Mohon tunggu...
Kezia allesandrettabudihardjo
Kezia allesandrettabudihardjo Mohon Tunggu... Lainnya - siswa

Siswa SMPN 3 Sawahlunto

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku, Kamu, dan Hujan

6 Juni 2024   21:53 Diperbarui: 9 Juni 2024   21:55 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku menikmati tetesan hujan yang mulai membasahiku. Aku Sheila, hujan adalah saat  favoritku untuk berkeluh kesah. Hanya ada satu alasan mengapa aku menyukai hujan.

 Ayah dan ibuku sudah berpisah sejak aku berumur 8 tahun. Walau masih terbilang cukup muda, aku sudah mengerti situasi saat itu. Aku selalu berusaha untuk menyatukan kembali keluargaku, namun selalu nihil.

 Untuk menghilangkan beban pikiranku, aku duduk di taman sembari menyaksikan hujan yang turun semakin deras. Aku berteriak di tengah hujan, lalu aku menangis. Tanpa kusadari, ada seseorang yang memperhatikanku sedari tadi. Aku merasakan tepukan pelan di pundakku.

"Hey"

Suara samar di tengah hujan itu membuyarkan lamunanku. Tanpa aba-aba dia menarikku untuk berdiri sembari menyodorkan tangan, ia berkata

"Aku Egar, dari SMA Bangsa."

Aku hanya diam mencerna situasi ini

"Namamu?"

Ucapnya sembari mempertahankan posisi tanganya

"Ah, aku Sheila."

Ucapku sambil menjabat tanganya.

Sebelum ia membuka suara, aku menyambar

"Dari SMA Karta."

Ia tersenyum kepadaku. Ia menarikku untuk berlari, anehnya tubuhku tidak menolak dan terus mengikutinya. Langkah kaki kami berhenti di depan sebuah motor, dan tanpa persetujuanku ia memakaikan helm.

"Naik."

Aku menurut saja

 Tanpa aku ketahui, pertemuan ini akan menjadi hari terbaik dalam hidupku.

Egar mengajakku mengelilingi kota. Aku tidak bohong, aku sangat menikmati setiap detik yang kami lewati. Aku kembali menikmati tetesan hujan yang kembali membasahi wajahku.

Selama perjalanan, tidak ada percakapan diantara kami. Keheningan itu hanya diisi suara rintik hujan dan mesin motor yang terus berpacu.

Egar berhenti di suatu tempat, ia menuntunku berjalan ke arah tumpukan kayu lalu memintaku untuk duduk. Aku terpukau melihat pemandangan danau tenang sehabis hujan yang dikelilingi pepohonan rindang. 

"Ini, diminum dulu."

Ia memberikan segelas teh hangat

Kami hanya diam menyaksikan matahari yang mulai terbenam.

"Rumahmu di mana?"

Tanya Egar

"Jalan Soepomo di dekat SMA Karta."

sahutku

"Sekolah kita berdekatan kan?"

Egar kembali bertanya

"Iya."

Setelah percakapan singkat itu, kami kembali menikmati keindahan alam di depan kami.

"Besok pulang jam berapa?"

"Jam 4."

Ya, besok aku pulang lebih lama karena mengikuti rapat organisasiku

 Setelah merasa cukup merasakan ketenangan dan melihat keindahan danau, Egar membuka suara.

"Sudah?"

Egar bertanya kepadaku

"Sudah."

Jawabku

 Saat tiba di rumahku, aku membuka suara

"terima kasih."

Egar hanya tersenyum lalu pergi

 Keesokan harinya ketika selesai rapat, aku terkejut melihat kehadiran Egar didepan gerbang sekolahku. Dia melambaikan tangan kepadaku.

"Sheila."

Aku menghampirinya

"Egar? Kenapa?"

Tanyaku

"Ayo jalan-jalan."

Ajaknya sambil memamerkan senyuman manisnya

"Kemana?"

Aku kembali bertanya 

"udah ikut aja."

 Tebakanku benar. Egar kembali mengajakku untuk mengelilingi kota. Saat matahari mulai terbenam, Egar mengajakku ke angkringan yang katanya tempat favoritnya. Tak menyia-nyikan kesempatan, aku segera merogoh kantongku dan mengambil telepon gengamku dan mengajak Egar untuk berswafoto, mengabadikan momen itu.

 Waktu itu terisi dengan canda tawa kami, Egar tak henti-hentinya membuat lelucon yang membuatku tak bisa menahan tawa.

"Besok aku jemput lagi ya?"

"Kemana lagi Egar?"

"Ra-ha-sia."

Kami tertawa

 Ketika sudah puas menghabiskan waktu bersama, Egar mengantarku pulang.

"Aku duluan Sheila."

"Iya Egar, hati-hati."

 Hari terus berjalan, dan jalan-jalan sepertinya sudah menjadi kegiatan wajib kami. Baik mengelilingi kota, menikmati senja, bahkan hanya untuk makan di angkringan favoritnya.

 Hari-hari ku lalui seperti biasa, tetapi sudah 1 minggu Egar tidak terlihat di sekolah. Bahkan tidak ada terdengar satupun kabar tentangnya.

 Ketika pulang sekolah, aku tidak menyangka akan melihat sosok Egar yang sudah tidak kutemui seminggu ini. Aku berlari dan segera memeluknya.

"Ke mana aja kamu Egar??"

Aku bertanya dengan tidak melepaskan pelukanku

"Ada sedikit masalah She."

"Udah, kamu naik aja She. Kita keliling ya?"

Ajakannya kujawab dengan anggukan.

 Ketika mengantarku pulang, Egar turun dari motornya. Aku bingung, karna ini pertama kalinya ia mau turun dari motornya di depan rumahku

"Sheila, i love you. But i have to go to Amsterdam. Papa bilang aku bakal menetap di sana She. Maaf aku baru bilang She, aku takut kamu kecewa. But i have no choice."

"Justru kalau kamu baru bilang sekarang, aku makin kecewa Egar. Kapan kamu pergi?"

Suaraku bergetar menahan tangis.

"...Besok She."

"GILA KAMU GAR! KAMU BERANGKAT BESOK, TAPI BARU NGASIH TAU AKU SEKARANG?"

"maaf She..."

"jam berapa?"

"jam 7 She."

 Aku segera masuk tanpa menghiraukan Egar yang memanggilku.

 Aku berada di bandara. Ya, hari ini hari kepergian Egar ke Amsterdam. Perasaanku sangat campur aduk, aku sedih sekaligus kecewa. 

"Gar...Can you promise to me? Don't ever forget me, even our memories. Okay?"

"I will never forget you and our memories She. Because, you are the only person i love. I will always remember you Sheila. I promise."

 Aku memeluknya untuk terakhir kalinya. Aku menatap punggungnya yang mulai menghilang di antara kerumunan orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun