Mohon tunggu...
Kayu Kompas
Kayu Kompas Mohon Tunggu... -

http://kayukompas.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jakarta, Shanghai, Jakarta, Bali. Hanya Itu Sayang?

22 Juni 2013   20:25 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:35 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kuning, merah, jidat lu kuning merah, lu kata sakit kuning apa mabok? Udah ah, pokoknya gue cuman mau kasih tau. Gue mau married bulan depan, tuh di undangan yang gue kirim ada detilnya. Lu kudu datang! Awas luh sampai gak datang gue musuhin lu sampai akhirat!", kata Luna mengancam.

"Ogah gue, lu harepin tuh banyan gue datang. Not even in your dream my dear! You wish! Forget it!", sentak Michelle dengan kesal.

"Tut..", bungyi telepon dimatikan. Dalam hati Luna tahu persis sohibnya itu pasti datang, tidak perduli seberapa marah dia sekarang.

"OMG, bentar lagi gue jadi Nyonya Aldo. Ya Tuhan, bakal nyesel gak sih gue? Auuuu..., aduh!", tanpa sadar Luna menjerit. Kali ini, beberapa helai rambut rontok dari keningnya, tercabut dari akar.

"Beneran botak nih gue! Biarin deh, egp! Ntar lagi juga gue udah jadi emak-emak!", Luna menghempaskan tubuh ke tempat tidur dan menutup wajah dengan bantal.

***

Sebulan kemudian, seminggu menjelang pernikahan, Aldo sudah tiba di Jakarta. Dia cuma mendapatkan cuti dua minggu dari kantor. Maklum, Aldo bekerja sebagai seorang engineer lapangan di salah satu perusahaan pengeboran minyak lepas pantai berskala internasional. Kesibukan tidak memungkinkannya untuk cuti lama-lama. Rencananya setelah mereka menikah nanti, Aldo akan mengajukan permohonan untuk mendapatkan jatah shitf bekerja di laut dan darat. Sebagaimana biasanya karyawan pengeboran lepas pantai yang sudah berkeluarga.

"Wajahnya yang kecokelatan dengan tubuhnya yang kekar, dia memang mempesona", bisik Luna dalam hati sambil memperhatikan calon suaminya.

"Hi Sayang, gimana persiapannya?", sapa Aldo dengan ramah dan bersahabat. Tidak ada kesan kaku dalam suaranya, bahkan sekalipun mereka baru akrab dalam dua bulan ini.

Keluwesannya, itu salah satu yang membuat Luna tidak bisa mengalihkan pandangan dari wajah laki-laki itu, saat mereka bertemu dulu. Senyumnya yang lebar, matanya yang tajam dan teduh, tapi jenaka ketika dia tertawa, alis matanya yang hitam dan lebat. "Seperti ulat bulu", begitu kata Luna dalam hati, "bergerak-gerak setiap kali dia dengan semangat menanggapi cerita dari setiap lawan bicaranya.".

"He is the one!", tanpa sadar Luna mendesis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun