“Sial banget ane hari ini. Untung ga ada yang liat, fiuhhh!”
Terpincang, dia kembali berjalan ke tempat parkir. Dan berharap kunci itu ada di sana.
Ketika sampai, alangkah girang dirinya. Sebuah logam mengilat diterpa terik mentari, membuatnya kembali lega. Itu memang anak kunci yang sedang dia cari.
“Aah untung masih ada. Coba klo ilang, kan bisa berabe urusannya. Apaan sih ni hari? Perasaan sial mulu. Kemana Dewi Fortuna? Biasanya dia ngintilin ane.” Ucapnya sambil berlalu. Kembali ke tujuannya semula. Ruang kelas 2B di lantai dua.
Tak berapa lama, dia sudah berada tepat di depan sebuah pintu berwarna coklat. Di dalamnya perkuliahan telah dimulai sejak 30 menit lalu. Takut, ragu dan segan berkolaborasi harmonis saat tangannya hendak mengetuk pintu ruangan itu. Memicu rasa seperti hendak buang hajat. Jantungnya berdegup kencang, darahnya mengalir deras. Keringat dingin bercucuran, membasahi kening dan wajah nya yang sedikit pucat. Tangannya bergetar hebat, sepasang kakinya mendadak lemas untuk menjejak.
“Mau masuk kelas aja udahnervousbegini, apalagi ntar kalau ijab kabul. Haduh.” katanya berandai-andai.
Setelah mampu menguasai diri, terdengarlah suara ketukan tertahan di lantai dua yang senyap itu.
“Tok tok tok.”
“Assalamualaikum….”
“Waalaikumsalam. Ya, masuk!”
“Mohon maaf pak saya terlambat.” ucapnya kikuk.