Selesai sudah upacara. Adalvino melepas topi yang ia kenakan, lalu melangkah meninggalkan lapangan di tengah lautan siswa yang saling bertubrukan menuju ke kelas masing-masing. Ditengah keramaian itu, ada sesuatu yang menubruk tubuhnya, lalu, bruk!
        "Aww!" terlihat seorang gadis sedang memegangi lutut dan sikutnya yang berdarah sambil meringis. Ia terduduk di tengah lapang, merasa linu untuk berdiri.
        "Arunika? Maaf, kamu jadi berdarah," Adalvino menghampiri gadis itu, lalu berusaha membantunya untuk berdiri. Adalvino membopongnya menuju ke UKS untuk mengobati luka-lukanya.
        "Makasih ya Adalvino, sudah bantu aku kesini," Arunika tersenyum sampai matanya hanya segaris.
        "Emang salahku juga kok. Kelas kita sebelahan kan? Kamu udah selesai di obati, kita ke kelas bareng aja. Masih susah jalan?" Adalvino merasa bersalah dan khawatir.
        "Yaudah ayo, makasih sekali lagi ya, Adalvino."
        Mereka berjalan meninggalkan ruang UKS yang sumpek. Berjalan menyusuri koridor menuju kelas mereka masing-masing. Kedua orang itu melewati kelas XI-Sience A, kelas Adalvino. Arunika merasa heran, kenapa Adalvno tidak masuk ke kelasnya, dan malah terus berjalan dengannya.
        "Lho, kelasmu udah kelewat," Arunika menegur Adalvino
        "Kalau kamu jatuh lagi gimana?" Adalvino hanya menatap lurus ke depan
        Mereka berjalan menuju kelas XI-Sience B, kelas Arunika. Setelah sampai di depan pintu, Adalvino pun pamit pergi. Adalvino kembali ke kelasnya, lalu duduk di bangkunya dan siap-siap untuk belajar. Adalvino duduk di barisan ketiga dekat jendela yang menghadap langsung ke arah lapang.
        Bu Jen masuk ke kelas Adalvino untuk memulai pelajaran. Adalvino memperhatikan pelajaran yang diberikan dengan serius. Saat sedang belajar, tidak ada yang bisa mengganggunya karena fokusnya hanya ditujukan pada pelajaran.