Puas meninggalkan Gendon yang kondisinya sudah hampir lumpuh itu, si jin pun bertambah penasaran dengan nasib peminta yang kedua, yakni Gento dan minuman keras favoritnya.
Begitu mendapati Gento, jin kontan tertawa lepas selepas-selepasnya. Sebab sosok yang ingin ia temui itu sama persis dengan dugaannya. Gento si pemabuk berat itu kini tubuhnya ibarat lunglit (kerangka berbungkus kulit) dengan perut membuncit bak terkena busung lapar.
"Tolong, jangan kausudahi anugerah minuman surga ini, eiigghhh..!" pinta Gento pada si jin sambil mabuk memuntahkan minuman.
"Baiklah. Kalau begitu kutambahi permintaanmu. Terus mabuklah kamu kawan, hingga kamu berganti alam. Hahaha. Hihihi." jawab si jin sambil tertawa riang dan mengurung kembali Gento bersama botol-botol minuman surganya.
"Terima kasih, eiigghhh.." jawab Gento sambil menahan rasa muntah. Hatinya begitu senang sebab di sampingnya telah terkumpul kembali aneka minuman yang disenanginya.
"Hahaha. Sampai jumpa di neraka, kawan."
"ciyu." jawab Gento dengan kode tangan yang mirip dengan orang yang hendak menyulang minuman.
Jin tersenyum puas melihat keadaan si peminta keduanya itu. Lantaran ia menduga sudah pasti ia akan segera mati dengan berkalang banyu langit, yang sudah pasti hal itu akan memandunya ke arah kobaran api neraka.
Ia menjadi tak sabar untuk segera menemui orang yang ketiga, yakni Tarno si perokok berat itu. Dalam batinnya, penuh rasa harap-harap senang bahwa ia telah binasa dengan paru-paru yang bocor akibat terkena serangan kanker.
Membayangkan hal ini, hati si jin girang bukan kepalang. Ia telah menyiapkan tawa sekeras-kerasnya di depan bangkai Tarno.
"Hahaha. Hihihi." tawanya tak berkesudahan setelah mencukupi kenikmatan si Tarno.