar anad ke - 18 - 19, dan digemari juga di Nederlandsch Indie. Pengaruhnya tampak dalam prosa dan puisi. Pada tahun 1920-an Muhammad Yamin, Sanusi Pane, Mohammad Hatta, Rustam Efendi, dan lain-lain banyak menulis Soneta (bentuk puisi berasal dari Italia, digemari di Inggrus dan Belanda).
Usaha Balai Pustaka mengalami kemajuan, sampai Perang Dunia II pecah. Balai Pustaka tidak hanya menerbitkan buku-buku bacaan seperti roman, tetapi juga menerbitkan majalah-mahalah Seri Pustaka, Panji Pustaka, Â dan buku-buku penuntun bercocok tanam, pemeliharaan kesehatan, yang banyak membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.
Perlahan tapi pasti bahasa Melayu berkembang menuju ke Bahasa Indonesia. Banyak hal di luar bahasa Melayu yang mendorong pesatnya perkembangan bahasa Melayu menjadi Bahasa Indonesia. Terutama dari pergerakan politik kemerdekaan Indonesia yang dicita-citakan hanya akan terwujud bila seluruh Bangsa Indonesia yang terdiri dari banyak  suku bangsa itu bersatu.Â
Selain kesatuan dalam cita-cita dan semangat perjuangan, dibutuhkan alat pemersatu dalam menyatakan perasaan, pikiran, dan kehendak, alat itu adalah bahasa. Bangsa Indonesia harus memiliki bahasa kebangsaan, bahasa milik seluruh Bangsa Indonesia.
Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jomg Islamieten Bond, Jomg Ambon, Sekar Rukun, Pemuda Kaum Betawi, Jong Celebes, dan perhimpunan pemuda lainnya kemudian bersatu dalam Indonesia Muda.Â