Mohon tunggu...
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ketua Gerakan mahasiswa nasional Indonesia (GmnI) Caretaker Komisariat Universitas Terbuka
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Membaca Buku Dan Mendengarkan Musik

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Menulis di Dinding: Mengguratkan Kritik dalam Gelap

14 Juni 2024   12:42 Diperbarui: 14 Juni 2024   13:27 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di dinding kota yang sunyi dan kelam,  

Terlihat goresan tinta yang berkilau dalam malam,  

Mereka menulis tanpa nama, tanpa rupa,  

Menyampaikan kritik dalam gelap, penuh duka.

Dengan tangan gemetar, mereka ukir cerita,  

Tentang janji manis yang tak pernah nyata,  

Tentang harapan yang direnggut paksa,  

Tentang mimpi yang hancur di tengah pesta.

Setiap guratan adalah jeritan hati,  

Yang tertahan, terbungkam oleh janji mati,  

Dinding menjadi saksi bisu kegelisahan,  

Suara-suara yang hilang dalam kesunyian.

Oh, malam, mengapa kau jadi saksi pilu,  

Ketika rakyat menulis dalam gelap, tak bertemu,  

Mereka takut, mereka resah, namun tak bisa diam,  

Karena keadilan yang dicari, masih terpendam.

Di balik bayang-bayang kota yang tenang,  

Ada suara-suara yang berusaha mengarang,  

Kisah perjuangan, kisah kepedihan,  

Menyuarakan apa yang tersembunyi di bawah permukaan.

Mereka yang di atas, yang duduk di singgasana,  

Mungkin tak tahu, mungkin pura-pura tak paham,  

Bahwa di dinding ini, tersimpan rahasia,  

Rahasia hati rakyat yang terluka, yang terlindas senja.

Menulis di dinding adalah keberanian,  

Di tengah ancaman, di tengah kesunyian,  

Mereka yang berani mengguratkan kritik,  

Adalah pahlawan tanpa tanda jasa, tanpa simbolik.

Setiap kata, setiap huruf, adalah perlawanan,  

Terhadap ketidakadilan, terhadap penindasan,  

Dalam gelap, mereka temukan terang,  

Dengan tinta, mereka lawan bayangan yang kelam.

Oh, pembaca yang lewat, bacalah dengan hati,  

Setiap goresan ini adalah tanda bakti,  

Dari mereka yang tak bisa bersuara lantang,  

Namun dalam diam, mereka tetap berjuang.

Dinding-dinding kota, menjadi kanvas perjuangan,  

Tempat suara-suara terpendam menemukan kehidupan,  

Mari kita dengar, mari kita lihat,  

Gurat-gurat kritik ini, adalah cahaya dalam gelap yang pekat.

Di setiap goresan, ada harapan, ada cinta,  

Untuk negeri yang adil, untuk rakyat yang merdeka,  

Menulis di dinding, mengukir masa depan,  

Dengan tinta keberanian, dalam gelap kita bertahan.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun