Mohon tunggu...
Kemas Rachyuanda P
Kemas Rachyuanda P Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya\r\nHobi: menulis cerita fiksi, dan berkhayal\r\n\r\nMoto "Be the best version of you"\r\n\r\nKunjungi pula Blog "Langkah Menuju Paris"\r\ndi www.kemasrachyuanda.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Teach Me About Love - Part 5 (Ajari Aku Cinta Sesungguhnya)

24 Maret 2011   04:17 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:30 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Beritahu Aku Cinta Sesungguhnya

“Hei! Hei! Apa yang akan terjadi bila kau tak memakai kacamata?” Aubrey merasa senang, ia melihat Perlita yang hanya terdiam semenjak tadi, terduduk sembari menutup kedua matanya dengan. Aubrey yang merasa sangat senang mencoba memaksa Perlita membuka kedua telapak tangannya dengan tangan besar Aubrey, namun semua terasa sulit.

“Hey! Buka tanganmu, aku ingin melihat matamu, apa kau memiliki mata yang juring saat kubuka kacamatamu?” Paksa Aubrey ia kini berhasil menyingkirkan kedua tangan Perlita, namun tatapan matanya masih tak terlihat karena tertutup oleh poni rambut Perlita.

“JANGAN TATAP AKU!! KUMOHON AKU TAKUT!!!” Teriak Perlita sembari terus menunduk. Aubrey yang mendengat ucapan tersebut sedikit menjauh,

“Wahahahahhahaha… Kau bodoh! Kau lembek, tak kusangka kau ternyata begitu lemah! Hahahahaha…” Aubrey segera pergi sembari terus tertawa, terhenti di pintu gudang tua, “Lain kali bila kau memaksaku, akan kulepas kacamatamu…” Aubrey pergi sembari meletakan kacamata Perlita dibawah.

Perlita hanya terdiam, ia begitu ketakutan entah apa yang terjadi sebenarnya mengapa dia begitu takut untuk dilihat tanpa kacamata. Tak ada yang mengetahui semua itu terkecuali Perlita seorang. Ia hanya terus terdiam tanpa bisa melakukan apa-apa, perlahan ia mulai melangkah mengambil kacamatanya putihnya.

Suasana di sekolah sudah mulai ramai tak ada pelajaran saat ini, karena hari ini adalah hari yang spesial untuk SMA tersebut, rapat yang dilakukan guru-guru tidak lain untuk menyambut hari ulang tahun sekolah internasional itu. Dalam setiap langkah menuju kelorong-lorong sekolah Aubrey merasa senang bisa kembali kedalam kehidupannya yang penuh dengan sandiwara senyuman, dan berbuat baik kepada siapapun, dipuja puji layaknya orang terhormat. Ia melangkah menelusuri setiap lorong sekolah, ia harus segera mempersiapkan sesuatu saat ini. Kemarin dia mendapatkan tugas dari pihak sekolah untuk mengisi pembicaraan upacara sebagai ketua osis. Satu jam lagi dia harus mulai kegiatan tersebut.

“Perlita, apa yang terjadi denganmu? Kau dimana sekarang!!!” Ucap Devin dalam hati, ia hanya terduduk seorang diri di dalam kelas sembari mengetik sms untuk Perlita, beberapa kali panggilan diabaikan, dan smsnya belum ada yang dibalas sedikitpun. Upacara saat ini sangat penting, tidak boleh ada seorang murid yang tidak ikut upacara. Bila sampai Perlita telat bisa-bisa ia mendapatkan hukuman yang berat.

“Sial-sial!!! Apa yang sebenarnya terjadi?!?! Apa dia dikeroyok oleh anak-anak perempuan hingga babak belur?”  Devin terus berfikiran negative karena sedari tadi di dalam kelas ia hanya mendengar tentang orang-orang yang membicarakan Perlita tentang, paksaan ciuman Perlita terhadap Aubrey, yang membuat semua orang gerah mendengarnya. Devin hanya bisa terdiam mendengar sepupunya dihina dari belakang, karena Devin sendiri tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi pada Perlita.

Tak berapalama setelah kehawatiran Devin memuncak ponselnya mulai berbunyi, Devin yang merasa khawatir akan keadaan Perlita segera membuka handphonenya, “Bagus ini Perlita!”

“Aku sedang perjalanan menuju kelas, tunggu aku di lorong dekat kamar mandi wanita.”

Devin yang mendengar kabar tersebut segera meninggalkan kelas, ia berlari menuju lorong kamar mandi wanita. Ia hafal betul tentang denah disini sudah dua tahun tak telalu sulit untuk menemukan dimana lorong itu berada. Sekolah ini memiliki nama yang besar dikota Surabaya, sekolah yang sudah terkenal dengan berbagai macam prestasi yang diraih, sekolah yang hanya terdiri dari 60 siswa tiap angkatan, semua serba dibatasi, penuh dengan peraturan yang ketat, guru-guru professional, dan arsitektur gedung yang didegsain sangat modern mengikuti gaya Eropa, lorong-lorong sekolah yang berbeda, terdapat sebuah taman yang indah, namun hanya ada dua kelas setiap angkatan kelas tipe 1 dan tipe 2 bedanya hanya tipe 1 untuk anak IPA dan tipe 2 untuk anak IPS.

“Perll!!!” Teriak Devin saat melihat Perlita sedang melambaikan tangannya, ia semakin mempercepat langkahnya “Apa yang terjadi? Kenapa kau tak membalas apa-apa?” Tanya Devin saat sudah berhadapan dengan Perlita. Devin mengamati seluruh tubuh Perlita tak ada bekas luka, kotoran, atau apapun.

“Emm… Tidak ada, apa kok! Ayo siap-siap upacara…” Ungkap Perlita sembari menarik tangan Devin, namun baru selangkah ia berjalan sudah terhenti saat menatap Aubrey sedang melangkah kearahnya bersama beberapa teman perempuannya.

“Hai, Perlita!” Ucap Aubrey dengan senyumnya yang sedikit mengejek mendekati Perlita. “Wah! Kacamatamu kotor, biar aku bersihkan, ya!” Tangan Aubrey perlahan ingin meraih kacamata Perlita.

“Tidak usah biar aku bersihkan sendiri!!!”  Perlita segera berlari dan membuka pintu kamar mandi.

“Apa yang terjadi, ya? Kok aneh?” Tanya teman-teman wanita Aubrey.

“Aku juga tidak tau, ayo! Kita pergi…” Ucap Aubrey kembali melangkah.
Sementara itu Devin hanya terdiam, tak mengerti apa yang terjadi yang jelas adalah Aubrey telah melakukan sesuatu hingga Perlita begitu ketakutan, ia tak pernah melihat Perlita seperti ini sebelumnya.

“Sial! SIAL! SIAL!!! Aubrey mulai berlagak menang sekarang! Tapi kalau kacamataku dilepas didepan semua orang aku bakalan habis!!!” Gerutu Perlita didalam kamar mandi, “Andai saja aku tak pernah takut dilihat oleh semua orang!!” Perlita kembali terdiam di toilet. Lantas beberapa orang gadis memasuki toilet sembari berdiskusi tentang cerita blog Natame,

“Kau tau! Paris wow! Hebat Jessica ahirnya dipeluk oleh Gerrad, ini sungguh hebat, aku jadi semakin berdebar-debar…”

“Iya, bener mereka kan musuhan gara-gara tiket kembang api, walaupun ahirnya semakin bertengkar gara-gara tak ada yang boleh masuk melihat kembang api di Eiffel. Tapi aku tak menyangka kalau Gerrad itu romantis sekali… Tapi…”

“Tapi apa, Nad?”

“Tapi aku tak merasa kalau mereka jatuh cinta… Tulisannya kurang memberikan feel, apa karena mereka belum berciuman, ya?”

“Iya! Situasi cintanya memang keren! Tapi, apa bakalan begini terus, ya?”

“Eh! Upacara sudah mau dimulai ayo buruan!”

“Iya! Iya! Aku mau lihat Aubrey, aku enggak mau kelewatan berdiri di depan!! Ayo cepetan!!” Perlita terdiam sembari membuka pintu toiletnya, dan menatap kaca wastafel, menatap dirinyaa, tubuhnya yang tinggi, kulitnya yang putih, rambut poninya, serta mata kecil dibalik lensa.

“Apa yang mereka bilang adalah benar, bagiku yang tidak mengerti tentang cinta, mungkin terlalu mustahil untuk menulis novel tentang cinta…”

Perlita perlahan berjalan keluar kamar mandi, didepan sudah ada Devin yang menunggunya sedari tadi, rambut yang acak-acakan, baju yang awut-awutan. Namun orang yang begitu mengerti dia. Devin perlahan mendekat kearah Perlita dan menggenggam kedua tangan Perlita.

“Upacara sudah dimulai, apa kau sakit?” Tanya Devin, ia menatap sepupunya dengan penuh kekhawatiran,

“Tidak, aku baik-baik saja…”

“Kau tidak perlu memaksakan diri untuk menulis novel cinta, kau jadi aneh semenjak menulis novel itu, bukankah orang-orang masih menyukai tulisan Perlita, meski bukan tentang cinta?”

Perlita terdiam sembari terus melangkah bersama Devin menuju ruang upacara. Hingga upacara dimulai ia terus terdiam, dan memikirkan apa yang dikatakan oleh Devin kepadanya “Aku sudah tidak bisa mengancam Aubrey, aku juga tak mengenal apa itu cinta. “

“Mari kita sambut ketua osis kita Aubrey Altaf!!!”

“AUBREYY!!!!!” Seluruh ruangan menjadi gaduh, karena menatap Aubrey. Perlita hanya terdiam sembari menatapnya, termenung, dan tak melakukan apa-apa.

“Apa aku tidak bisa berbicara dengan Aubrey lagi? Saat menatapnya, melihat matanya yang hitam, dan bersinar. Kenapa jadi begini? Kenapa aku mulai kacau? Apa yang terjadi? Baiklah aku akan sudahi permainan cinta ini. Cinta mungkin bukan sandiwara, aku harus benar-benar jatuh cinta padanya…”

***
Sore hari saat pulang sekolah. Lorong sekolah begitu sepi, semua murid sedang berkumpul di luar untuk bersiap-siap pulang, senyuman-senyuman keceriaan membakar seluruh jiwa di sekolah Internasional ini.

“Hahaha… Sudah tak ada pengacau lagi, aku bisa pulang dengan tenang saat ini, oh indahnya hidupku!” Ucap Aubrey sembari melangkah menuju keluar, ia terus membetulakan posisi rambut mohawknya sembari menatap kebawah, namun langkahnya terhenti saat akan keluar pintu langkahnya dicegat oleh seseorang. Keinginannya tak tercapai, seorang gadis cina masih berdiri untuk menghadang langkahnya..

“Hah? Apa yang kau lakukan? Apa kau mau melakukan game cinta?” Tanya Aubrey sedikit santai. “Ingat kau bahkan tak bisa melakukannya tanpa kacamatakan? Apa kau sudah menaruh lem di telingamu agar kacamata tidak lepas, hingga kau masih nekat bertemu denganku? Orang yang tak menunjukan wajahnya tak akan bisa dicintai!”

“Benar apa katamu, aku memang selalu melindungi diriku dari balik lensa tipis ini! Sejak saat itu!” Ucap Perlita dengan tegas.

***

Suatu pagi di masa TK Perlita

“HUAAAAAA!!!!’

“HUAAAAA!!!”

“Ada apa, anak-anak? Kok pada nangis?”

“BU GURU!! Perlita jahat!! Dia seram!! Dia melotot!! Dia cemberut!! DIA HANTU!!!” Ucap seorang anak TK kepada sang guru.

Guru wanita itu hanya terdiam menatap mata Perlita, ekspresinya memang berbeda dari anak lainnya, begitu dingin saat menatap matanya.

“Kenapa mereka menangis? Seharusnya aku yang menangis karena mereka…” Ucap Perlita yang masih terduduk dipojok…”

“Perlita cantik, mau main cama akuy?” Ucap sebuah boneka tangan berbentuk kelinci yang menyentuh Perlita.
“Ahh lucu!!”

“Apa kau suka Perlita? Mau main denganku?” Ucap seorang guru laki-laki yang menggunakan tangan boneka untuk menghibur Perlita. Dia adalah Pak Darfis, seorang yang begitu baik menemani Perlita seorang diri. Tak ada yang menemani Perlita di tk itu hanya Pak Darfis seorang, karena guru lain biasanya sibuk menenangkan murid-murid lain yang menangis saat ditatap oleh Perlita.

“Ahhh Pak Darfi!! Apa bapak tidak menangis melihatku?”

“Tidak Perlita, jadi kamu boleh lihat bapak…”

“Bapak baik!!!” Perlita tersenyum melihat gurunya tersebut tidak menangis saat ia lihat. Mereka berdua ahirnya bermain hingga sekolah selesai. Pak Darfis lalu masuk kedalam ruang guru, sementara Perlita kecil masih menunggu ibunya menjempunya, perasaanya mulai senang saat melihat Pak Darfis karena dia tidak menangis saat dilihat Perlita. Sembari menunggu sang ibu, Perlita kecil mencoba menengok Pak Darfis,

“Hahaha.. Dikelas nol kecil ada kasus aneh, ya? Masak anak-anak nangis gara-gara dilihat sama Perlita…” Ucap seorang guru wanita masih muda sembari membawakan munuman kepada Pak Darfis.

“Benar, ini benar-benar aneh baru aku tahu, ada anak seperti Perlita. Tapi dia harus memperbaiki ekspresinya, kalau tidak akan jadi masalah untuk masa depannya.” Ucap Pak Darfis.

Lalu Perlita tiba-tiba terdiam, saat melihat banyak orang di ruang guru, ia tak menyangka ada begitu banyak orang disini. Lantas seorang guru wanita mengetahui keberadaanya, “Perlita, kamu belum dijemput ibu kamu, ya?”

Perlita tiba-tiba terdiam, dia begitu takut tanpa sebab, orang-orang yang ia lihat satu persatu memang baik, tapi bila orang itu berkumpul semua seperti orang-orang jahat termasuk Pak Darfis.

“Perlita, ada apa?”

“Perlita cantik, apa kamu sakit?”

“Kenapa semua menakutkan? Siapa mereka? Aku takut! Aku takut!” Ucap Perlita dalam hati.

Semua orang langsung bergerumbul menatap Perlita terus menatap dengan pandangan khawatir, namun Perlita kecil hanya menunduk, tak mau menatap wajah mereka, semua orang terlihat begitu jahat, saat menatapnya. Tapi tiba-tiba saja semua orang mulai menjauhinya dan suara sang ibu mulai mendekati Perlita.

“Perlita sayang, kau tak apa?” Tanya sang Ibu sembari mengangkat wajah Perlita kecil yang ketakutan.

“Mama!!! AKU TAKUT!!!” Teriak Perlita.

“Kamu takut kenapa sayang?”

“Orang-orang jahat!!”

“Tenang sayang Ibu ada disini, kamu baik-baik saja, Ayo ibu gendong, kita pulang, ya?” Ucap Sang Ibu.
“IYA! MAMA!!!” Perlita sangat senang saat ibunya mengangkatnya, menatap wajah sang ibu yang selalu tersenyum, merekapun meninggalkan sekolahan.

Sesampainya dirumah Perlita diberikan sebuah kado oleh sang Ibu, “Perlita, kamu jangan takut terus, matamu itu sebenarnya cantik, jadi sekarang Mama kasih kamu kado…”

“Apa, Ma?”

“Kacamata! Kayak punya Papa kamu, coba deh, nanti pasti beda!” Ucap sang Ibu sembari memberikan kotak kacamata kepada Perlita.

Perlita perlahan membuka kotak tersebut, dan mengambil sebuah kacamata untuk ia kenakan, ia menatap wajah sang ibu, “SEPERTI TV MA!! Mama seperti sedang masuk TV, Mama cantik!!!”

“Seperti TV, ya? Apa sekarang Perlita takut?”

“Enggak tau, Ma…” Ucap Perlita sembari menunduk

“Kalau memang seperti TV orang di dalam TV enggak akan menghampirimu untuk menakutimu, kan? Apa sekarang Perlita takut?”

“Enggak Maa!! MAKASIH MAMA!!!”

“Iya, sama-sama sayang…”

***

“Orang-orang disekitarku adalah pemain drama, mereka tidak kenal aku. Semuanya sama sekali tidak menakutkan, Karena aku selalu melihat mereka dari samping sampai sekarang selalu begitu, tapi…” Perlita melepaskan kacamatanya, Aubrey hanya terdiam tak menyangka Perlita begitu berani.

“TUNGGU KAMU!!!” Teriak Aubrey mencoba mencegah Perlita.

“KALAU BEGINI TERUS AKU TIDAK AKAN MENGERTI!!!” Perlita memejamkan mantanya, lalu membukanya perlahan, “Karena aku ingin tahu, perasaan yang tidak pernah aku ketahui ini…”

Perlita mulai bisa menatap wajah Aubrey sepenuhnya, rambutnya yang hitam, seragamnya, pakaian yang rapi, “Seperti apa dirimu di balik kacamata ini…”

“Tugas, ke empat, ajari aku cinta yang sesungguhnya…” Ungkap Perlita perlahan sembari menahan rasa takutnya.

Sementara itu dibalik pintu Devin hanya terdiam mengamati semua yang dilakukan Perlita

“Perlita…”

-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Anda sedang membaca Part 5

Potongan novel ini tanpa editing hanya di tulis sekilas...

Bagi anda yang belum mengikuti ceritanya bisa baca kisah selengkapnya, di note terdahulu. Berjudul sama "Teach me About Love"

"Mohon penilaian, dan comentnya, untuk kebaikan penulis terimakasih..."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun