Mohon tunggu...
Nur Azis
Nur Azis Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar sepanjang waktu

Bercerita dalam ruang imajinasi tanpa batas

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sebuah Peninggalan

26 Desember 2018   20:04 Diperbarui: 26 Desember 2018   20:23 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Mbak Marina, harus ikut majelis taklim seperti ibu-ibu yang lainnya. Dan Budi, juga harus lebih rajin lagi berangkat ngajinya. Jangan hanya berangkat pas ada jajannya saja."

"Hehe iya, siap pak Ustadz." Jawab Budi.

Kemudian, Marni dan Budi segera pulang. Sampai rumah, sudah terlampau larut, waktu Maghrib telah usai. Mereka tak sempat melaksanakan shalat. Setelah mandi dan makan, Budi mengerjakan PR Matematika, dan Marina belajar ilmu tambal ban.

Tak disangka, Marina sungguh mewarisi ilmu suaminya. Meski perempuan, tapi tangannya sangat terampil untuk menembel setiap ban yang bocor milik pelanggannya. Baik ban sepeda maupun ban motor, Marina sanggup untuk menembelnya dengan baik.

Begitu juga dengan Budi, dia memang anak yang rajin. Selalu belajar tiap hari. Tapi sayangnya, Budi sudah jarang ikut ngaji di Musholla dengan Ustadz Hilman. Dia lebih senang belajar Matematika dan sejenisnya.

Marina memang kurang perhatian dengan Budi, dia terlalu sibuk, menerima pesanan jasa tambal ban. Jangankan membimbing Budi agar mau mengaji, bahkan dia saja tidak pernah ikut dalam kajian majelis taklim ibu-ibu di kampungnya.

Dia sudah lupa dengan peristiwa di kubur petang itu. Dia tidak tahu, bagaimana cara mendoakan suaminya. Begitu juga dengan Budi, tak bisa melantunkan doa di pusaran bapaknya. Bukankah doa Budi, akan meringankan beban bapaknya di akhirat kelak? Dan tentu saja, akan menjadi pahala yang tak akan putus bagi Marina jika dia sudah meninggal? Entahlah, mereka berdua benar-benar terlena.

Hingga suatu ketika, Marina mengulang kebiasaannya. Teledor. Pada saat dia sedang menembel sebuah ban bocor. Ban itu di pompanya hingga mengembang. Kemudian di celupkan kedalam air. Terlihat ada gelembung-gelembung udara. Menandakan bahwa ban itu berlubang.

Dia angkat ban itu dari air, kemudian diamplas. Dengan potongan ban kecil berukuran persegi, dia rekatkan tepat pada lubang ban yang bocor. Selanjutnya, ban itu di press. Tangannya memegang sebotol bensin, untuk memanaskan alat press tersebut.

Tapi sial, Marina kembali teledor, bukannya bensin itu di tuangkan ke alat press, tapi malah dia minum. Hingga akhirnya, dia keracunan, mulutnya berbusa, kejang-kejang tak lama dia meninggal dunia.

Budi bersedih, sekarang dia hidup sebatang kara. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Budi harus bekerja. Dia membuka buku peninggalan ibunya. Buku tentang menambal ban. Lembar demi lembar dia pelajari. Hingga akhirnya, Budi menguasai, teknik menambal ban.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun