Definisi teori behavioristik
    Salah satu bidang studi psikologi eksperimental yang akhirnya dianut oleh sektor pendidikan adalah teori behaviorisme. Sekalipun baru-baru ini sejumlah aliran lain bermunculan sebagai respons terhadap behaviorisme, penting untuk mengenali teori tersebut hingga akhir abad ke-20, hal ini mendominasi diskusi mengenai fenomena pembelajaran manusia. Ide behaviorisme berpendapat bahwa belajar dipandang sebagai perubahan perilaku yang terjadi sebagai respons terhadap rangsangan eksternal yang berbeda.
    Teori ini menyatakan bahwa input atau masukan berupa stimulus dan output atau keluaran berupa respon merupakan faktor yang paling menentukan. Apa yang terjadi di sela-sela stimulus dan respons yang diberikan tidak dapat diobservasi dan diukur, maka hal ini dianggap tidak cukup signifikan untuk mendapatkan perhatian. yang hanya dapat berupa rangsangan dan respon pada apa yang dilihat. Oleh karena itu, baik stimulus guru maupun respons siswa harus dapat diamati dan diukur. Pendekatan ini menempatkan pengukuran sebagai prioritas utama karena hal ini penting untuk menentukan apakah perilaku telah berubah.[1]   Â
Â
   Pada teori behaviorisme, seseorang dianggap telah belajar jika ia telah menunjukkan perubahan dalam kemampuannya sebagai akibat dari hubungan antara stimulus dan respon.[2] Stimulus adalah sesuatu yang dirangsang oleh alat indera dalam proses pembelajaran. Sedangkan respon adalah reaksi dari apa yang telah ia rangsang.Â
Â
   Sebagai contoh, seorang siswa yang belum bisa berhitung. Strategi dan metode yang dipilih menentukan tingkat ketertarikan  bagi seorang siswa untuk belajar sehingga siswa dapat dengan mudah menangkap materi pembelajaran. Jika seorang siswa dapat menunjukkan perubahan perilaku dakam belajarnya (bisa berhitung), maka ia dianggap telah belajar. Karena telah menunjukkan perubahan perilaku sebagai hasil belajar.
Â
Para pendiri behaviorisme pada dasarnya berpandangan bahwa belajar adalah suatu proses yang menghasilkan banyak perilaku manusia, dan oleh karena itu pembelajaran juga dapat mempengaruhi perilaku.
Â
Pendekatan behavioris ini didasarkan pada sejumlah gagasan yang sebagian bersifat psikologis dan sebagian lagi bersifat filosofis mengenai martabat kodrat manusia, antara lain:[3]
Â
 1. Moralitas pada hakikatnya adalah soal kebaikan versus kejahatan bagi manusia. Manusia mampu bertindak secara moral baik atau salah, baik atau buruk.
Â
Pola tingkah laku yang menjadi ciri khas kepribadiannya dibentuk berdasarkan watak atau keturunan serta melalui interaksi lingkungan dan warisan.
Â
2. Manusia mempunyai kemampuan untuk memantau dan mengatur perilakunya sendiri, serta merefleksikan dan mencatat tindakannya sendiri.
Â
3. Melalui pembelajaran, manusia mampu mengembangkan dan mengadopsi pola perilaku barunya sendiri.
Â
4. Orang mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain, dan mereka juga dipengaruhi olehnya.
Â
Behavioristik memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:[4]
Â
- Tigkah laku menjadi objek teori behavioristik.
- Â
- Semua bentuk tingkah laku di kembalikan pada reflek.
- Â
- Mementingkan pembentukan kebiasaan (habit).
- Â
- Â Perilaku nyata dan terukur memiliki makna tersendiri bagi pembentukan peserta didik.
- Â
- Aspek mental dari kesadaran yang tidak memiliki bentuk fisik tidak dianggap sebagai objek.
- Â
- Berikut beberapa ciri teori behaviorisme untuk lebih mengenalnya:[5]
- Â
- Mengutamakan faktor lingkungan (environmentalistic)
- Â
- Gunakan bagan elips untuk memprioritaskan bagian-bagiannya.
- Â
- Menekankan pentingnya respon (reaksi).
- Â
- Memberikan prioritas utama pada proses penciptaan hasil pembelajaran.
- Â
- Perhatikan hubungan sebab-akibat sebelumnya
- Â
- Berikan pengembangan kebiasaan sebagai prioritas utama (pembentukan kebiasaan)
- Â
- Kualitas khusus dalam hal "mencoba dan gagal" (trial and error) atau pemecahan masalah coba-coba.
Â
Â
B. Â Tujuan belajar menurut aliran teori belajar behaviorisme
Â
         Dalam teori behavioristik, perubahan sikap atau perilaku seorang siswa menjadi acuan atau tolok ukur berhasilnya sebuah proses pembelajaran. Dengan memperhatikan  perubahan sikap atau perilaku peserta didik, kita dapat melihat seberapa mendukungnya lingkungan dan metode yang telah pendidik berikan.
Â
Teori behavioristik menyatakan bahwa meskipun belajar adalah suatu kegiatan yang mengharuskan siswa mengungkapkan kembali pengetahuan yang telah diperolehnya dalam bentuk laporan, kuis, atau ujian, tujuan pembelajaran menekankan pada penambahan pengetahuan. Cara penyajian informasi menekankan pada kemampuan tersendiri atau pengumpulan fakta secara bagian demi bagian. semua seutuhnya. Pembelajaran sangat berpegang pada rangkaian kurikulum, artinya sebagian besar kegiatan pembelajaran didasarkan pada buku teks atau literatur yang diperlukan, dengan fokus pada pengembangan kemampuan menyusun ulang isi teks. Hasil pembelajaran menjadi fokus pembelajaran dan evaluasi.
Â
Evaluasi sering kali melibatkan tes kertas dan pensil dengan penekanan pada respons pasif dan keterampilan secara terpisah. Respon yang akurat diperlukan untuk menilai tujuan pembelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya jika memberikan respon "benar" sesuai dengan petunjuk guru.
Â
Evaluasi pembelajaran biasanya dilakukan setelah kegiatan pembelajaran selesai dan dipandang sebagai komponen tersendiri dalam proses pembelajaran. Filosofi ini mengutamakan penilaian kemampuan unik setiap siswa.[6]
Â
         Meskipun tujuan pembelajaran menurut teori behaviorisme menekankan pada pertumbuhan pengetahuan, namun pembelajaran merupakan kegiatan "mimetic" yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang telah dipelajarinya dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi dan topik menekankan pada keterampilan individu dan akumulasi rangkaian fakta dari bagian-bagian hingga keseluruhan. Karena pembelajaran secara ketat mengikuti urutan kurikulum, kegiatan pembelajaran terutama didasarkan pada buku teks dan buku wajib, dan penekanannya diberikan pada kemampuan mereproduksi isi buku teks dan buku wajib. Pembelajaran dan penilaian berfokus pada hasil pembelajaran. Penilaian berfokus pada respons pasif dan keterampilan individu. Tes kertas dan pensil biasanya dilakukan. Menilai hasil belajar memerlukan jawaban yang benar. Dengan kata lain, jika siswa menjawab ``benar'' sesuai permintaan guru, berarti siswa tersebut telah menyelesaikan tugas belajarnya. Penilaian pembelajaran dianggap sebagai bagian  terpisah dari kegiatan pembelajaran dan biasanya dilakukan setelah  kegiatan pembelajaran selesai. Teori ini fokus pada penilaian kemampuan belajar individu.[7]
Â
   Jadi, tujuan belajar menurut teori behaviorisme adalah membentuk perilaku yang diinginkan dan membuatnya menjadi kebiasaan.
Â
Â
C. Â Kelebihan dan kekurangan teori belajar behaviorisme
Â
- Kelebihan Teori Behaviorisme:[8]
Â
a. Guru menggunakan lebih dari sekedar ceramah; mereka juga memberikan instruksi singkat dan sejumlah contoh yang dapat diselesaikan sendiri oleh siswa atau melalui simulasi.
Â
- Â Â Â Â Â Â Dengan ini, peserta didik dapat menggambarkan atau membayangkan apa yang sedang dijelaskan oleh pendidik.
- Sumber daya studi diatur dari dasar hingga lanjutan secara hierarkis. Isinya tidak dapat diselesaikan secara terbalik atau acak karena disusun secara hierarkis dari yang sederhana hingga yang kompleks. Hal ini dilakukan sedemikian rupa sehingga memungkinkan siswa menyerap informasi dari yang sederhana ke yang kompleks secara bertahap.
Â
         Dengan teori ini, peserta didik dapat dengan mudah mengingat dan memahami materi yang diterangkan oleh pendidik. Karena dengan teori ini bahan pelajaran disusun dari tingkatan yang mudah sampai tingkatan yang sulit.
Â
c. Tujuan pembelajaran dipecah menjadi komponen-komponen yang lebih kecil yang ditunjukkan dengan selesainya suatu keterampilan (perilaku) tertentu. Oleh karena itu pembelajaran difokuskan pada menghasilkan hasil yang dapat diukur dan terlihat, seperti perubahan sikap, dan kesalahan dapat segera diperbaiki.
Â
- Â Â Â Â Â Â Â Â Â Teori ini menjadikan perubahan tingkah laku peserta didik sebagai tolok ukur keberhasilan peserta didik. Yang mana, pendidik bisa dengan mudah menilai berhasil tidaknya stimulus yang telah diberikan kepada peserta didik.
Â
d. Tujuannya adalah untuk menetapkan perilaku yang diinginkan sebagai kebiasaan dengan menggunakan pengulangan dan latihan.
Â
- Â Â Â Â Â Â Â Â Â Menggunakan metode pengulangan dan latihan (tes) cenderung meningkatkan kepahaman bagi peserta didik. Karena dengan kita merangsang hal yang sama secara berulang ulang, secara tidak langsung kita akan terbiasa dengan suatu hal tersebut. Dan dengan menggunakan metode latihan atau tes, secara tidak langsung peserta didik akan mengingat dan mereview kembali apa yang diajarkan oleh pendidik terlebih bagaimana pendidik menyampaikannya.
Â
                  Teori behavioristik juga memiliki kelebihan sebagai motivasi, kontrol, dan dominasi seorang guru diperlukan ketika menggunakan teori Bahaioristik terhadap siswa yang masih bersekolah. Hal ini karena siswa diharapkan menunjukkan perilaku seperti mencoba lagi, meniru, dan melakukan hal-hal yang secara langsung menunjukkan apresiasi, seperti memberi pujian. Pendidik dan guru harus selalu mendalami dan menyadari segala sesuatu yang terjadi selama proses pembelajaran.
Â
Â
- Kekurangan Teori Behaviorisme
- Â
- Selain kelebihannya, filsafat behavioris tentu juga memiliki kelemahan sebagai berikut:[9]
- Â
- Menurut pandangan ini, belajar adalah sesuatu yang dirasakan langsung ketika sikap atau perilaku berubah. Pada kenyataannya, pembelajaran terjadi secara tidak terlihat di otak manusia seiring dengan berkembangnya proses berpikir, perspektif, dan aspek kognisi lainnya.
- Â
-       Teori ini hanya menganggap bahwa belajar hanya bisa dengan melihat dari  perubahan tingkah laku, padahal berhasilnya sebuah pembelajaran lebih dari itu. Sebagai contoh, seorang peserta didik yang mampu memahami dan berpikir positif tentang sebuah kegagalan juga menjadi bagian dari belajar.
- Â
- b. Proses belajar dipandang otomatis-mekanis sehingga terkesan seperti robot.
- Â
- padahal manusia memiliki control sendiri bersifat kognitif, sehingga dengan kemampuan ini manusia mampu menolak kebiasaan yang tidak sesuai dengan dirinya.
- Â
- Penelitian yang menggunakan hewan sebagai subjek uji teori behaviorisme menunjukkan bahwa proses pembelajaran dalam teori ini sebanding dengan proses pembelajaran hewan. Karena hewan dan manusia memiliki perbedaan yang sangat mencolok satu sama lain, analogi ini ditolak.
- Â
- Teori ini tidak mampu menjelaskan variasi yang muncul dalam hubungan antara stimulus dan reaksi itu sendiri, dan teori ini selalu mereduksi isu-isu yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau pembelajaran pada hubungan sederhana antara stimulus dan respon.Â
- Selain itu, meskipun setiap siswa mengalami penguatan dengan cara yang sama, teori behavioris tidak mampu menjelaskan perbedaan keadaan emosi siswa. Teori ini gagal dalam menjelaskan perbedaan perilaku terhadap suatu pelajaran dan tingkat kesulitan dalam memilih tugas antara dua anak yang relatif serupa dalam hal kemampuan dan pengalaman penguatan.[10]
Â
Oleh karena itu, teori ini mengabaikan pengaruh pemikiran atau sentimen yang menghubungkan unsur-unsur yang dilihat dan hanya mengakui adanya rangsangan dan tanggapan yang dapat dideteksi. Selain itu, teori behaviorisme cenderung mendidik siswa dalam berpikir linier, tidak produktif, dan tidak kreatif.
Â
Â
Â
Aliran belajar Ivan Pavlov
Â
- Melalui studinya pada anjing, Pavlov menetapkan proses classic conditional atau yang lebih dikenal dengan pengkondisian atau persyaratan klasik. Teori ini lebih mendalami tentang bagaimana menciptakan suatu keadaan yang memungkinkan untuk memunculkan respon. Dalam proses ini, perangsang asli dan netral berulang kali digabungkan dengan stimulus bersyarat sehingga membangkitkan respons yang diharapkan. Anjing menjadi lapar dan mulai mengeluarkan air liur saat pertama kali menyajikan makanan (rangsangan tanpa syarat).
- Â
- Anjing tersebut kemudian diberi makanan (stimulus tak terkondisi) sebagai respons terhadap Pavlov yang membunyikan bel (stimulus terkondisi) (respon tak terkondisi). Selain itu, menurut penelitian Pavlov, anjing akan mengeluarkan air liur bersamaan dengan bunyi bel. Anjing mengeluarkan air liur sebagai respons terhadap bel, meskipun ia tidak lapar. Telah ada pengondisian klasik. Hubungan antara stimulus tak terkondisi (makan) dan stimulus terkondisi (lonceng) dikenali oleh pembelajar (anjing) (Kusmintardjo dan Mantja, 2011).[11]
- Â
- Berdasarkan penelitian Pavlov ini, dapat dikaitkan dengan proses pembelajaran dimana ketika seorang guru ingin peserta didiknya menghafal nama-nama bulan. Seorang guru atau pendidik dapat membuat suasana se-menarik mungkin agar siswa atau peserta didik tidak merasa bosan dan lebih mudah untuk memahami materi yang diajarkan. Kemudian jika peserta didik berhasil mencapai tujuan yang guru atau pendidik inginkan.
- Â
- Â Namun guru memberikan nilai yang tidak cukup memuaskan dan tidak lebih tinggi dari siswa atau peserta didik yang lain, maka jika suatu saat siswa atau peserta didik tersebut diminta untuk menghafal kembali ia tidak akan mau berusaha lagi. Karena ia sudah tahu bahwa sekalipun ia menghafal lagi, ia tidak akan mendapat nilai yang lebih tinggi dari siswa atau peserta didik yang lain.Â
- Namun sebaliknya, jika guru atau pendidik memberikan reward kepada siswa atau peserta didik yang berhasil mencapai tujuan pembelajaran. Maka siswa akan dengan semangat memenuhi perintah atau rules yang guru atau pendidik berikan. Karena ia tahu, dengan mengerjakan atau memenuhi perintah guru akan membuatnya mendapat reward atau hadiah.
Â
Â
Â
Aliran belajar menurut Edwin Guthrie
Â
Teori  Guthrie dan prinsip resensi Watson sebanding dalam hal apa yang terjadi sebelumnya dalam suatu keadaan kemungkinan besar akan terjadi lagi. Guthrie percaya bahwa hubungan stimulus-respons adalah ya atau tidak sama sekali, sedangkan Watson percaya bahwa kekuatan dapat berubah dan menjadi lebih kuat dengan pelatihan atau pengalaman. Dalam metode ini, pengkondisian gerakan terhadap serangkaian rangsangan selesai dalam satu peristiwa, dan pelatihan atau latihan lebih lanjut tidak akan memperkuat ikatan tersebut[12]
Â
Hukum kedekatan atau hukum contiguity yang dapat berupa sebagai rangkaian kejadian, benda, atau objek yang terus menerus terikat satu sama lain, merupakan konsep pembelajaran utama Guthrie.[13]Â
Guthrie menerapkan hukum kontiguitas atau contuguity yang menekankan bahwa suatu respon terbentuk berdasarkan adanya stimulus dan respon yang berkaitan atau selaras. Menurut Guthrie, dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin untuk diberikan stimulus agar hubungan antara stimulus dan respon menjadi kuat. Karena hubungan stimulus dan respon pada dasarnya bersifat sementara.Â
Â
Guthrie juga berpendapat bahwa stimulus, seperti hukuman, mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Karena perilaku seorang siswa akan berubah ketika menerima hukuman pada saat dibutuhkan (waktu yang tepat).[14] Rekomendasi utama teori ini adalah bahwa pendidik harus mampu mengasosiasikan respons stimulus dengan benar. Tugas-tugas yang perlu dipelajari siswa perlu diarahkan. Saat mengarahkan kelas, instruktur tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh siswa.
Â
Guthrie berpendapat bahwa penguatan dan hubungan erat antara stimulus dan respons diperlukan untuk pembelajaran. Selain itu, ada sisi baik dan sisi negatifnya, serta adanya hukuman bagi siswa yang tidak dapat menyelesaikan suatu pekerjaan. Efektivitas hukuman---aspek positifnya---sangat bergantung pada apakah hukuman tersebut membuat anak belajar atau justru membuat mereka malas belajar. Menurut teori Guthrie, pembelajaran pada siswa dapat terjadi tanpa adanya pengulangan hubungan antara rangsangan dan respon atau kebutuhan akan penghargaan(reward). Ia mengklaim bahwa kedekatan---hubungan kontak antara stimulus dan respons---akan menyebabkan terjadinya pembelajaran. Apakah reaksi diperoleh selama pelatihan dengan unstimulus (AS) tidak relevan. Pembelajaran terjadi apabila stimulus dan respon terjadi secara bersamaan, baik respon tersebut dihasilkan pada saat latihan dengan metode unstimulus (US) atau dengan cara lain (Sri Esti Wuryani Jiwandono, 1989: 56).[15]
Â
Aliran belajar menurut Edwin Guthrie ini menekankan bahwa respon seorang peserta didik akan lebih kuat jika pendidik lebih sering memberikan stimulus dan respon yang saling berkaitan dan memberikannya sesering mungkin karena pada dasarnya, hubungan stimulus dan respon bersifat lemah atau sementara.
Â
Â
Â
Aliran belajar menurut Watson
Â
- Watson mempunyai andil yang cukup signifikan dalam ranah pendidikan. Dia menggarisbawahi pentingnya pengembangan perilaku dalam pendidikan mendalam. Ia berpendapat dengan memberikan pengondisian tertentu selama proses pendidikan, seorang anak dapat dibentuk memiliki sifat-sifat tertentu. Dia bahkan mengatakan, "Beri aku sepuluh anak, dan aku akan menjadikan sepuluh anak itu sesuai dengan keinginanku," dalam sapaan yang sangat bagus yang dimaksudkan untuk memperkuat sudut pandangnya.[16]
Â
       John Watson dikenal sebagai pendiri aliran behaviorisme di Amerika Serikat. Karyanya yang paling dikenal adalah "Psychology as the Behaviourist view it" (1913).[17]  Dalam bukunya, Watson menjelaskan bahwa tingkah laku seseorang dapat dijelaskan dari reaksi fisiologis terhadap stimulus dan respon yang didapat. Dengan kata lain, ia tidak menerima paham alam bawah sadar pada mental manusia.
Â
Watson juga dikenal sebagai seorang behavioris murni; penelitiannya tentang pembelajaran sebanding dengan penelitian ilmu-ilmu lain, seperti biologi atau fisika, yang secara eksklusif berfokus pada pengalaman empiris yaitu, pengetahuan yang dapat diukur dan diamati. Watson percaya bahwa ini adalah satu-satunya metode untuk meramalkan jenis perubahan yang akan terjadi setelah suatu tindakan pembelajaran.[18]
Â
Menurut John Watson, belajar adalah hasil hubungan timbal balik suatu proses interaksi antara stimulus dan reaksi. Menurut John Watson, baik stimulus maupun reaksinya harus terlihat dan dapat diukur. John Watson mengakui bahwa akan ada perubahan mental selama proses belajar, tetapi karena perubahan mental tidak dapat diukur maka hal itu tidak dianggap.Tidak perlu mempertimbangkan sesuatu jika tidak dapat diamati atau diukur.
Â
John Watson adalah penganut teori pembelajaran behavioristik murni, yang dibuktikan dengan basis pengetahuannya yang didasarkan pada pengalaman empiris yang benar-benar terjadi di masa lalu yaitu, sejauh dapat diamati atau diukur. Oleh karena itu, terdapat tiga (tiga) gagasan fundamental utama dalam gagasan John Watson tentang teori behavioristik. Diantaranya adalah sebagai berikut:[19]
Â
- Cabang eksperimental ilmu alam adalah psikologi, jadi introspeksi tidak diposting dalam konsep dasar utama sekolah John Watson.
- Psikologi sejauh ini gagal membuktikan identitasnya sebagai ilmu alam. Salah satu penyebab kegagalan ini adalah keputusan pembuatan ladang kesadaran sebagai objek psikologi. Jadi penghapusan/penghapusan diperlukan kesadaran/pikiran dari ruang lingkup studi psikologi.
- Objek kajian kajian psikologi sebenarnya adalah perilaku nyata.
Â
Â
Watson menyatakan bahwa respon bersifat eksplisit dan implisit. Jawaban eksplisit tampak asli dan mudah terlihat. Organisme fisik mengalami respons implisit, seperti impuls saraf, sekresi kelenjar, dan pergerakan organ. Stimulus bisa sederhana atau kompleks, sama seperti reaksi. Gelombang cahaya yang menyentuh pupil merupakan rangsangan dasar. Behaviorisme Watson berupaya menjadi cabang filsafat yang terbatas.[20]
Â
       Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur.[21] Meskipun John Watson mengetahui adanya perubahan mental, namun ia tidak menggap hal itu sebagai bagian dari perubahan dalam proses pembelajaran. Karena perubahan mental tidak bisa diukur untuk mengetahui progress dalam proses pembelajaran.
Â
      Teori Watson tidak menganggap adanya perubahan mental pada peserta didik dalam proses pembelajaran dan ia hanya menganggap adanya perubahan yang dapat diamati dan dapat diukur.
Â
Â
Â
Aliran belajar menurut Skinner
Â
- Psikolog Harvard Skinner memiliki peran penting dalam penciptaan teori perilaku Watson. Dia menyebut teori kepribadiannya sebagai behaviorisme radikal. Penyelidikan ilmiah terhadap respons perilaku yang dapat diamati dan faktor lingkungan ditekankan oleh behaviorisme. Menurut behaviorisme Skinner, perilaku dan perkembangan dapat dijelaskan tanpa menggunakan pikiran sadar atau tidak sadar. Perilaku adalah perkembangan, dalam pandangan Skinner. Oleh karena itu, kaum behavioris berpendapat bahwa pembelajaran terjadi secara alami dan sering kali beradaptasi dengan pengalaman di lingkungan.
- Â
- Seekor tikus lapar ditempatkan di dalam kotak yang dikenal sebagai kotak Skinner oleh Skinner untuk menunjukkan pengkondisian operan di laboratorium. Tikus bebas bergerak, bermain, dan menyelidiki lingkungan sekitar di dalam kotak. Dalam aktivitas ini, makanan tumpah saat tikus secara tidak sengaja membentur tuas. Tikus akan kembali melakukan aktivitas yang sama untuk mendapatkan makanannya yaitu dengan menekan tuas. Seiring waktu, semakin sedikit aktivitas yang diperlukan untuk menyentuh tuas dan mendapatkan makanan. Di sini tikus mempelajari hubungan antara pengungkit dan makanan. Hubungan ini akan terbentuk jika makanan tetap menjadi imbalan atas aktivitas yang dilakukan tikus.
- Â
- Â Pengondisian operan juga melibatkan proses pembelajaran dengan secara sadar menggunakan otot-otot yang menimbulkan respons diikuti dengan pengulangan untuk penguatan. Namun hal ini tetap dipengaruhi oleh rangsangan yang ada di lingkungannya yaitu kondisi dan kualitas serta menguatnya pengaruh rangsangan terhadap jawaban yang akan ditampilkan. Oleh karena itu, memperkuat pengulangan rangsangan untuk menunjukkan jawaban perilaku yang diharapkan adalah penting dalam pengondisian operan. Agar suatu jawaban atau perilaku baru dapat terus ditunjukkan, maka diperlukan penguatan rangsangan sekunder atau melalui penguatan rangsangan yang terencana (Desmita, 2005: 58).[22]
Â
      Ungkapan dorongan, motivasi, dan tujuan biasanya digunakan dalam teori pembelajaran behavioristik untuk menjelaskan ciri-ciri tertentu dari perilaku manusia dan non-manusia. Skinner membantah hal itu, dengan menyatakan bahwa konsep-konsep ini terbatas pada pengalaman mental individu. Menurut Skinner, ciri lingkungan, perilaku organisme, atau hasil perilaku yang dapat diamati dan diukur merupakan bahan penting untuk penyelidikan ilmiah.
Â
Perilaku responden dan perilaku operan adalah dua kategori perilaku yang dipisahkan Skinner. Perilaku responden dipicu oleh stimulus yang diketahui oleh organisme, sedangkan perilaku operan dipicu oleh stimulus yang tidak diketahui yang dilakukan oleh organisme itu sendiri. Perilaku responden yang dihasilkan dari stimulus tak berkondisi bisa bermacam-macam bentuknya. Beberapa contohnya adalah menarik tangan dari tusukan jarum atau menutup kelopak mata saat terkena cahaya terang. Sebaliknya, perilaku operan terjadi dengan sendirinya. Misalnya, seseorang mungkin duduk, berdiri, lalu berjalan, atau mereka mungkin mulai diam sebelum bernyanyi. Dengan demikian, Skinner berpendapat bahwa perilaku operan merupakan penyebab sebagian besar tindakan kita sehari-hari. Perilaku operan terjadi tanpa kita memahami alasan di baliknya. Perilaku responden bergantung pada stimulus yang datang sebelumnya.[23]
Â
Definisi behaviorisme, menurut Skinner, adalah "behavior adalah perilaku seorang individu yang mencapai pengaruhnya terhadap dunia melalui perilaku orang lain." (Perilaku individu yang memperoleh daya tarik dalam lingkungan dengan mempengaruhi tindakan orang lain).[24]
Â
      Menurut behaviorisme Skinner, perkembangan dan perilaku dapat dijelaskan tanpa menggunakan pikiran sadar atau tidak sadar. Perilaku adalah perkembangan, dalam pandangan Skinner. Oleh karena itu, kaum behavioris berpendapat bahwa pembelajaran terjadi secara alami dan sering kali beradaptasi dengan pengalaman. Teori-teori pembelajaran yang dikemukakan oleh Skinner melampaui teori-teori para pemikir sebelumnya. Skinner memberikan penjelasan yang lebih menyeluruh namun lugas mengenai gagasan belajar.[25]
Â
Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya.[26] Menurutnya, respon yang seorang peserta didik berikan tidak semudah itu, karena dari respon yang ia tangkap ada beberapa stimulus yang saling berinteraksi dimana dari interaksi stimulus-stimulus tersebut muncul lah respon peserta didik. Dan dari respon peserta didik inilah mempengaruhi munculnya perilaku peserta didik.
Â
Tujuan pembelajaran menurut teori belajar Skinner ini untuk mengembangkan perilaku yang diinginkan dan membuatnya menjadi kebiasaan. Hal ini dilakukan melalui pemberian reward dan punishment yang disajikan sesuai dengan tingkah laku peserta didik.
Â
Â
Aliran belajar menurut Thorndike
Â
      Thorndike mendefinisikan belajar sebagai hasil interaksi antara stimulus dan reaksi. Stimulus mencakup ide, emosi, dan pengalaman lain yang dapat dirasakan oleh indra, serta perubahan lingkungan sekitar yang mendorong suatu organisme untuk bereaksi atau mengambil tindakan. Reaksi siswa selama belajar disebut respons, dan bisa berupa gagasan, emosi, atau tindakan fisik (sebagai respons terhadap rangsangan eksternal). Konsekuensinya, perubahan perilaku yang disebabkan oleh kegiatan pembelajaran mungkin bersifat aktual, dapat diamati, atau tidak spesifik---yaitu, perubahan tersebut mungkin tidak terlihat. Meskipun tidak dapat menjelaskan cara mengukur aktivitas yang tidak dapat diobservasi, behaviorisme mendukung pengukuran. Nama lain dari teori Thorndike adalah teori koneksionis.[27]
Â
Menurut teori koneksionisme terobosan Thorndike, pembelajaran didasarkan pada hubungan yang berkembang antara dorongan untuk melakukan (impulse to action) dan kesan yang diperoleh melalui panca indera (sense of impression) .Hal ini menunjukkan bahwa gagasan behavioris, yang juga disebut sebagai behaviorisme saat ini, berpendapat bahwa anak akan belajar jika mereka tertarik dengan masalah yang mereka hadapi. Dalam situasi ini, siswa harus mengadopsi pola pikir bahwa mereka dapat memilih jawaban terbaik dari serangkaian pilihan. Menurut gagasan ini, terdapat hubungan antara pengaruh insentif dan respons perilaku, yang berarti bahwa prospek memperoleh imbalan atau penguatan eksternal mengendalikan perilaku siswa.[28]
Â
Menurut teori koneksionis Thorndike, pembelajaran muncul dari hubungan antara dorongan yang berkembang untuk bertindak (impuls to action) dan sensasi panca indera (feeling of impulsion). Hal ini menunjukkan bahwa teori behavioris masa kini yang sering disebut teori behavioris berpendapat bahwa anak akan belajar jika tertarik dengan permasalahan yang dihadapinya. Dalam situasi ini, siswa harus mempunyai sikap yang diperlukan untuk memilih jawaban terbaik dari serangkaian pilihan.
Â
Menurut gagasan ini, potensi untuk menerima imbalan atau penguatan eksternal yang berhubungan dengan perilaku yang dihasilkan dari imbalan akan mempengaruhi bagaimana siswa berperilaku.[29]
Â
Bentuk pembelajaran yang paling mendasar adalah "trial and error learning atau selecting and connecting lerning", yang terjadi menurut hukum-hukum tertentu. Oleh  karena itu, teori belajar yang dikemukakan  Thorndike  sering disebut  dengan teori belajar koneksionis atau teori asosiatif.
Â
 Ada tiga hukum utama pembelajaran yaitu:[30]
Â
- hukum akibat
- hukum praktik dan
- hukum persiapan (Gredler, 1991).
Â
Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana  hal-hal tertentu meningkatkan reaksi.
Â
       Thorndike menyatakan bahwa hubungan antara stimulus dan respon  mengikuti hukum berikut:[31]Â
Â
- Hukum kesiapan(law of readiness) yaitu kesiapan belajar individu sangat berpengaruh untuk keberhasilan diri individu itu sendiri.
- Hukum Latihan (law of exercise) yaitu Semakin sering suatu tindakan diulang/dilatih (diterapkan), maka semakin memperkuat kemampuannya.
- Hukum akibat ( law of effect) yaitu menerangkan tentang hubungan antara stimulus dan respon tergantung pada reaksi yang ditunjukkan. Dimana cenderung menguat ketika hasilnya menyenangkan dan melemah ketika hasilnya tidak memuaskan.
Â
       Selain hukum-hukum tersebut, Thorndike juga mengemukakan empat hukum tambahan, yaitu:[32]
Â
- Hukum banyak tanggapan, yang menyatakan bahwa orang harus mencoba sejumlah tanggapan sebelum mereka menemukan jawaban yang berhasil.
- Hukum sikap, yang menyatakan bahwa apabila siswa siap mental maka pembelajaran dapat terjadi.
- Hukum aktivitas parsial, yang menyatakan bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk merespon peluang hanya dalam keadaan tertentu. Masyarakat mempunyai kebebasan untuk memilih dan mendasarkan tindakannya pada hal-hal yang penting, mengabaikan hal-hal yang kecil atau tidak penting.
- Hukum respons dengan analogi menyatakan bahwa orang sering kali bereaksi terhadap situasi baru dengan cara yang sama seperti yang mereka lakukan di masa lalu.
Â
Jadi, Teori ini lebih fokus pada perilaku individu. Dimana seorang individu adalah makhluk reaktif yang bereaksi terhadap lingkungannya, maka pengalaman dan pengamatan dapat membentuk perilakunya.
Â
Â
- Aliran belajar menurut Clark Hull
- Â
- Untuk menjelaskan pentingnya pembelajaran, Clark Hull juga menggunakan perubahan hubungan antara stimulus dan respon. Meskipun demikian, teori evolusi Charles Darwin memberikan pengaruh yang signifikan terhadap dirinya. Menurut Hull, seperti halnya teori evolusi, tujuan utama dari semua fungsi perilaku adalah untuk menjamin kelangsungan hidup organisme. Oleh karena itu, Hull berpendapat bahwa kebutuhan biologis (dorongan) dan kepuasannya (pengurangan dorongan) merupakan hal yang signifikan dan mendasar bagi semua upaya manusia. Akibatnya, meskipun respons yang muncul selama pembelajaran dapat bermacam-macam bentuknya, namun stimulus (stimulus penggerak) hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis. Teori ini juga memperhitungkan penguatan perilaku, namun juga menghubungkannya dengan keadaan biologis.[33]
Â
            Ide sentral dari teori Hull adalah kebiasaan, yang ia simpulkan dari sejumlah penyelidikan yang dilakukannya terhadap reaksi dan kebiasaan terkondisi pada hewan. Hull berpendapat bahwa mempelajari jenis perilaku sederhana akan mengarah pada pengembangan perilaku yang kompleks.
Â
Menurut Hull, hubungan antara stimulus dan respons lebih kompleks daripada yang terlihat pada pandangan pertama. Hull menegaskan bahwa proses internal seseorang berdampak pada bagaimana rangsangan dan respons berinteraksi. Kami menyebut prosedur ini sebagai variabel intervening. Hull menggunakan rasa haus sebagai ilustrasi variabel intervening. Hull mengklaim bahwa hewan-hewan tersebut diberi makanan asin atau dibiarkan tanpa air untuk waktu yang lama. Keadaan ini merupakan variabel bebas atau masukan. Hal ini akan menimbulkan sensasi haus. Hewan kemudian akan melakukan berbagai perilaku, seperti mencari air atau bahkan berusaha keras untuk mendapatkannya, guna menghilangkan dahaga.
Â
-       Teori belajar Hull merupakan teori drive reduction atau reduksi stimulus dorongan. Menurut Hull, belajar melibatkan tentang penggerak yang dapat direduksi. Sulit membayangkan bahwa reduksi dorongan primer  dapat berperan dalam pembelajaran di kelas, namun Janet Taylor Spence (pengikut Hull) mengemukakan bahwa rasa takut adalah salah satu impuls utama dalam proses pembelajaran manusia. Berdasarkan alasan tersebut, mengurangi kecemasan  siswa merupakan prasyarat yang diperlukan dalam pembelajaran di kelas. namun tingkat kecemasan juga harus diperhatikan. Rasa takut yang terlalu sedikit  tidak akan mengarah pada proses belajar (karena motivasi akan berkurang), dan rasa takut yang  terlalu besar juga akan mengganggu proses belajar. Oleh karena itu, siswa dengan kecemasan ringan berada pada posisi  terbaik untuk belajar dan  lebih mudah untuk diajar.[34]
- Â
- Â Â Â Â Â Â Teori Hull ini mengacu pada tingkatan kecemasan yang ringan karena, menurut Hull Tingkat kecemasan yang ringan adalah posisi terbaik seorang pelajar untuk menempuh proses pembelajaran.
- Â
- Â
- Penerapan teori behavioristik dalam pembelajaranÂ
- Â
- Â Â Â Â Â Â Karena teori belajar behavioristik memandang belajar sebagai latihan pengembangan keterkaitan antara stimulus dan respon sehingga berdampak pada kesulitan belajar. Siswa akan bereaksi dan merespon rangsangan ketika diberikan. Kebiasaan belajar otomatis muncul dari korelasi antara rangsangan dan tanggapan. Akibatnya, anak-anak berperilaku dengan cara tertentu sebagai reaksi terhadap rangsangan tertentu.
- Â
- Â Â Â Â Â Â Sejumlah faktor antara lain tujuan pembelajaran, isi mata pelajaran, karakteristik siswa, media, fasilitas pembelajaran, lingkungan, dan penguatan, mempengaruhi bagaimana teori behavioris diterapkan dalam kegiatan pendidikan. Siswa biasanya diarahkan untuk berpikir melalui teori pembelajaran behavioristik. Menurut teori belajar behavioris, belajar adalah proses pembentukan yang melibatkan tekanan pada anak untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan, sehingga menghalangi mereka untuk menjadi inovatif dan kreatif.
Â
                  Dan menurut teori belajar behavioristik, belajar adalah proses memperoleh pengetahuan, sedangkan mengajar adalah proses menyampaikan pengetahuan kepada siswa. Oleh karena itu, diharapkan siswa dapat memahami materi yang diajarkan dengan cara yang sama. Artinya, siswa perlu memahami apa yang dijelaskan guru. Dalam teori pembelajaran behavioristik, respons berfungsi sebagai masukan dan keluaran.
Â
 Gagasan ini menyatakan bahwa karena stimulus dan respons tidak dapat dilihat atau diukur, maka keduanya tidak relevan. Itu hanya menyisakan rangsangan dan respons yang terlihat. Jadi, untuk melacak perubahan perilaku, segala sesuatu yang diberikan guru dan segala sesuatu yang dihasilkan siswa harus dapat diamati dan diukur.
Â
 Elemen penguatan merupakan komponen penting dalam teori pembelajaran behavioristik. Menurut definisinya, segala sesuatu yang dapat membuat respons lebih mungkin berkembang dianggap sebagai penguatan. Siswa memiliki pengalaman yang sama dengan penguatan, namun perbedaan dalam keadaan emosi mereka menentang penjelasan behavioris. Dua anak dengan bakat dan pengalaman yang relatif sama tidak dapat dijelaskan dengan perspektif behavioristik. Berdasarkan keterampilannya, kedua anak tersebut berperilaku dan bereaksi berbeda ketika memahami suatu pelajaran. Akibatnya, teori pembelajaran behavioristik hanya mengakui adanya rangsangan dan tanggapan yang dapat diamati. Pengaruh ide atau emosi yang menghubungkan unsur-unsur yang diamati diabaikan oleh teori pembelajaran behavioristik.
Â
- Â
- Â
- Beberapa faktor, yakni tujuan pembelajaran, isi topik, karakteristik siswa, media, dan fasilitas yang tersedia mempengaruhi bagaimana teori behavioristik diterapkan dalam kegiatan pendidikan.
- Â
- Secara teoritis dan praktis, behaviorisme berpendapat bahwa pengetahuan itu pasti, obyektif, tidak berubah, dan tetap. Pengorganisasian pengetahuan sedemikian rupa sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah penyampaian pengetahuan kepada siswa atau pembelajar. Tujuan dari proses berpikir yang dianalisis dan disortir adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yang sudah ada sebelumnya. Dengan demikian, makna yang muncul dari proses berpikir tersebut ditentukan oleh ciri-ciri struktur pengetahuan. Diharapkan peserta didik dapat memahami materi yang sama seperti yang diajarkan.
- Â
- Penerapan teori belajar behavioristik dalam pembelajaran berdasarkan teori sebagai berikut:[35]
- Â
- Menetapkan indikator dan tujuan pembelajaran.
- Â
- Periksa suasana kelas dan tentukan pengetahuan awal apa yang dimiliki siswa.
- Â
- Pilih sumber daya Pendidikan (materi).
- Â
- Klasifikasikan materi menjadi beberapa bagian, misalnya mata pelajaran, pokok bahasan, subtopik, dan lain sebagainya.
- Â
- Â Menampilkan ilmu.
- Â
- Berikan stimulus kepada siswa.
- Â
- Periksa dan amati tanggapan anak-anak.
- Â
- Berikan masukan yang konstruktif dan kritis.
- Â
- Memberikan stimulus secara berulang-ulang.
- Â
- Perhatikan dan periksa jawaban anak-anak.
- Â
- Beri penguatan (motivasi).
- Â
- Menilai prestasi pendidikan siswa (evaluasi siswa).
Â
Selain itu, ada beberapa macam model pembelajaran menurut teori behaviorisme, antara lain: [36]
Â
- Model Pembelajaran Penalaran dan Pemecahan Masalah.
- Model Pembelajaran Instruksional Berbasis Masalah.
- Model Pembelajaran Perubahan Konseptual.
- Model Pembelajaran Kelompok Investigasi.
- Model Pembelajaran Inkuiri.
Â
Â
- Â Â Â Â Â Â Â Beberapa hal yang perlu diperhatikan agar guru dapat mendeteksi atau menyimpulkan bahwa proses pembelajaran telah berhasil, sebagai berikut:[37]
- Â
- Guru hendaknya paham tentang jenis stimulus apa yang tepat untuk diberikan kepada siswa.
- Â
- Â Â Â Â Â Â Dengan bisa menentukannya guru terhadap rangsangan atau stimulus yang cocok untuk peserta didiknya, akan sangat mudah membantu peserta didik untuk menangkap pembelajaran dari stimulus tersebut.
- Â
- Guru juga mengerti tentang jenis respons apa yang akan muncul pada diri siswa.
- Â
- Â Â Â Â Â Â Selain mengetahui jenis stimulus yang cocok, guru atau pendidik juga harus bisa memperkirakan respon apa yang akan ditunjukkan oleh peserta didik agar bisa mempertimbangkan dan mengukur tingkat keberhasilan yang akan didapat dalam proses pembelajaran.
- Â
- Beberapa upaya guru agar mendapat respon peserta didik sesuai dengan yang diharapkan,yakni:
- Â
- Tetapkan bahwa reaksi tersebut dapat diamati untuk menentukan apakah respon siswa memang sesuai dengan harapan.
- Â
- Dimungkinkan juga untuk mengukur (measurable) respon yang diberikan siswa.
- Â
- Jawaban-jawaban yang ditampilkan siswa hendaknya diungkapkan dengan jelas atau mempunyai makna yang tersurat.
- Â
- Diperlukan semacam imbalan (reward) agar respons ini bertahan atau bergantung pada ingatan atau perilaku siswa.
Â
           Â
Â
- Â
- Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
BAB III
Â
PENUTUP
Â
- Kesimpulan
- Teori behaviorisme adalah pendekatan dalam psikologi pendidikan yang meyakini bahwa perilaku manusia dikendalikan oleh interaksi antara stimulus dan respon.
- Tujuan belajar menurut teori behaviorisme adalah membentuk perilaku yang diinginkan dan membuatnya menjadi kebiasaan.
- Teori behavioristik memiliki kelebihan sebagai motivasi, kontrol, dan dominasi seorang guru diperlukan ketika menggunakan teori Bahaioristik terhadap siswa yang masih bersekolah. Namun teori ini tidak mampu menjelaskan variasi yang muncul dalam hubungan antara stimulus dan reaksi itu sendiri, dan teori ini selalu mereduksi isu-isu yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau pembelajaran pada hubungan sederhana antara stimulus dan respon.
Â
Teori pavlov lebih mendalami tentang bagaimana menciptakan suatu keadaan yang memungkinkan untuk memunculkan respon tujuan belajar.
Â
Teori Guthrie menerapkan hukum kontiguitas atau contuguity yang menekankan bahwa suatu respon terbentuk berdasarkan adanya stimulus dan respon yang berkaitan atau selaras.
Â
- Teori Watson tidak menganggap adanya perubahan mental pada peserta didik dalam proses pembelajaran dan ia hanya menganggap adanya perubahan yang dapat diamati dan dapat diukur.
- Teori belajar Skinner bertujuan untuk mengembangkan perilaku yang diinginkan dan membuatnya menjadi kebiasaan melalui pemberian reward dan punishment yang disajikan sesuai dengan tingkah laku peserta didik.
- Teori thorndike lebih fokus pada perilaku individu. Dimana seorang individu adalah makhluk reaktif yang bereaksi terhadap lingkungannya, maka pengalaman dan pengamatan dapat membentuk perilakunya.
- Teori Hull ini mengacu pada tingkatan kecemasan yang ringan karena, menurut Hull Tingkat kecemasan yang ringan adalah posisi terbaik seorang pelajar untuk menempuh proses pembelajaran.
- Penerapan teori belajar behaviorisme dalam pembelajaran melibatkan pengembangan kurikulum yang terancang dengan menggunakan standar-standar tertentu, pembiasaan dan disiplin, pengukuran, dan pengendalian disiplin.
Â
DAFTAR PUSTAKA
Â
Â
Hamruni,A. Irza Syadad, dkk, Teori Belajar Behaviorisme dalam Perspektif Tokoh Tokohnya. (Yogyakarta: Pasca Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,2021), hal.2-3, 21-22, 119, 64-65, 32, 81-84
Â
Â
Irwan Novi Nahar, "Penerapan Teori Belajar Behavioristik dalam Proses Pembelajaran", Vol.1,Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan,2021, hal. 65-66, 69, 70, 71, 67
Â
Â
Mardiyani Kiki, "Tujuan dan Penerapan Behaviorisme dalam Pembelajaran", Vol.2, Jurnal Ilmu Pendidikan dan Kearifan Lokal (JIPKL), Institut Agama Islam Negeri Palangkaraya, 2022,hal. 262, 268, 269, 266, 26, 269-270, 270
Â
Â
Muflihin Hizbul, "Aplikasi dan Implikasi Teori Behaviorisme dalam Pembelajaran", Jurnal Perilaku Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Purwokerto, 2022
Â
Â
Putra Arianto, Halomoan Tua Harahap, dkk, "Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Behaviorisme dalam Penerapan Pembelajaran", Vol.17, Jurnal Ilmiah Kependidikan, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, 2023,hal.7
Â
Â
Setiadji Bareb, "Konsep Pendekatan Behaviorisme B. F. SKINNER dan relevansinya terhadap tujuan pendidikan islam", Jurnal perilaku pendidikan islam,Institut Agama Islam Negeri Ponorogo,2020,hal.24
Â
Â
Suzana Yeni dan Jayanto Imam, Teori Belajar dan Pembelajaran. (Malang: CV. Literasi Nusantara Abadi,2021),hal.11-12
Â
Â
Taufan Irfan, Akbar Iqbal, dkk, "Teori Behaviorisme (Theory of Behaviorism)", Jurnal Perilaku Pendidikan, Universitas Negeri Makassar,2021,hal,6-7, 11, 11-12, 4, 5
Â
Â
Wahib Gusnarib dan Rosnawati, Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran,(Indramayu: CV. Adanu Abimata,2021),hal. 22, 23
Â
Â
Zaini Mohammad, Manajemen Pembelajaran Kajian Teoritis dan Praktis,(Jember: IAIN Jember Press,2021),hal.11, 13-14, 15, 16, 15
Â
Â
Â
Definisi teori behavioristik
    Salah satu bidang studi psikologi eksperimental yang akhirnya dianut oleh sektor pendidikan adalah teori behaviorisme. Sekalipun baru-baru ini sejumlah aliran lain bermunculan sebagai respons terhadap behaviorisme, penting untuk mengenali teori tersebut hingga akhir abad ke-20, hal ini mendominasi diskusi mengenai fenomena pembelajaran manusia. Ide behaviorisme berpendapat bahwa belajar dipandang sebagai perubahan perilaku yang terjadi sebagai respons terhadap rangsangan eksternal yang berbeda.
    Teori ini menyatakan bahwa input atau masukan berupa stimulus dan output atau keluaran berupa respon merupakan faktor yang paling menentukan. Apa yang terjadi di sela-sela stimulus dan respons yang diberikan tidak dapat diobservasi dan diukur, maka hal ini dianggap tidak cukup signifikan untuk mendapatkan perhatian. yang hanya dapat berupa rangsangan dan respon pada apa yang dilihat. Oleh karena itu, baik stimulus guru maupun respons siswa harus dapat diamati dan diukur. Pendekatan ini menempatkan pengukuran sebagai prioritas utama karena hal ini penting untuk menentukan apakah perilaku telah berubah.[1]   Â
Â
   Pada teori behaviorisme, seseorang dianggap telah belajar jika ia telah menunjukkan perubahan dalam kemampuannya sebagai akibat dari hubungan antara stimulus dan respon.[2] Stimulus adalah sesuatu yang dirangsang oleh alat indera dalam proses pembelajaran. Sedangkan respon adalah reaksi dari apa yang telah ia rangsang.Â
Â
   Sebagai contoh, seorang siswa yang belum bisa berhitung. Strategi dan metode yang dipilih menentukan tingkat ketertarikan  bagi seorang siswa untuk belajar sehingga siswa dapat dengan mudah menangkap materi pembelajaran. Jika seorang siswa dapat menunjukkan perubahan perilaku dakam belajarnya (bisa berhitung), maka ia dianggap telah belajar. Karena telah menunjukkan perubahan perilaku sebagai hasil belajar.
Â
Para pendiri behaviorisme pada dasarnya berpandangan bahwa belajar adalah suatu proses yang menghasilkan banyak perilaku manusia, dan oleh karena itu pembelajaran juga dapat mempengaruhi perilaku.
Â
Pendekatan behavioris ini didasarkan pada sejumlah gagasan yang sebagian bersifat psikologis dan sebagian lagi bersifat filosofis mengenai martabat kodrat manusia, antara lain:[3]
Â
 1. Moralitas pada hakikatnya adalah soal kebaikan versus kejahatan bagi manusia. Manusia mampu bertindak secara moral baik atau salah, baik atau buruk.
Â
Pola tingkah laku yang menjadi ciri khas kepribadiannya dibentuk berdasarkan watak atau keturunan serta melalui interaksi lingkungan dan warisan.
Â
2. Manusia mempunyai kemampuan untuk memantau dan mengatur perilakunya sendiri, serta merefleksikan dan mencatat tindakannya sendiri.
Â
3. Melalui pembelajaran, manusia mampu mengembangkan dan mengadopsi pola perilaku barunya sendiri.
Â
4. Orang mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain, dan mereka juga dipengaruhi olehnya.
Â
Behavioristik memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:[4]
Â
- Tigkah laku menjadi objek teori behavioristik.
- Â
- Semua bentuk tingkah laku di kembalikan pada reflek.
- Â
- Mementingkan pembentukan kebiasaan (habit).
- Â
- Â Perilaku nyata dan terukur memiliki makna tersendiri bagi pembentukan peserta didik.
- Â
- Aspek mental dari kesadaran yang tidak memiliki bentuk fisik tidak dianggap sebagai objek.
- Â
- Berikut beberapa ciri teori behaviorisme untuk lebih mengenalnya:[5]
- Â
- Mengutamakan faktor lingkungan (environmentalistic)
- Â
- Gunakan bagan elips untuk memprioritaskan bagian-bagiannya.
- Â
- Menekankan pentingnya respon (reaksi).
- Â
- Memberikan prioritas utama pada proses penciptaan hasil pembelajaran.
- Â
- Perhatikan hubungan sebab-akibat sebelumnya
- Â
- Berikan pengembangan kebiasaan sebagai prioritas utama (pembentukan kebiasaan)
- Â
- Kualitas khusus dalam hal "mencoba dan gagal" (trial and error) atau pemecahan masalah coba-coba.
Â
Â
B. Â Tujuan belajar menurut aliran teori belajar behaviorisme
Â
         Dalam teori behavioristik, perubahan sikap atau perilaku seorang siswa menjadi acuan atau tolok ukur berhasilnya sebuah proses pembelajaran. Dengan memperhatikan  perubahan sikap atau perilaku peserta didik, kita dapat melihat seberapa mendukungnya lingkungan dan metode yang telah pendidik berikan.
Â
Teori behavioristik menyatakan bahwa meskipun belajar adalah suatu kegiatan yang mengharuskan siswa mengungkapkan kembali pengetahuan yang telah diperolehnya dalam bentuk laporan, kuis, atau ujian, tujuan pembelajaran menekankan pada penambahan pengetahuan. Cara penyajian informasi menekankan pada kemampuan tersendiri atau pengumpulan fakta secara bagian demi bagian. semua seutuhnya. Pembelajaran sangat berpegang pada rangkaian kurikulum, artinya sebagian besar kegiatan pembelajaran didasarkan pada buku teks atau literatur yang diperlukan, dengan fokus pada pengembangan kemampuan menyusun ulang isi teks. Hasil pembelajaran menjadi fokus pembelajaran dan evaluasi.
Â
Evaluasi sering kali melibatkan tes kertas dan pensil dengan penekanan pada respons pasif dan keterampilan secara terpisah. Respon yang akurat diperlukan untuk menilai tujuan pembelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya jika memberikan respon "benar" sesuai dengan petunjuk guru.
Â
Evaluasi pembelajaran biasanya dilakukan setelah kegiatan pembelajaran selesai dan dipandang sebagai komponen tersendiri dalam proses pembelajaran. Filosofi ini mengutamakan penilaian kemampuan unik setiap siswa.[6]
Â
         Meskipun tujuan pembelajaran menurut teori behaviorisme menekankan pada pertumbuhan pengetahuan, namun pembelajaran merupakan kegiatan "mimetic" yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang telah dipelajarinya dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi dan topik menekankan pada keterampilan individu dan akumulasi rangkaian fakta dari bagian-bagian hingga keseluruhan. Karena pembelajaran secara ketat mengikuti urutan kurikulum, kegiatan pembelajaran terutama didasarkan pada buku teks dan buku wajib, dan penekanannya diberikan pada kemampuan mereproduksi isi buku teks dan buku wajib. Pembelajaran dan penilaian berfokus pada hasil pembelajaran. Penilaian berfokus pada respons pasif dan keterampilan individu. Tes kertas dan pensil biasanya dilakukan. Menilai hasil belajar memerlukan jawaban yang benar. Dengan kata lain, jika siswa menjawab ``benar'' sesuai permintaan guru, berarti siswa tersebut telah menyelesaikan tugas belajarnya. Penilaian pembelajaran dianggap sebagai bagian  terpisah dari kegiatan pembelajaran dan biasanya dilakukan setelah  kegiatan pembelajaran selesai. Teori ini fokus pada penilaian kemampuan belajar individu.[7]
Â
   Jadi, tujuan belajar menurut teori behaviorisme adalah membentuk perilaku yang diinginkan dan membuatnya menjadi kebiasaan.
Â
Â
C. Â Kelebihan dan kekurangan teori belajar behaviorisme
Â
- Kelebihan Teori Behaviorisme:[8]
Â
a. Guru menggunakan lebih dari sekedar ceramah; mereka juga memberikan instruksi singkat dan sejumlah contoh yang dapat diselesaikan sendiri oleh siswa atau melalui simulasi.
Â
- Â Â Â Â Â Â Dengan ini, peserta didik dapat menggambarkan atau membayangkan apa yang sedang dijelaskan oleh pendidik.
- Sumber daya studi diatur dari dasar hingga lanjutan secara hierarkis. Isinya tidak dapat diselesaikan secara terbalik atau acak karena disusun secara hierarkis dari yang sederhana hingga yang kompleks. Hal ini dilakukan sedemikian rupa sehingga memungkinkan siswa menyerap informasi dari yang sederhana ke yang kompleks secara bertahap.
Â
         Dengan teori ini, peserta didik dapat dengan mudah mengingat dan memahami materi yang diterangkan oleh pendidik. Karena dengan teori ini bahan pelajaran disusun dari tingkatan yang mudah sampai tingkatan yang sulit.
Â
c. Tujuan pembelajaran dipecah menjadi komponen-komponen yang lebih kecil yang ditunjukkan dengan selesainya suatu keterampilan (perilaku) tertentu. Oleh karena itu pembelajaran difokuskan pada menghasilkan hasil yang dapat diukur dan terlihat, seperti perubahan sikap, dan kesalahan dapat segera diperbaiki.
Â
- Â Â Â Â Â Â Â Â Â Teori ini menjadikan perubahan tingkah laku peserta didik sebagai tolok ukur keberhasilan peserta didik. Yang mana, pendidik bisa dengan mudah menilai berhasil tidaknya stimulus yang telah diberikan kepada peserta didik.
Â
d. Tujuannya adalah untuk menetapkan perilaku yang diinginkan sebagai kebiasaan dengan menggunakan pengulangan dan latihan.
Â
- Â Â Â Â Â Â Â Â Â Menggunakan metode pengulangan dan latihan (tes) cenderung meningkatkan kepahaman bagi peserta didik. Karena dengan kita merangsang hal yang sama secara berulang ulang, secara tidak langsung kita akan terbiasa dengan suatu hal tersebut. Dan dengan menggunakan metode latihan atau tes, secara tidak langsung peserta didik akan mengingat dan mereview kembali apa yang diajarkan oleh pendidik terlebih bagaimana pendidik menyampaikannya.
Â
                  Teori behavioristik juga memiliki kelebihan sebagai motivasi, kontrol, dan dominasi seorang guru diperlukan ketika menggunakan teori Bahaioristik terhadap siswa yang masih bersekolah. Hal ini karena siswa diharapkan menunjukkan perilaku seperti mencoba lagi, meniru, dan melakukan hal-hal yang secara langsung menunjukkan apresiasi, seperti memberi pujian. Pendidik dan guru harus selalu mendalami dan menyadari segala sesuatu yang terjadi selama proses pembelajaran.
Â
Â
- Kekurangan Teori Behaviorisme
- Â
- Selain kelebihannya, filsafat behavioris tentu juga memiliki kelemahan sebagai berikut:[9]
- Â
- Menurut pandangan ini, belajar adalah sesuatu yang dirasakan langsung ketika sikap atau perilaku berubah. Pada kenyataannya, pembelajaran terjadi secara tidak terlihat di otak manusia seiring dengan berkembangnya proses berpikir, perspektif, dan aspek kognisi lainnya.
- Â
-       Teori ini hanya menganggap bahwa belajar hanya bisa dengan melihat dari  perubahan tingkah laku, padahal berhasilnya sebuah pembelajaran lebih dari itu. Sebagai contoh, seorang peserta didik yang mampu memahami dan berpikir positif tentang sebuah kegagalan juga menjadi bagian dari belajar.
- Â
- b. Proses belajar dipandang otomatis-mekanis sehingga terkesan seperti robot.
- Â
- padahal manusia memiliki control sendiri bersifat kognitif, sehingga dengan kemampuan ini manusia mampu menolak kebiasaan yang tidak sesuai dengan dirinya.
- Â
- Penelitian yang menggunakan hewan sebagai subjek uji teori behaviorisme menunjukkan bahwa proses pembelajaran dalam teori ini sebanding dengan proses pembelajaran hewan. Karena hewan dan manusia memiliki perbedaan yang sangat mencolok satu sama lain, analogi ini ditolak.
- Â
- Teori ini tidak mampu menjelaskan variasi yang muncul dalam hubungan antara stimulus dan reaksi itu sendiri, dan teori ini selalu mereduksi isu-isu yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau pembelajaran pada hubungan sederhana antara stimulus dan respon. Selain itu, meskipun setiap siswa mengalami penguatan dengan cara yang sama, teori behavioris tidak mampu menjelaskan perbedaan keadaan emosi siswa. Teori ini gagal dalam menjelaskan perbedaan perilaku terhadap suatu pelajaran dan tingkat kesulitan dalam memilih tugas antara dua anak yang relatif serupa dalam hal kemampuan dan pengalaman penguatan.[10]
Â
Oleh karena itu, teori ini mengabaikan pengaruh pemikiran atau sentimen yang menghubungkan unsur-unsur yang dilihat dan hanya mengakui adanya rangsangan dan tanggapan yang dapat dideteksi. Selain itu, teori behaviorisme cenderung mendidik siswa dalam berpikir linier, tidak produktif, dan tidak kreatif.
Â
Â
Â
Aliran belajar Ivan Pavlov
Â
- Melalui studinya pada anjing, Pavlov menetapkan proses classic conditional atau yang lebih dikenal dengan pengkondisian atau persyaratan klasik. Teori ini lebih mendalami tentang bagaimana menciptakan suatu keadaan yang memungkinkan untuk memunculkan respon. Dalam proses ini, perangsang asli dan netral berulang kali digabungkan dengan stimulus bersyarat sehingga membangkitkan respons yang diharapkan. Anjing menjadi lapar dan mulai mengeluarkan air liur saat pertama kali menyajikan makanan (rangsangan tanpa syarat).
- Â
- Anjing tersebut kemudian diberi makanan (stimulus tak terkondisi) sebagai respons terhadap Pavlov yang membunyikan bel (stimulus terkondisi) (respon tak terkondisi). Selain itu, menurut penelitian Pavlov, anjing akan mengeluarkan air liur bersamaan dengan bunyi bel. Anjing mengeluarkan air liur sebagai respons terhadap bel, meskipun ia tidak lapar. Telah ada pengondisian klasik. Hubungan antara stimulus tak terkondisi (makan) dan stimulus terkondisi (lonceng) dikenali oleh pembelajar (anjing) (Kusmintardjo dan Mantja, 2011).[11]
- Â
- Berdasarkan penelitian Pavlov ini, dapat dikaitkan dengan proses pembelajaran dimana ketika seorang guru ingin peserta didiknya menghafal nama-nama bulan. Seorang guru atau pendidik dapat membuat suasana se-menarik mungkin agar siswa atau peserta didik tidak merasa bosan dan lebih mudah untuk memahami materi yang diajarkan. Kemudian jika peserta didik berhasil mencapai tujuan yang guru atau pendidik inginkan.
- Â
- Â Namun guru memberikan nilai yang tidak cukup memuaskan dan tidak lebih tinggi dari siswa atau peserta didik yang lain, maka jika suatu saat siswa atau peserta didik tersebut diminta untuk menghafal kembali ia tidak akan mau berusaha lagi. Karena ia sudah tahu bahwa sekalipun ia menghafal lagi, ia tidak akan mendapat nilai yang lebih tinggi dari siswa atau peserta didik yang lain. Namun sebaliknya, jika guru atau pendidik memberikan reward kepada siswa atau peserta didik yang berhasil mencapai tujuan pembelajaran. Maka siswa akan dengan semangat memenuhi perintah atau rules yang guru atau pendidik berikan. Karena ia tahu, dengan mengerjakan atau memenuhi perintah guru akan membuatnya mendapat reward atau hadiah.
Â
Â
Â
Aliran belajar menurut Edwin Guthrie
Â
Teori  Guthrie dan prinsip resensi Watson sebanding dalam hal apa yang terjadi sebelumnya dalam suatu keadaan kemungkinan besar akan terjadi lagi. Guthrie percaya bahwa hubungan stimulus-respons adalah ya atau tidak sama sekali, sedangkan Watson percaya bahwa kekuatan dapat berubah dan menjadi lebih kuat dengan pelatihan atau pengalaman. Dalam metode ini, pengkondisian gerakan terhadap serangkaian rangsangan selesai dalam satu peristiwa, dan pelatihan atau latihan lebih lanjut tidak akan memperkuat ikatan tersebut[12]
Â
Hukum kedekatan atau hukum contiguity yang dapat berupa sebagai rangkaian kejadian, benda, atau objek yang terus menerus terikat satu sama lain, merupakan konsep pembelajaran utama Guthrie.[13] Guthrie menerapkan hukum kontiguitas atau contuguity yang menekankan bahwa suatu respon terbentuk berdasarkan adanya stimulus dan respon yang berkaitan atau selaras. Menurut Guthrie, dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin untuk diberikan stimulus agar hubungan antara stimulus dan respon menjadi kuat. Karena hubungan stimulus dan respon pada dasarnya bersifat sementara.Â
Â
Guthrie juga berpendapat bahwa stimulus, seperti hukuman, mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Karena perilaku seorang siswa akan berubah ketika menerima hukuman pada saat dibutuhkan (waktu yang tepat).[14] Rekomendasi utama teori ini adalah bahwa pendidik harus mampu mengasosiasikan respons stimulus dengan benar. Tugas-tugas yang perlu dipelajari siswa perlu diarahkan. Saat mengarahkan kelas, instruktur tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh siswa.
Â
Guthrie berpendapat bahwa penguatan dan hubungan erat antara stimulus dan respons diperlukan untuk pembelajaran. Selain itu, ada sisi baik dan sisi negatifnya, serta adanya hukuman bagi siswa yang tidak dapat menyelesaikan suatu pekerjaan. Efektivitas hukuman---aspek positifnya---sangat bergantung pada apakah hukuman tersebut membuat anak belajar atau justru membuat mereka malas belajar. Menurut teori Guthrie, pembelajaran pada siswa dapat terjadi tanpa adanya pengulangan hubungan antara rangsangan dan respon atau kebutuhan akan penghargaan(reward). Ia mengklaim bahwa kedekatan---hubungan kontak antara stimulus dan respons---akan menyebabkan terjadinya pembelajaran. Apakah reaksi diperoleh selama pelatihan dengan unstimulus (AS) tidak relevan. Pembelajaran terjadi apabila stimulus dan respon terjadi secara bersamaan, baik respon tersebut dihasilkan pada saat latihan dengan metode unstimulus (US) atau dengan cara lain (Sri Esti Wuryani Jiwandono, 1989: 56).[15]
Â
Aliran belajar menurut Edwin Guthrie ini menekankan bahwa respon seorang peserta didik akan lebih kuat jika pendidik lebih sering memberikan stimulus dan respon yang saling berkaitan dan memberikannya sesering mungkin karena pada dasarnya, hubungan stimulus dan respon bersifat lemah atau sementara.
Â
Â
Â
Aliran belajar menurut Watson
Â
- Watson mempunyai andil yang cukup signifikan dalam ranah pendidikan. Dia menggarisbawahi pentingnya pengembangan perilaku dalam pendidikan mendalam. Ia berpendapat dengan memberikan pengondisian tertentu selama proses pendidikan, seorang anak dapat dibentuk memiliki sifat-sifat tertentu. Dia bahkan mengatakan, "Beri aku sepuluh anak, dan aku akan menjadikan sepuluh anak itu sesuai dengan keinginanku," dalam sapaan yang sangat bagus yang dimaksudkan untuk memperkuat sudut pandangnya.[16]
Â
       John Watson dikenal sebagai pendiri aliran behaviorisme di Amerika Serikat. Karyanya yang paling dikenal adalah "Psychology as the Behaviourist view it" (1913).[17]  Dalam bukunya, Watson menjelaskan bahwa tingkah laku seseorang dapat dijelaskan dari reaksi fisiologis terhadap stimulus dan respon yang didapat. Dengan kata lain, ia tidak menerima paham alam bawah sadar pada mental manusia.
Â
Watson juga dikenal sebagai seorang behavioris murni; penelitiannya tentang pembelajaran sebanding dengan penelitian ilmu-ilmu lain, seperti biologi atau fisika, yang secara eksklusif berfokus pada pengalaman empiris yaitu, pengetahuan yang dapat diukur dan diamati. Watson percaya bahwa ini adalah satu-satunya metode untuk meramalkan jenis perubahan yang akan terjadi setelah suatu tindakan pembelajaran.[18]
Â
Menurut John Watson, belajar adalah hasil hubungan timbal balik suatu proses interaksi antara stimulus dan reaksi. Menurut John Watson, baik stimulus maupun reaksinya harus terlihat dan dapat diukur. John Watson mengakui bahwa akan ada perubahan mental selama proses belajar, tetapi karena perubahan mental tidak dapat diukur maka hal itu tidak dianggap.Tidak perlu mempertimbangkan sesuatu jika tidak dapat diamati atau diukur.
Â
John Watson adalah penganut teori pembelajaran behavioristik murni, yang dibuktikan dengan basis pengetahuannya yang didasarkan pada pengalaman empiris yang benar-benar terjadi di masa lalu yaitu, sejauh dapat diamati atau diukur. Oleh karena itu, terdapat tiga (tiga) gagasan fundamental utama dalam gagasan John Watson tentang teori behavioristik. Diantaranya adalah sebagai berikut:[19]
Â
- Cabang eksperimental ilmu alam adalah psikologi, jadi introspeksi tidak diposting dalam konsep dasar utama sekolah John Watson.
- Psikologi sejauh ini gagal membuktikan identitasnya sebagai ilmu alam. Salah satu penyebab kegagalan ini adalah keputusan pembuatan ladang kesadaran sebagai objek psikologi. Jadi penghapusan/penghapusan diperlukan kesadaran/pikiran dari ruang lingkup studi psikologi.
- Objek kajian kajian psikologi sebenarnya adalah perilaku nyata.
Â
Â
Watson menyatakan bahwa respon bersifat eksplisit dan implisit. Jawaban eksplisit tampak asli dan mudah terlihat. Organisme fisik mengalami respons implisit, seperti impuls saraf, sekresi kelenjar, dan pergerakan organ. Stimulus bisa sederhana atau kompleks, sama seperti reaksi. Gelombang cahaya yang menyentuh pupil merupakan rangsangan dasar. Behaviorisme Watson berupaya menjadi cabang filsafat yang terbatas.[20]
Â
       Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur.[21] Meskipun John Watson mengetahui adanya perubahan mental, namun ia tidak menggap hal itu sebagai bagian dari perubahan dalam proses pembelajaran. Karena perubahan mental tidak bisa diukur untuk mengetahui progress dalam proses pembelajaran.
Â
      Teori Watson tidak menganggap adanya perubahan mental pada peserta didik dalam proses pembelajaran dan ia hanya menganggap adanya perubahan yang dapat diamati dan dapat diukur.
Â
Â
Â
Aliran belajar menurut Skinner
Â
- Psikolog Harvard Skinner memiliki peran penting dalam penciptaan teori perilaku Watson. Dia menyebut teori kepribadiannya sebagai behaviorisme radikal. Penyelidikan ilmiah terhadap respons perilaku yang dapat diamati dan faktor lingkungan ditekankan oleh behaviorisme. Menurut behaviorisme Skinner, perilaku dan perkembangan dapat dijelaskan tanpa menggunakan pikiran sadar atau tidak sadar. Perilaku adalah perkembangan, dalam pandangan Skinner. Oleh karena itu, kaum behavioris berpendapat bahwa pembelajaran terjadi secara alami dan sering kali beradaptasi dengan pengalaman di lingkungan.
- Â
- Seekor tikus lapar ditempatkan di dalam kotak yang dikenal sebagai kotak Skinner oleh Skinner untuk menunjukkan pengkondisian operan di laboratorium. Tikus bebas bergerak, bermain, dan menyelidiki lingkungan sekitar di dalam kotak. Dalam aktivitas ini, makanan tumpah saat tikus secara tidak sengaja membentur tuas. Tikus akan kembali melakukan aktivitas yang sama untuk mendapatkan makanannya yaitu dengan menekan tuas. Seiring waktu, semakin sedikit aktivitas yang diperlukan untuk menyentuh tuas dan mendapatkan makanan. Di sini tikus mempelajari hubungan antara pengungkit dan makanan. Hubungan ini akan terbentuk jika makanan tetap menjadi imbalan atas aktivitas yang dilakukan tikus.
- Â
- Â Pengondisian operan juga melibatkan proses pembelajaran dengan secara sadar menggunakan otot-otot yang menimbulkan respons diikuti dengan pengulangan untuk penguatan. Namun hal ini tetap dipengaruhi oleh rangsangan yang ada di lingkungannya yaitu kondisi dan kualitas serta menguatnya pengaruh rangsangan terhadap jawaban yang akan ditampilkan. Oleh karena itu, memperkuat pengulangan rangsangan untuk menunjukkan jawaban perilaku yang diharapkan adalah penting dalam pengondisian operan. Agar suatu jawaban atau perilaku baru dapat terus ditunjukkan, maka diperlukan penguatan rangsangan sekunder atau melalui penguatan rangsangan yang terencana (Desmita, 2005: 58).[22]
Â
      Ungkapan dorongan, motivasi, dan tujuan biasanya digunakan dalam teori pembelajaran behavioristik untuk menjelaskan ciri-ciri tertentu dari perilaku manusia dan non-manusia. Skinner membantah hal itu, dengan menyatakan bahwa konsep-konsep ini terbatas pada pengalaman mental individu. Menurut Skinner, ciri lingkungan, perilaku organisme, atau hasil perilaku yang dapat diamati dan diukur merupakan bahan penting untuk penyelidikan ilmiah.
Â
Perilaku responden dan perilaku operan adalah dua kategori perilaku yang dipisahkan Skinner. Perilaku responden dipicu oleh stimulus yang diketahui oleh organisme, sedangkan perilaku operan dipicu oleh stimulus yang tidak diketahui yang dilakukan oleh organisme itu sendiri. Perilaku responden yang dihasilkan dari stimulus tak berkondisi bisa bermacam-macam bentuknya. Beberapa contohnya adalah menarik tangan dari tusukan jarum atau menutup kelopak mata saat terkena cahaya terang. Sebaliknya, perilaku operan terjadi dengan sendirinya. Misalnya, seseorang mungkin duduk, berdiri, lalu berjalan, atau mereka mungkin mulai diam sebelum bernyanyi. Dengan demikian, Skinner berpendapat bahwa perilaku operan merupakan penyebab sebagian besar tindakan kita sehari-hari. Perilaku operan terjadi tanpa kita memahami alasan di baliknya. Perilaku responden bergantung pada stimulus yang datang sebelumnya.[23]
Â
Definisi behaviorisme, menurut Skinner, adalah "behavior adalah perilaku seorang individu yang mencapai pengaruhnya terhadap dunia melalui perilaku orang lain." (Perilaku individu yang memperoleh daya tarik dalam lingkungan dengan mempengaruhi tindakan orang lain).[24]
Â
      Menurut behaviorisme Skinner, perkembangan dan perilaku dapat dijelaskan tanpa menggunakan pikiran sadar atau tidak sadar. Perilaku adalah perkembangan, dalam pandangan Skinner. Oleh karena itu, kaum behavioris berpendapat bahwa pembelajaran terjadi secara alami dan sering kali beradaptasi dengan pengalaman. Teori-teori pembelajaran yang dikemukakan oleh Skinner melampaui teori-teori para pemikir sebelumnya. Skinner memberikan penjelasan yang lebih menyeluruh namun lugas mengenai gagasan belajar.[25]
Â
Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya.[26] Menurutnya, respon yang seorang peserta didik berikan tidak semudah itu, karena dari respon yang ia tangkap ada beberapa stimulus yang saling berinteraksi dimana dari interaksi stimulus-stimulus tersebut muncul lah respon peserta didik. Dan dari respon peserta didik inilah mempengaruhi munculnya perilaku peserta didik.
Â
Tujuan pembelajaran menurut teori belajar Skinner ini untuk mengembangkan perilaku yang diinginkan dan membuatnya menjadi kebiasaan. Hal ini dilakukan melalui pemberian reward dan punishment yang disajikan sesuai dengan tingkah laku peserta didik.
Â
Â
Aliran belajar menurut Thorndike
Â
      Thorndike mendefinisikan belajar sebagai hasil interaksi antara stimulus dan reaksi. Stimulus mencakup ide, emosi, dan pengalaman lain yang dapat dirasakan oleh indra, serta perubahan lingkungan sekitar yang mendorong suatu organisme untuk bereaksi atau mengambil tindakan. Reaksi siswa selama belajar disebut respons, dan bisa berupa gagasan, emosi, atau tindakan fisik (sebagai respons terhadap rangsangan eksternal). Konsekuensinya, perubahan perilaku yang disebabkan oleh kegiatan pembelajaran mungkin bersifat aktual, dapat diamati, atau tidak spesifik---yaitu, perubahan tersebut mungkin tidak terlihat. Meskipun tidak dapat menjelaskan cara mengukur aktivitas yang tidak dapat diobservasi, behaviorisme mendukung pengukuran. Nama lain dari teori Thorndike adalah teori koneksionis.[27]
Â
Menurut teori koneksionisme terobosan Thorndike, pembelajaran didasarkan pada hubungan yang berkembang antara dorongan untuk melakukan (impulse to action) dan kesan yang diperoleh melalui panca indera (sense of impression) .Hal ini menunjukkan bahwa gagasan behavioris, yang juga disebut sebagai behaviorisme saat ini, berpendapat bahwa anak akan belajar jika mereka tertarik dengan masalah yang mereka hadapi. Dalam situasi ini, siswa harus mengadopsi pola pikir bahwa mereka dapat memilih jawaban terbaik dari serangkaian pilihan. Menurut gagasan ini, terdapat hubungan antara pengaruh insentif dan respons perilaku, yang berarti bahwa prospek memperoleh imbalan atau penguatan eksternal mengendalikan perilaku siswa.[28]
Â
Menurut teori koneksionis Thorndike, pembelajaran muncul dari hubungan antara dorongan yang berkembang untuk bertindak (impuls to action) dan sensasi panca indera (feeling of impulsion). Hal ini menunjukkan bahwa teori behavioris masa kini yang sering disebut teori behavioris berpendapat bahwa anak akan belajar jika tertarik dengan permasalahan yang dihadapinya. Dalam situasi ini, siswa harus mempunyai sikap yang diperlukan untuk memilih jawaban terbaik dari serangkaian pilihan.
Â
Menurut gagasan ini, potensi untuk menerima imbalan atau penguatan eksternal yang berhubungan dengan perilaku yang dihasilkan dari imbalan akan mempengaruhi bagaimana siswa berperilaku.[29]
Â
Bentuk pembelajaran yang paling mendasar adalah "trial and error learning atau selecting and connecting lerning", yang terjadi menurut hukum-hukum tertentu. Oleh  karena itu, teori belajar yang dikemukakan  Thorndike  sering disebut  dengan teori belajar koneksionis atau teori asosiatif.
Â
 Ada tiga hukum utama pembelajaran yaitu:[30]
Â
- hukum akibat
- hukum praktik dan
- hukum persiapan (Gredler, 1991).
Â
Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana  hal-hal tertentu meningkatkan reaksi.
Â
       Thorndike menyatakan bahwa hubungan antara stimulus dan respon  mengikuti hukum berikut:[31]Â
Â
- Hukum kesiapan(law of readiness) yaitu kesiapan belajar individu sangat berpengaruh untuk keberhasilan diri individu itu sendiri.
- Hukum Latihan (law of exercise) yaitu Semakin sering suatu tindakan diulang/dilatih (diterapkan), maka semakin memperkuat kemampuannya.
- Hukum akibat ( law of effect) yaitu menerangkan tentang hubungan antara stimulus dan respon tergantung pada reaksi yang ditunjukkan. Dimana cenderung menguat ketika hasilnya menyenangkan dan melemah ketika hasilnya tidak memuaskan.
Â
       Selain hukum-hukum tersebut, Thorndike juga mengemukakan empat hukum tambahan, yaitu:[32]
Â
- Hukum banyak tanggapan, yang menyatakan bahwa orang harus mencoba sejumlah tanggapan sebelum mereka menemukan jawaban yang berhasil.
- Hukum sikap, yang menyatakan bahwa apabila siswa siap mental maka pembelajaran dapat terjadi.
- Hukum aktivitas parsial, yang menyatakan bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk merespon peluang hanya dalam keadaan tertentu. Masyarakat mempunyai kebebasan untuk memilih dan mendasarkan tindakannya pada hal-hal yang penting, mengabaikan hal-hal yang kecil atau tidak penting.
- Hukum respons dengan analogi menyatakan bahwa orang sering kali bereaksi terhadap situasi baru dengan cara yang sama seperti yang mereka lakukan di masa lalu.
Â
Jadi, Teori ini lebih fokus pada perilaku individu. Dimana seorang individu adalah makhluk reaktif yang bereaksi terhadap lingkungannya, maka pengalaman dan pengamatan dapat membentuk perilakunya.
Â
Â
- Aliran belajar menurut Clark Hull
- Â
- Untuk menjelaskan pentingnya pembelajaran, Clark Hull juga menggunakan perubahan hubungan antara stimulus dan respon. Meskipun demikian, teori evolusi Charles Darwin memberikan pengaruh yang signifikan terhadap dirinya. Menurut Hull, seperti halnya teori evolusi, tujuan utama dari semua fungsi perilaku adalah untuk menjamin kelangsungan hidup organisme. Oleh karena itu, Hull berpendapat bahwa kebutuhan biologis (dorongan) dan kepuasannya (pengurangan dorongan) merupakan hal yang signifikan dan mendasar bagi semua upaya manusia. Akibatnya, meskipun respons yang muncul selama pembelajaran dapat bermacam-macam bentuknya, namun stimulus (stimulus penggerak) hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis. Teori ini juga memperhitungkan penguatan perilaku, namun juga menghubungkannya dengan keadaan biologis.[33]
Â
            Ide sentral dari teori Hull adalah kebiasaan, yang ia simpulkan dari sejumlah penyelidikan yang dilakukannya terhadap reaksi dan kebiasaan terkondisi pada hewan. Hull berpendapat bahwa mempelajari jenis perilaku sederhana akan mengarah pada pengembangan perilaku yang kompleks.
Â
Menurut Hull, hubungan antara stimulus dan respons lebih kompleks daripada yang terlihat pada pandangan pertama. Hull menegaskan bahwa proses internal seseorang berdampak pada bagaimana rangsangan dan respons berinteraksi. Kami menyebut prosedur ini sebagai variabel intervening. Hull menggunakan rasa haus sebagai ilustrasi variabel intervening. Hull mengklaim bahwa hewan-hewan tersebut diberi makanan asin atau dibiarkan tanpa air untuk waktu yang lama. Keadaan ini merupakan variabel bebas atau masukan. Hal ini akan menimbulkan sensasi haus. Hewan kemudian akan melakukan berbagai perilaku, seperti mencari air atau bahkan berusaha keras untuk mendapatkannya, guna menghilangkan dahaga.
Â
-       Teori belajar Hull merupakan teori drive reduction atau reduksi stimulus dorongan. Menurut Hull, belajar melibatkan tentang penggerak yang dapat direduksi. Sulit membayangkan bahwa reduksi dorongan primer  dapat berperan dalam pembelajaran di kelas, namun Janet Taylor Spence (pengikut Hull) mengemukakan bahwa rasa takut adalah salah satu impuls utama dalam proses pembelajaran manusia. Berdasarkan alasan tersebut, mengurangi kecemasan  siswa merupakan prasyarat yang diperlukan dalam pembelajaran di kelas. namun tingkat kecemasan juga harus diperhatikan. Rasa takut yang terlalu sedikit  tidak akan mengarah pada proses belajar (karena motivasi akan berkurang), dan rasa takut yang  terlalu besar juga akan mengganggu proses belajar. Oleh karena itu, siswa dengan kecemasan ringan berada pada posisi  terbaik untuk belajar dan  lebih mudah untuk diajar.[34]
- Â
- Â Â Â Â Â Â Teori Hull ini mengacu pada tingkatan kecemasan yang ringan karena, menurut Hull Tingkat kecemasan yang ringan adalah posisi terbaik seorang pelajar untuk menempuh proses pembelajaran.
- Â
- Â
- Penerapan teori behavioristik dalam pembelajaranÂ
- Â
- Â Â Â Â Â Â Karena teori belajar behavioristik memandang belajar sebagai latihan pengembangan keterkaitan antara stimulus dan respon sehingga berdampak pada kesulitan belajar. Siswa akan bereaksi dan merespon rangsangan ketika diberikan. Kebiasaan belajar otomatis muncul dari korelasi antara rangsangan dan tanggapan. Akibatnya, anak-anak berperilaku dengan cara tertentu sebagai reaksi terhadap rangsangan tertentu.
- Â
- Â Â Â Â Â Â Sejumlah faktor antara lain tujuan pembelajaran, isi mata pelajaran, karakteristik siswa, media, fasilitas pembelajaran, lingkungan, dan penguatan, mempengaruhi bagaimana teori behavioris diterapkan dalam kegiatan pendidikan. Siswa biasanya diarahkan untuk berpikir melalui teori pembelajaran behavioristik. Menurut teori belajar behavioris, belajar adalah proses pembentukan yang melibatkan tekanan pada anak untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan, sehingga menghalangi mereka untuk menjadi inovatif dan kreatif.
Â
                  Dan menurut teori belajar behavioristik, belajar adalah proses memperoleh pengetahuan, sedangkan mengajar adalah proses menyampaikan pengetahuan kepada siswa. Oleh karena itu, diharapkan siswa dapat memahami materi yang diajarkan dengan cara yang sama. Artinya, siswa perlu memahami apa yang dijelaskan guru. Dalam teori pembelajaran behavioristik, respons berfungsi sebagai masukan dan keluaran.
Â
 Gagasan ini menyatakan bahwa karena stimulus dan respons tidak dapat dilihat atau diukur, maka keduanya tidak relevan. Itu hanya menyisakan rangsangan dan respons yang terlihat. Jadi, untuk melacak perubahan perilaku, segala sesuatu yang diberikan guru dan segala sesuatu yang dihasilkan siswa harus dapat diamati dan diukur.
Â
 Elemen penguatan merupakan komponen penting dalam teori pembelajaran behavioristik. Menurut definisinya, segala sesuatu yang dapat membuat respons lebih mungkin berkembang dianggap sebagai penguatan. Siswa memiliki pengalaman yang sama dengan penguatan, namun perbedaan dalam keadaan emosi mereka menentang penjelasan behavioris. Dua anak dengan bakat dan pengalaman yang relatif sama tidak dapat dijelaskan dengan perspektif behavioristik. Berdasarkan keterampilannya, kedua anak tersebut berperilaku dan bereaksi berbeda ketika memahami suatu pelajaran. Akibatnya, teori pembelajaran behavioristik hanya mengakui adanya rangsangan dan tanggapan yang dapat diamati. Pengaruh ide atau emosi yang menghubungkan unsur-unsur yang diamati diabaikan oleh teori pembelajaran behavioristik.
Â
- Â
- Â
- Beberapa faktor, yakni tujuan pembelajaran, isi topik, karakteristik siswa, media, dan fasilitas yang tersedia mempengaruhi bagaimana teori behavioristik diterapkan dalam kegiatan pendidikan.
- Â
- Secara teoritis dan praktis, behaviorisme berpendapat bahwa pengetahuan itu pasti, obyektif, tidak berubah, dan tetap. Pengorganisasian pengetahuan sedemikian rupa sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah penyampaian pengetahuan kepada siswa atau pembelajar. Tujuan dari proses berpikir yang dianalisis dan disortir adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yang sudah ada sebelumnya. Dengan demikian, makna yang muncul dari proses berpikir tersebut ditentukan oleh ciri-ciri struktur pengetahuan. Diharapkan peserta didik dapat memahami materi yang sama seperti yang diajarkan.
- Â
- Penerapan teori belajar behavioristik dalam pembelajaran berdasarkan teori sebagai berikut:[35]
- Â
- Menetapkan indikator dan tujuan pembelajaran.
- Â
- Periksa suasana kelas dan tentukan pengetahuan awal apa yang dimiliki siswa.
- Â
- Pilih sumber daya Pendidikan (materi).
- Â
- Klasifikasikan materi menjadi beberapa bagian, misalnya mata pelajaran, pokok bahasan, subtopik, dan lain sebagainya.
- Â
- Â Menampilkan ilmu.
- Â
- Berikan stimulus kepada siswa.
- Â
- Periksa dan amati tanggapan anak-anak.
- Â
- Berikan masukan yang konstruktif dan kritis.
- Â
- Memberikan stimulus secara berulang-ulang.
- Â
- Perhatikan dan periksa jawaban anak-anak.
- Â
- Beri penguatan (motivasi).
- Â
- Menilai prestasi pendidikan siswa (evaluasi siswa).
Â
Selain itu, ada beberapa macam model pembelajaran menurut teori behaviorisme, antara lain: [36]
Â
- Model Pembelajaran Penalaran dan Pemecahan Masalah.
- Model Pembelajaran Instruksional Berbasis Masalah.
- Model Pembelajaran Perubahan Konseptual.
- Model Pembelajaran Kelompok Investigasi.
- Model Pembelajaran Inkuiri.
Â
Â
- Â Â Â Â Â Â Â Beberapa hal yang perlu diperhatikan agar guru dapat mendeteksi atau menyimpulkan bahwa proses pembelajaran telah berhasil, sebagai berikut:[37]
- Â
- Guru hendaknya paham tentang jenis stimulus apa yang tepat untuk diberikan kepada siswa.
- Â
- Â Â Â Â Â Â Dengan bisa menentukannya guru terhadap rangsangan atau stimulus yang cocok untuk peserta didiknya, akan sangat mudah membantu peserta didik untuk menangkap pembelajaran dari stimulus tersebut.
- Â
- Guru juga mengerti tentang jenis respons apa yang akan muncul pada diri siswa.
- Â
- Â Â Â Â Â Â Selain mengetahui jenis stimulus yang cocok, guru atau pendidik juga harus bisa memperkirakan respon apa yang akan ditunjukkan oleh peserta didik agar bisa mempertimbangkan dan mengukur tingkat keberhasilan yang akan didapat dalam proses pembelajaran.
- Â
- Beberapa upaya guru agar mendapat respon peserta didik sesuai dengan yang diharapkan,yakni:
- Â
- Tetapkan bahwa reaksi tersebut dapat diamati untuk menentukan apakah respon siswa memang sesuai dengan harapan.
- Â
- Dimungkinkan juga untuk mengukur (measurable) respon yang diberikan siswa.
- Â
- Jawaban-jawaban yang ditampilkan siswa hendaknya diungkapkan dengan jelas atau mempunyai makna yang tersurat.
- Â
- Diperlukan semacam imbalan (reward) agar respons ini bertahan atau bergantung pada ingatan atau perilaku siswa.
Â
           Â
Â
- Â
- Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
BAB III
Â
PENUTUP
Â
- Kesimpulan
- Teori behaviorisme adalah pendekatan dalam psikologi pendidikan yang meyakini bahwa perilaku manusia dikendalikan oleh interaksi antara stimulus dan respon.
- Tujuan belajar menurut teori behaviorisme adalah membentuk perilaku yang diinginkan dan membuatnya menjadi kebiasaan.
- Teori behavioristik memiliki kelebihan sebagai motivasi, kontrol, dan dominasi seorang guru diperlukan ketika menggunakan teori Bahaioristik terhadap siswa yang masih bersekolah. Namun teori ini tidak mampu menjelaskan variasi yang muncul dalam hubungan antara stimulus dan reaksi itu sendiri, dan teori ini selalu mereduksi isu-isu yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau pembelajaran pada hubungan sederhana antara stimulus dan respon.
Â
Teori pavlov lebih mendalami tentang bagaimana menciptakan suatu keadaan yang memungkinkan untuk memunculkan respon tujuan belajar.
Â
Teori Guthrie menerapkan hukum kontiguitas atau contuguity yang menekankan bahwa suatu respon terbentuk berdasarkan adanya stimulus dan respon yang berkaitan atau selaras.
Â
- Teori Watson tidak menganggap adanya perubahan mental pada peserta didik dalam proses pembelajaran dan ia hanya menganggap adanya perubahan yang dapat diamati dan dapat diukur.
- Teori belajar Skinner bertujuan untuk mengembangkan perilaku yang diinginkan dan membuatnya menjadi kebiasaan melalui pemberian reward dan punishment yang disajikan sesuai dengan tingkah laku peserta didik.
- Teori thorndike lebih fokus pada perilaku individu. Dimana seorang individu adalah makhluk reaktif yang bereaksi terhadap lingkungannya, maka pengalaman dan pengamatan dapat membentuk perilakunya.
- Teori Hull ini mengacu pada tingkatan kecemasan yang ringan karena, menurut Hull Tingkat kecemasan yang ringan adalah posisi terbaik seorang pelajar untuk menempuh proses pembelajaran.
- Penerapan teori belajar behaviorisme dalam pembelajaran melibatkan pengembangan kurikulum yang terancang dengan menggunakan standar-standar tertentu, pembiasaan dan disiplin, pengukuran, dan pengendalian disiplin.
Â
REFRENSI
Â
Â
Hamruni,A. Irza Syadad, dkk, Teori Belajar Behaviorisme dalam Perspektif Tokoh Tokohnya. (Yogyakarta: Pasca Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,2021), hal.2-3, 21-22, 119, 64-65, 32, 81-84
Â
Â
Irwan Novi Nahar, "Penerapan Teori Belajar Behavioristik dalam Proses Pembelajaran", Vol.1,Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan,2021, hal. 65-66, 69, 70, 71, 67
Â
Â
Mardiyani Kiki, "Tujuan dan Penerapan Behaviorisme dalam Pembelajaran", Vol.2, Jurnal Ilmu Pendidikan dan Kearifan Lokal (JIPKL), Institut Agama Islam Negeri Palangkaraya, 2022,hal. 262, 268, 269, 266, 26, 269-270, 270
Â
Â
Muflihin Hizbul, "Aplikasi dan Implikasi Teori Behaviorisme dalam Pembelajaran", Jurnal Perilaku Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Purwokerto, 2022
Â
Â
Putra Arianto, Halomoan Tua Harahap, dkk, "Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Behaviorisme dalam Penerapan Pembelajaran", Vol.17, Jurnal Ilmiah Kependidikan, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, 2023,hal.7
Â
Â
Setiadji Bareb, "Konsep Pendekatan Behaviorisme B. F. SKINNER dan relevansinya terhadap tujuan pendidikan islam", Jurnal perilaku pendidikan islam,Institut Agama Islam Negeri Ponorogo,2020,hal.24
Â
Â
Suzana Yeni dan Jayanto Imam, Teori Belajar dan Pembelajaran. (Malang: CV. Literasi Nusantara Abadi,2021),hal.11-12
Â
Â
Taufan Irfan, Akbar Iqbal, dkk, "Teori Behaviorisme (Theory of Behaviorism)", Jurnal Perilaku Pendidikan, Universitas Negeri Makassar,2021,hal,6-7, 11, 11-12, 4, 5
Â
Â
Wahib Gusnarib dan Rosnawati, Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran,(Indramayu: CV. Adanu Abimata,2021),hal. 22, 23
Â
Â
Zaini Mohammad, Manajemen Pembelajaran Kajian Teoritis dan Praktis,(Jember: IAIN Jember Press,2021),hal.11, 13-14, 15, 16, 15
Â
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H