A. Â Latar Belakang
Teori pembelajaran behaviorisme merupakan salah satu pendekatan yang sangat berpengaruh dalam dunia pendidikan, terutama pada abad ke 20, dan hingga kini masih relevan dalam berbagai konteks pembelajaran. Teori ini berfokus pada pemahaman bahwa perilaku manusia dapat diamati, dijelaskan, dan dimodifikasi melalui hubungan antara stimulus dan respons. Dengan kata lain, perilaku dianggap sebagai hasil dari proses pembelajaran yang dipengaruhi oleh interaksi individu dengan lingkungannya. Pendekatan ini mengesampingkan faktor internal seperti pikiran, emosi, atau motivasi, dan lebih menitikberatkan pada perilaku yang dapat diukur secara objektif. Konsep ini memiliki kontribusi besar dalam mengembangkan metode pengajaran, seperti pemberian reward dan punishment, yang bertujuan untuk memperkuat atau menghilangkan perilaku tertentu. Dalam praktiknya, teori ini digunakan dalam berbagai setting pendidikan, termasuk di kelas tradisional, pelatihan keterampilan, hingga terapi perilaku, dengan harapan dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif untuk pencapaian hasil yang diinginkan.
Konsep utama dari teori ini dikembangkan oleh tokoh-tokoh seperti John B. Watson, Ivan Pavlov, dan B.F. Skinner. Mereka berpendapat bahwa perilaku dapat dipelajari dan diubah melalui proses pengkondisian, baik itu pengkondisian klasik maupun operan. Teori ini cenderung melihat pembelajaran sebagai sesuatu yang dapat diukur secara objektif, tanpa perlu memperhatikan proses internal seperti emosi atau motivasi, yang menurut mereka sulit untuk diobservasi secara langsung.
Karakteristik utama teori behaviorisme mencakup fokus pada perubahan perilaku yang tampak, penggunaan penguatan (reinforcement) dan hukuman (punishment) dalam proses pembelajaran, serta penerapan metode eksperimen untuk memahami bagaimana manusia dan hewan belajar dari lingkungannya. Di dalam konteks pendidikan, teori ini sering diterapkan dalam bentuk pemberian penghargaan dan hukuman untuk memotivasi siswa, serta dalam pengembangan materi pembelajaran yang disusun secara bertahap untuk memudahkan pemahaman.
Penerapan teori behaviorisme dalam pendidikan memiliki peran penting, terutama dalam pembelajaran terstruktur dan sistematis, seperti penggunaan drill (latihan berulang) dan metode penilaian berbasis perilaku. Meskipun teori ini mendapatkan kritik karena cenderung mengabaikan aspek kognitif dan emosional dalam pembelajaran, behaviorisme tetap menjadi fondasi dalam banyak teknik pengajaran yang digunakan hingga saat ini.
Pentingnya memahami teori behaviorisme tidak hanya terbatas pada konteks pendidikan formal, tetapi juga meluas ke berbagai aspek kehidupan, seperti pelatihan di tempat kerja, program terapi perilaku, hingga metode modifikasi perilaku dalam setting klinis. Pemahaman yang baik mengenai konsep, karakteristik, dan penerapannya dapat membantu pendidik dan praktisi dalam merancang strategi pembelajaran yang lebih efektif serta tepat guna dalam meningkatkan hasil belajar peserta didik.
B. Â Konsep Pembelajaran Behaviorisme
Teori belajar behaviorisme memandang bahwa perubahan perilaku pada anak ketika belajar merupakan hasil dari pengalaman atau proses yang dilalui ketika kegiatan pembelajaran berlangsung. Pencetus teori behaviorisme adalah Gagne dan Berlin. Tokoh-tokoh aliran behavorisme yang terkenal di antaranya yaitu John Broades Watson, Edwar Lee Thorndike, Ivan Petrovich Pavlov, Burrhus Frederic Skinner, Clark Hull, Albert Bandura, dan Edwin Guthrie (Herpratiwi, 2016: 3-9).
Teori belajar behaviorisme adalah perubahan perilaku pada peserta didik dapat diamati, diukur, dan dinilai secara konkret. Perubahan perilaku ini dipicu oleh stimulus atau rangsangan yang menyebabkan terbentuknya hubungan reaktif berdasarkan prinsip-prinsip mekanistik (Thobroni & Mustofa, 2011: 64-66). Stimulus atau rangsangan dalam teori belajar behaviorisme adalah lingkungan belajar anak, baik internal maupun eksternal, yang memicu terjadinya proses belajar. Respon atau perilaku reaktif adalah hasil atau dampak yang timbul sebagai respons terhadap stimulus yang berikan tersebut.
Thobroni & Mustofa (2011: 65) menjelaskan bahwa teori belajar behaviorisme memiliki beberapa prinsip yang sering digunakan dalam dunia pendidikan seperti:
1. Â Proses belajar dapat dikatakan berhasil apabila peserta didik ikut berpartisipasi aktif dalam pembelajaran tersebut.
2. Materi pelajaran disusun dalam bagian-bagian kecil dan diatur berdasarkan urutan yang masuk akal agar mudah dipahami peserta     didik.
3. Setiap respon yang diberikan oleh peserta didik perlu diberikan umpan balik agar peserta didik tahu apakah respon yang telah          diberikan tersebut benar atau belum.
4. Setiap respon benar yang diberikan oleh peserta perlu diberi penguatan.