Mohon tunggu...
Khadijah NIM 121221012
Khadijah NIM 121221012 Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Universitas Dian Nusantara

Mahasiswi Universitas Dian Nusantara Tanjung Duren, Dosen Pengampu Prof. Dr. Apollo Daito, M.Si.Ak, Jurusan Akuntansi, Mata Kuliah Akuntansi Perpajakan

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Memahami dan Menjelaskan Akuntansi Pajak PPn dan PPnBM

9 Juni 2024   22:01 Diperbarui: 9 Juni 2024   22:11 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pajak Pertambahan Nilai (PPn)

Definisi PPn


Pajak Pertambahan Nilai atau PPn adalah pungutan yang dibebankan atas transaksi jual beli barang dan jasa  yang dilakukan oleh wajib pajak pribadi atau wajib pajak badan yang telah menjadi PKP (Pengusaha Kena Pajak)

Objek PPn

  • Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
  • Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang  dilakukan oleh pengusaha.
  • Impor Barang Kena Pajak
  • Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
  • Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di  dalam Daerah Pabean
  • Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh pengusaha kena pajak.
  • Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh  pengusaha kena pajak.
  • Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak

Prinsip Dasar PPn

PPn dikenakan pada setiap tahap produksi atau distribusi barang dan jasa, mulai dari produsen hingga konsumen akhir. Berikut adalah prinsip dasar dalam akuntansi PPn:

1. Penjualan (Output Tax)

Ketika perusahaan menjual barang atau jasa, mereka mengenakan PPn kepada pembeli. Jumlah PPn yang dipungut disebut sebagai PPn Keluaran.

  • Contoh: Jika perusahaan menjual produk senilai Rp 1.000.000 dan tarif PPn adalah 10%, maka PPn Keluaran adalah Rp 100.000.

2. Pembelian (Input Tax)

Ketika perusahaan membeli barang atau jasa yang dikenakan PPn, mereka membayar PPn kepada pemasok. Jumlah PPn yang dibayar disebut sebagai PPn Masukan.

  • Contoh: Jika perusahaan membeli bahan baku senilai Rp 500.000 dan tarif PPn adalah 10%, maka PPn Masukan adalah Rp 50.000.

3. Perhitungan Pajak

  • Pada akhir periode pajak, perusahaan harus menghitung selisih antara PPn Keluaran dan PPn Masukan.
  • Jika PPn Keluaran > PPn Masukan, perusahaan harus membayar selisihnya kepada pemerintah.
  • Jika PPn Masukan > PPn Keluaran, perusahaan dapat mengklaim pengembalian pajak (refund) atau mengkreditkan selisih tersebut untuk periode pajak berikutnya.

4. Pencatatan Akuntansi

  • Saat penjualan

     Debit: Piutang Usaha (Total Penjualan + PPn)

     Kredit: Penjualan (Nilai Penjualan)

     Kredit: PPn Keluaran (PPn)


  • Saat pembelian:

Debit: Persediaan/Beban (Nilai Pembelian)

Debit: PPn Masukan (PPn)

Kredit: Utang Usaha (Total Pembelian + PPn)

     

Tarif PPN

Tarif Pajak Pertambahan Nilai terbagi menjadi dua yaitu tarif umum dan tarif khusus.

Sesuai Pasal 7 UU PPN No. 42 Tahun 2009 disebutkan besar tarif PPN sebagai berikut:

  • Tarif umum 10% untuk penyerahan dalam negeri
  • Tarif khusus PPN Ekspor 0% diterapkan atas ekspor BKP berwujud maupun tidak berwujud, dan ekspor JKP.
  • Tarif Pajak sebesar 10% dapat berubah menjadi lebih rendah, yaitu 5% dan paling tinggi 15% sebagaimana diatur oleh Peraturan Pemerintah.

Melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan ( UU HPP ), pemerintah menaikkan tarif PPN secara bertahap, yakni:

1. Tarif Umum

  • Tarif PPN 11% berlaku mulai 1 April 2022
  • Tarif PPN 12% paling lambat diberlakukan 1 Januari 2025

2. Tarif Khusus

Sedangkan tarif khusus untuk kemudahan dalam pemungutan PPN, atas jenis barang/jasa tertentu aau sektor usaha tertentu diterapkan tarif PPN final, misalnya 1%, 2% atau 3% dari peredaran usaha, yang diatur dengan PMK.

Batas Waktu Penyetoran PPN

  • Batas Waktu Penyetoran PPN : Pada Akhir Bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir dan sebelum SPT Masa PPN disampaikan.
  • Batas Waktu Pelaporan PPN : Akhir Bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.

Saat Terhutang PPN 

1. Saat Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.

2. Saat Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.

3. Saat Impor Barang Kena Pajak

4. Saat Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean

5. Saat Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean

6. Saat Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh pengusaha kena pajak.

7. Saat Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh pengusaha kena pajak.

8. Saat Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak

Pasal 2 ayat (1) PER 03/2022 disebutkan PKP yang menyerahkan BKP dan/atau JKP wajib memungut PPN yang terutang dan membuat Faktur Pajak sebagai bukti pungutan PPN.

  • Faktur Pajak Penjualan. Faktur Pajak Penjualan adalah dokumen yang dibuat oleh PKP Penjual yang telah memungut PPN saat melakukan transaksi atau penjualan barang/jasa kena paj
  • Faktur Pajak Pembelian. Faktur Pajak Pembelian adalah dokumen yang  diterima oleh PKP Pembeli atau pengusaha kena pajak yang membeli barang/jasa kena pajak.

Pengkreditan Pajak Masukan

Pajak Masukan dikreditkan pada masa pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan

  • Pajak Keluaran > Pajak Masukan

Ketika terjadi selisih dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak sebagai PPn Masa Terutang

  • Pajak Keluaran < Pajak Masukan

Ketika terjadi selisih kelebihan pajak yang dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya.

Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)

Definisi PPnBM

Pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) adalah pajak yang dikenakan pada barang yang tergolong mewah kepada produsen atau mengimpor barang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.

Dasar Hukum PPnBM

PPnBM memiliki dasar hukum yang sama dengan PPN, yaitu Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, yang sudah diganti atau dicabut dengan UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Perpajakan (UU HPP). Di dalam undang-undang tersebut diatur mengenai objek pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, ketentuan tarif secara umum, hingga cara pemungutan pajak.  Selain itu, terdapat PMK No. 05/PMK.010/2022 yang mengatur PPnBM ditanggung oleh pemerintah di tahun 2022 ini. 


Objek PPnBM

  • Penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkann barang tersebut di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya
  • Impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah.

Tarif dan Batas Waktu Pelaporan

Tarif PPnBm sesuai dengan peraturan yang berlaku :

Tarif Pajak PPNBm ditetapkan paling  rendah 10% paling tinggi 200%

Pajak barang mewah tarif sesuai golongan barang

  • Kendaraan umum, alat rumah tangga dll = 10%
  • Apartemen, hunian mewah, townhouse, dll = 20%
  • Kendaraan berat seperti truk, pick up, dll = 25%
  • Tas mewah, kristal, barang bahan kulit, dll = 35%
  • Balon udara, pesawat tanpa tenaga penggerak, dll = 40%
  • Jet pribadi, helicopter, dll = 50%
  • Kapal pesiar, kapal feri, yacht, dll = 75%

1. Batas Waktu Penyetoran PPnBM : Akhir Bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir dan sebelum SPT Masa PPnBM disampaikan

2. Batas Waktu Pelaporan PPN dan PPnBM : Akhir Bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir

Saat Terhutang PPnBM :

1. Saat penyerahan Barang Kena Pajak yang  tergolong mewah

2. Saat Impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah


Mekanisme Pemungutan Pajak Penjualan atas Barang Mewah

Proses pemungutan pajaknya terbagi menjadi beberapa mekanisme, di antaranya pemungutan oleh pengusaha kena pajak (PKP) dan pemungutan PPnBM oleh pihak pemungut.

1. Pemungutan Pajak Barang Mewah oleh PKP

Pemungutan pajak barang mewah oleh PKP mirip seperti PPN, yang mana PKP produsen yang menyerahkan bkp tergolong mewah, menerbitkan faktur pajak kepada pihak pembeli dan melaporkan pungutan pajak atas transaksi tersebut di dalam SPT Masa pajak. Faktur pajak yang digunakan untuk transaksi penyerahan bkp tergolong mewah ini adalah faktur pajak dengan kode 01.

2. Pemungutan Pajak Barang Mewah oleh Pihak Pemungut

Dalam mekanisme pemungutan ini, terdapat tiga pihak yang dikategorikan sebagai pemungut PPnBM, yaitu:

  • Bendaharawan pemerintah dan kantor pelayanan perbendaharaan negara (KPPN)
  • Pemegang kuasa/izin atau kontraktor
  • Badan usaha milik negara (BUMN)

Pada dasarnya, PKP produsen wajib menerbitkan faktur pajak dan surat setoran pajak (SSP), kemudian dibuat dalam beberapa rangkap untuk diserahkan kepada pihak-pihak terkait.

Karakteristik

1. Barang Kena Pajak (BKP)

PPnBM hanya dikenakan pada barang-barang tertentu yang diklasifikasikan sebagai barang mewah oleh pemerintah.

  • Contoh barang yang dikenakan PPnBM: mobil mewah, perhiasan, produk elektronik tertentu, dll.

2. Pencatatan Akuntansi

Penjualan barang mewah yang dikenakan PPnBM dicatat dengan memisahkan antara nilai penjualan, PPn, dan PPnBM.

  • Contoh:

     Debit: Piutang Usaha (Total Penjualan + PPn + PPnBM)

     Kredit: Penjualan (Nilai Penjualan)

     Kredit: PPn Keluaran (PPn)

     Kredit: PPnBM Keluaran (PPnBM)

     

3. Pembayaran Pajak

Seperti PPn, PPnBM yang dipungut oleh penjual harus disetorkan kepada pemerintah. Biasanya dilakukan bersamaan dengan pelaporan PPn.

Contoh Perhitungan dan Pencatatan

  • Contoh: Penjualan Barang Mewah

Penjualan mobil mewah dengan harga jual Rp 1.000.000.000.

Tarif PPn: 10%

Tarif PPnBM: 20%

Perhitungan

  • PPn = 10% x Rp 1.000.000.000 = Rp 100.000.000
  • PPnBM = 20% x Rp 1.000.000.000 = Rp 200.000.000
  • Total tagihan kepada pelanggan = Rp 1.000.000.000 + Rp 100.000.000 + Rp 200.000.000 = Rp 1.300.000.000

Pencatatan

  • Debit: Piutang Usaha 1.300.000.000
  • Kredit: Penjualan 1.000.000.000
  • Kredit: PPn Keluaran 100.000.000
  • Kredit: PPnBM Keluaran 200.000.000

Pembayaran Pajak

  • PPn sebesar Rp 100.000.000 disetorkan kepada pemerintah.
  • PPnBM sebesar Rp 200.000.000 disetorkan kepada pemerintah.


Implikasi bagi Perusahaan

1. Manajemen Keuangan
Perusahaan harus memiliki sistem yang baik untuk mencatat, mengumpulkan, dan menyetor PPn dan PPnBM. Kesalahan dalam pengelolaan pajak dapat mengakibatkan denda atau sanksi dari otoritas pajak.

2. Kepatuhan Pajak
Penting bagi perusahaan untuk memastikan bahwa mereka mematuhi semua peraturan pajak yang berlaku, termasuk pelaporan dan pembayaran PPn dan PPnBM tepat waktu.

3. Efisiensi Operasional
Dengan memahami perbedaan dan persyaratan masing-masing pajak, perusahaan dapat mengoptimalkan proses bisnis mereka untuk mengurangi beban administrasi dan menghindari masalah hukum.

Kesimpulan

PPn dan PPnBM adalah dua jenis pajak yang penting dalam sistem perpajakan di Indonesia, masing-masing dengan karakteristik dan tujuan yang berbeda. PPn dikenakan pada semua barang dan jasa pada setiap tahap produksi dan distribusi, sedangkan PPnBM dikenakan khusus pada barang-barang mewah. Pencatatan akuntansi untuk kedua pajak ini harus dilakukan dengan tepat untuk memastikan kepatuhan pajak dan pelaporan yang akurat. Perusahaan perlu memahami dan mengelola kedua jenis pajak ini dengan baik untuk memastikan kelancaran operasional dan kepatuhan terhadap peraturan perpajakan yang berlaku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun