Mohon tunggu...
Wahyu Barata
Wahyu Barata Mohon Tunggu... Penulis - Marketing Perbankan

Wahyu Barata.Lahir di Garut 21 Oktober 1973. Menulis puisi, cerita pendek,dan artikel. Tulisan-tulisannya pernah dimuat di Sari Kata, majalah Aksara , Media Bersama, Kompas, Harian On Line Kabar Indonesia, beberapa antologi bersama, dan lain-lain.Kini bekerja sebagai marketing perbankan tinggal di Bandung.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Sejarah Awal Perkembangan Bahasa dan Sastra Indonesia

28 Desember 2019   23:15 Diperbarui: 28 Desember 2019   23:19 3437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lalu sampai sekarang pengaruh bahasa Inggris juga sangat besar di kalangan masyarakat Indonesia. Sangat banyak penggunaan kata-kata dari bahasa Inggris di samping penggunaan kata-kata dari Bahasa Indonesia yang sama artinya. Kadang-kadang kita mendengar dan melihat orang Indonesia menggunakan bahasa Inggris saat berbicara, menulis, atau dalam berpidato.

Kata-kata serapan dari bahasa Belanda dan Inggris,atau internasional biasanya sangat diperlukan  dalam bahasa ilmiah. Kita sering sangat sulit menterjemahkan kata-kata bahasa asing itu. Biasanya kita tempuh jalan menyerap kata-kata bahada asing itu dan menuliskannya menurut ejaan Bahasa Indonesia ( kata-kata bahasa asing itu diIndonesiakan).

Kita tidak bisa menyalahkan kata-kata dari bahasa asing, karena mungkin saja dibutuhkan kata-kata baru untuk untuk teknik, pertanian, pengobatan, pengajaran, dan lain-lain. Asal tidak merusak tatanan bahasa.

Tetapi karena bahasa Melayu pun sudah tersebar dan sudah menjadi bahasa sebagian besar penduduk Nederlandsch Indie, Gubernur Jendral Rochussen menetapkan bahasa Melayu menjadi bahasa di sekolah untuk mendidik calon pegawai negri Bumi Putra.

Pada pertengahan abad ke - 19 pers terutama surat kabar berkembang pesat, hingga prosa baku dan praktis digunakan untuk menyiarkan peristiwa sehari-hari. Ditambah pengaruh bacaan sastra Eropa, melalui Belanda. Banyak wartawan dan pengarang menggunakan bahasa prosa untuk bercerita. 

Awalnya mungkin mereka tidak menyadari menulis karya sastra, lama-lama jenis cerita ini berkembang pesat setelah peminatnya sangat banyak. Roman pertama yang mengisahkan kehidupan nyata sehari-hari itu awalnya dimuat sebagai cerita bersambung di surat kabar-surat kabar, ditulis dalam bahasa Melayu Rendah,  bukan menggunakan bahasa Melayu Tinggi, bahasanya sulit disebut bahasa Melayu murni.

Banyak di antara pengarang menulis roman-roman pertama pada akhir abad ke -  19 ( awal abad ke - 20)  itu bukan dari Sumatra atau Kepulauan Riau. Ada yang berasal dari Jawa, Ambon,  dan Indo. Seperti Pangrmanan, wartawan mahir dari Manado, menulis cerita-cerita roman. G. Francis seorang Indo menulis roman Nyai Dasima (1896), konon ditulis berdasarkan peristiwa nyata di Betawi. H. Moekti menulis Hikayat Siti Mariah, hikayat ini tidak sama bentuk dan bahasanya dengan hikayat-hikayat dalam sastra Melayu klasik. Ada juga cerita-cerita Boesono dan Nyai Permana karya Raden Mas Tirto Adisoerjo, cerita-cerita ini sebelumnya dimuat sebagai cerita bersambung fi surat kabar Medan Prijaji terbitan Bandung.

Pada tahun 1901 ejaan resmi bahasa Melayu disusun oleh Ch. van Ophuysen, dimuat dalam Kitab Logat Melayu. Memantapkan kedudukan bahasa Melayu yang oleh Gubernemen Belanda ditetapkan sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah Bumi Putra.

Pada tahun 1908 pemerintah Belanda mendirikan badan penerbit buku-buku bacaan bernama Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat). Pada tahun 1917 Commissie voor de Volkslectuur diubah namanya menjadi Balai Pustaka.

Pada tanggal 25 Juni 1918 terbit ketetapan Ratu Belanda untuk membebaskan anggota-anggota Dewan Rakyat (Volksraad) untuk menggunakan nahasa Melayu ( Bahasa Indonesia) dalam perundingan-perundingan. Ketetapan itu merupakan reaksi kerajaan Belanda atas gagasan yang dicetuskan anggota Dewan Rakyat Bangsa Indonesia, didorong hasrat memperjuangkan diakuinya Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.

Para pemimpin pergerakan kebangsaan di Hindia Belanda semakin giat memperjuangkan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional, yang sejak ratusan tahun telah menjadi bahasa pergaulan atau bahasa perhubungan (lingua franca) di antara suku bangsa-suku bangsa di seluruh Nusantara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun