“Saya prihatin, hahahahaha”
“Ah sialan ente. Klo si bapanya nanyain bilangin ane bentar lagi OK. Please!”
“Wani piro? Wkwkwkwkwk”
“Ah matre ente :p”
Lampu merah menghijau kembali. Keterhentian pun akhirnya cair, lalu mengalir ke arah yang berbeda. Sedangkan dia, kembali menggeber motornya seperti seorang Rossi. Berpacu dengan waktu, berkejaran dengan masa.
Tiba di kampus, yang didapatinya hanya sunyi. Kendaraan yang berjejer di parkiran tak seramai biasanya. Pun di kantin yang biasanya dijejali mahasiswa yang nongkrong, kini hanya berpenghuni si bibi penjaga kantin dan seorangUdapetugas foto copy.
Pandangannya terpaku pada sebuah motor Honda GL Pro berwarna kombinasi kuning hitam. Dia mengenal siapa pemiliknya. Pak dosen, begitu dia biasa memanggil pemilik motor itu.
“Aduh emang beneran dah ada dosennya. Kirain si Udin boong.” gumamnya.
Dia kemudian tergesa lagi. Belum sampai ke lantai dua tempat dimana kuliah berlangsung, dia sadar kunci kontak motor tidak berada di sakunya. Wajahnya serta merta panik. Setengah berlari dia terpaksakembali ke parkiran. Jika sesuai dengan dugaannya, kemungkinan besar kunci itu masih tergantung. Namun sial, kekurang hati-hatian membuat satu anak tangga terlewati. Dan gedubrakkkkk. Dia jatuh berguling-guling pada lantai keramik berdebu di lantai satu.
“Adaaaaaaawwwwwwwwwww!!!“ Dia mengaduh hebat.
Dipeganginya kaki kirinya yang baret. Lalu diusap-usap dan ditiup-tiup nya.