Maka, seperti kata Seno, ramuan kata-kata adalah mantra terbaik untuk mengikat pembaca. Kisah absurd bisa jadi luar biasa saat dibumbui dengan kalimat manis. Namun kisah fantastis akan berakhir hambar bila penuturnya bercerita dengan gaya monoton.
***
Dan seperti saya pernah bilang, tak perlu mengaitkan pengalaman pribadi penulis dengan hasil akhir karyanya. Kita pembaca tinggal menikmati kok ndadak ribut. Lukisan Van Gogh itu gak ada hubungannya dengan riwayat hidup pelukisnya. Tinggal nikmati saja goresan itu, sebagai bentuk atas saksi perkembangan seni lukis di Eropa.
Menjadi penting saat anda juga sama-sama pelaku kreatif. Anda juga menciptakan seni. Maka gali-gali rahasia sesama seniman, atau sekedar tukar pengalaman itu penting. Agar seniman lain bisa belajar untuk membuat karya yang minimal punya kualitas sama. Atau bahkan bisa lebih indah lagi.
Bagi sesama penulis, belajar teknik dapur menulis itu penting. Meskipun sebenarnya itu adalah rahasia dan misteri yang berusaha disembunyikan setiap pelaku kreatif.
Di dunia ini apa sih yang orisinil? Tak ada yang baru dibawah matahari. Apa yang seorang penulis hasilkan, kadang adalah sekumpulan ide turunan. Inspirasi. Atau plagiarisme yang tak akan pernah mau untuk diakui.
Ada yang menulis sesuatu tentang A, maka bisa jadi akan ada orang lain yang mengekor dengan karya lanjutan yang mirip-mirip. Berangkat dari sebuah kekaguman. Dan karya lanjutan itu justru beberapa lebih bagus dari karya orisinilnya. Tak ada yang salah dalam hal ini.
Pertama, ada orang yang membuat roda kayu. Selanjutnya ada yang menyempurnakan itu. Menjadi roda ban karet. Terus disempurnakan menjadi roda lain yang jauh lebih canggih. Seperti itu juga kadang sebuah karya tulis lahir.
Tapi tanpa tabayun dan bertanya kepada pengarang, kita gak akan tahu proses kreatif mereka. Yang kita tahu akhirnya hanya dugaan. Kira-kira. Bahasa Seno, "kita hanya bisa menduga garis besarnya."
Tapi Seno Gumira Ajidarma berbaik hati pada kita. Dia membocorkan kisahnya menulis cerpen "sepotong senja untuk pacarku."
Cerpen itu diangkat jadi judul buku. Salah satu kesukaan sahabat saya, bernama pena Fasrori Firdaus Asrori Ma'shum. Dia dulu mengoleksi cerpen-cerpen Seno. Dan saya kebagian durian runtuh karena jadi bisa dapat bahan bacaan gratis tanpa harus keluar uang untuk beli buku. Makasih mas. Sekarang anda sudah punya buku antalogi segala. Super sekali anda... Hehehe.