Sudah dua minggu setelah kejadian di restoran itu. Dan mulai hari ini, Adalvino serta ketiga temannya yang menjadi perwakilan Provinsi Bali mulai menjalani karantina kembali. Semuanya sangat fokus dan belajar dengan giat. Tak jarang mereka bergadang semalaman hanya untuk memecahkan sebuah soal.
        Adalvino masih belum bisa melupakan kejadian di restoran itu. Pikirannya benar-benar kacau. Saat ini ia sedang berjalan di tepi pantai sendirian untuk menenangkan pikiran. Bimbingan hari ini memang selesai lebih cepat karena Pak Anton sedang ada perlu.
        Adalvino duduk di atas pasir putih itu sambil memandang ke kejauhan. Saat fikirannya sedang tenggelam dalam lamunan, tiba-tiba sesuatu menabraknya dan bruk!
        "M-maaf k-kakk.... Aku ga sengaja...." Terlihat seorang gadis kecil sedang menangis sambil berusaha mengangkat sepeda yang menimpa kakinya.
        Adalvino terkejut saat melihat anak yang menabraknya dengan sepeda itu adalah anak yang dua minggu lalu dilihatnya di restoran. Terlihat darah keluar dari tungkai anak itu, tanpa pikir panjang Vino mengangkatnya anak itu dan membawanya ke jongko terdekat untuk membeli P3K untuk membersihkan luka itu.
        Dibersihkannya luka itu dengan hati-hati, sambil meneteskan alcohol ke atas kapas, Adalvino bertanya, "Siapa namamu?" sambil meringis menahan rasa sakit, anak itu menjawab "Caca," Adalvino tersenyum melihat ekspresi Caca yang menahan rasa pedih saat Vino membersihkan lukanya.
        "Caca sama siapa kesini?"
        "Sama papi," jawabnya polos
        "Terus papinya ada dimana sekarang?"
        "Tadi bilang mau beli jagung, tapi Caca gatau lagi papi kemana." Jawab Caca lagi lewat bibir mungilnya.
        Adalvino kemudian meminta Caca untuk menunggu dan jangan pergi kemana-mana. Ia berniat mencari ayahnya. Entah kenapa, Adalvino merasa harus bertemu dengan sang ayah.