Â
BAGIAN 3
KENANGAN HARI ITU
        Anak kecil itu duduk di kursi depan rumahnya sambil menopang dagu. Kakinya yang mungil melayang diatas kursi yang terlalu tinggi untuknya. Bocah berumur lima tahun itu sedang menunggu ibunya. Kini ia merebahkan kepalanya diatas meja, ia mulai bosan. Sudah berjam-jam ia menunggu wanita kesayangannya itu muncul dari balik pagar namun tak kunjung datang.
        Ia melangkah ke pekarangan untuk menghilangkan rasa bosannya. Berjalan menuju pohon alpukat besar yang ada disana lalu duduk dibawahnya. Menikmati hembusan angin untuk mengurangi rasa kesalnya. Tiba-tiba, prang! Suara benda pecah terdengar dari dalam rumahnya. Anak itu berlari untuk melihat apa yang terjadi. Ia khawatir Bi Ayu terluka.
        "Bibi?! Ada apa bi?" Adalvino kecil terkejut melihat vas bunga besar dekat sofa sudah pecah berserakan. Dilihatnya Bi Ayu sangat panic dan gelisah. Ia terlihat sangat terburu-buru. Ditangannya ada tumpukan baju milik Adalvino. Disampingnya terlihat sebuah koper.
        Ada apa ini? Bi Ayu kenapa mengemas pakaianku? Apa kita akan pergi jalan-jalan dan menginap di villa pinggir pantai seperti biasa? Adalvino yang masih kecil hanya bisa berpikir sebatas itu. Namun perasaannya merasakan sesuatu yang buruk. Ada apa ini? Ia terus berpikir seperti itu sampai tak sadar kini ia mulai menangis.
        "Vino sayang, dengerin bibi. Vino anak ganteng gaboleh nangis, ya. Sekarang Vino tunggu di depan terus ganti pakai sepatu ya nak, bibi mau berkemas dulu. Jangan nangis ya, nak," sambil memegang pundak Adalvino Bi Ayu mengelap air mata yang menetes di pipinya.
        Bagai kerbau dicocok hidungnya, Adalvino pun menuruti perkataan Bi Ayu dan melangkah ke depan. Ia menangis seorang diri di depan pintu sambil mengganti sandal yang ia gunakan dengan sepatu pemberian ibunya. Ia menunggu Bi Ayu keluar dan menjelaskan apa yang terjadi.
        Tak bebrselang lama, Bi Ayu keluar dengan membawa koper besar dan sebuah tas yang ia gendongkan dipundaknya serta tas kecil milik Adalvino. Ia memberikan tas kecil itu pada Adalvino agar ia menggendongnya.
        Bi Ayu kemudian menutup pintu dan menguncinya dengan rapat. Tangannya terulur meraih lengan kecil Adalvino lalu membawanya pergi dengan tergesa-gesa. Bisa Vino rasakan tangan Bi Ayu bergetar saat menariknya. Kian lama tangannya basah dibanjiri keringat. Mereka berjalan dengan tergesa-gesa sampa tiba di pertigaan jalan terdekat.