“AUBREYY!!!!!” Seluruh ruangan menjadi gaduh, karena menatap Aubrey. Perlita hanya terdiam sembari menatapnya, termenung, dan tak melakukan apa-apa.
“Apa aku tidak bisa berbicara dengan Aubrey lagi? Saat menatapnya, melihat matanya yang hitam, dan bersinar. Kenapa jadi begini? Kenapa aku mulai kacau? Apa yang terjadi? Baiklah aku akan sudahi permainan cinta ini. Cinta mungkin bukan sandiwara, aku harus benar-benar jatuh cinta padanya…”
***
Sore hari saat pulang sekolah. Lorong sekolah begitu sepi, semua murid sedang berkumpul di luar untuk bersiap-siap pulang, senyuman-senyuman keceriaan membakar seluruh jiwa di sekolah Internasional ini.
“Hahaha… Sudah tak ada pengacau lagi, aku bisa pulang dengan tenang saat ini, oh indahnya hidupku!” Ucap Aubrey sembari melangkah menuju keluar, ia terus membetulakan posisi rambut mohawknya sembari menatap kebawah, namun langkahnya terhenti saat akan keluar pintu langkahnya dicegat oleh seseorang. Keinginannya tak tercapai, seorang gadis cina masih berdiri untuk menghadang langkahnya..
“Hah? Apa yang kau lakukan? Apa kau mau melakukan game cinta?” Tanya Aubrey sedikit santai. “Ingat kau bahkan tak bisa melakukannya tanpa kacamatakan? Apa kau sudah menaruh lem di telingamu agar kacamata tidak lepas, hingga kau masih nekat bertemu denganku? Orang yang tak menunjukan wajahnya tak akan bisa dicintai!”
“Benar apa katamu, aku memang selalu melindungi diriku dari balik lensa tipis ini! Sejak saat itu!” Ucap Perlita dengan tegas.
***
Suatu pagi di masa TK Perlita
“HUAAAAAA!!!!’
“HUAAAAA!!!”
“Ada apa, anak-anak? Kok pada nangis?”