“Kamu suruh aku pelan-pelan? Kalau gitu, kayaknya kamu bakal salat subuh jam sepuluh,” sindirku. Aza masih betah memeluk selimutnya.
“Ck, ya udah, deh. Makasih, ya, udah bangunin aku,” balasnya. Aku terkekeh lagi karena wajah kesalnya.
“Ayo buruan, kita salat berjamaah. Kamu jadi imam, hehe,” kataku sambil buru-buru melesat ke kamar mandi.
“Gitu, ya, Cha? Enggak mau, pokoknya kamu! Aku udah jadi imam kemarin!”
Teriakan Aza terdengar sampai kamar mandi, dan aku terbahak karena omelannya.
*******************
Dentingan sendok yang berkolaborasi dengan piring, bergema di ruang makan sederhana ini. Masing-masing dari kami menyatap sarapan dengan khidmat. Lantunan ayat-ayat suci Al-quran mengudara melalui radio, memenuhi apartemen kecil ini.
“Eh, Cha.”
“Hmmm,” jawabku yang terus asik mengyunyah makanan.
“Abis ngampus, kita ke Persian Palace¹, aku traktir,” lanjut Aza.
Mulutku berhenti mengunyah dan mataku terbuka lebar tanpa perintah. Aku tatap kawan di depanku itu.