Masalah lain yang sering menjadi keluhan adalah bagi pelanggan yang sudah terbiasa belanja sesuai kebutuhan atau biaya listrik di tanggung oleh instansi tempat bekerja dengan nominal yang sudah ditentukan. Berangkat dari pengalaman terdahulu, tipikal pelanggan yang satu ini biasanya sudah hapal betul berapa kebutuhan listrik dalam satu periode tertentu (umumnya mingguan, dwi mingguan atau bulanan). Kalau kebetulan nilai nominal kebutuhan per-periode tidak sesuai dengan pecahan nominal pulsa listrik yang tersedia, maka pelanggan harus bertransaksi beberapa kali untuk mendapatkan pulsa listrik yang sesuai dengan kebutuhannya.
Contohnya begini, Kebutuhan listrik perbulan  Rp. 850.000. Bila transaksi sebelum tanggal 1 Oktober 2015, maka pelanggan membayar kepada penjual pulsa listrik/ATM sama seperti nominal yang dibeli yaitu sebesar Rp.850.000 dengan membayar 1 (satu) kali biaya administrasi bank plus1 (satu) kali biaya materai yang sudah include.
Tapi sejak tanggal 1 Oktober 2015, maka untuk mendapatkan nominal  pulsa listrik sebesar Rp. 850.000 si pelanggan harus bertransaksi minimal 4 (empat) kali transaksi yaitu, 500 rb, 200rb, 100rb dan terakhir 50rb. dengan 4 (empat) kali transaksi berarti si pelanggan harus membayar administrasi bank sebanyak 4 (empat) kali juga, itu rtinya lebih boros!  Celakanya, struk yang harus dicetak juga lebih banyak yaitu 4 (empat) kali cetak!
Keempat, Tentang batas atas nominal saldo kwh mengendap di meter
Point ini yang sebagian besar masyarakat dan pelanggan banyak yang belum mengerti. Meter listrik prabayar mempunyai batas atas atau saldo mengendap maksimal yang perhitungannya tidak pernah di sosialisasikan kepada pelanggan, berikut berbagai konsekuensinya (yang ternyata lumayan mengerikan!) Jadi apabila pelanggan mempunyai rezeki lebih, tidak bisa serta merta menabung pulsa listrik sebanyak yang pelanggan mau. Ternyata ada mekanisme ratio kontrolnya, tidak bisa sembarangan.
Sayangnya, selain tidak adanya sosialisasi dan transparansi perhitungan batas atas ini, pelanggan juga tidak mendapatkan notifikasi atau peringatan atau pemberitahuan. Biasanya hanya ditandai dengan tidak bisa membeli pulsa listrik baik di ATM ataupuin di outlet PPOB. Memang ada keterangan yang keluar ketika bertransaksi, tapi keterangannya tidak secara tegas mengatakan bahwa stok saldo pelanggan melebihi batas atas. Dan apabila pelanggan memaksakan diri bertransaksi sampai 3 kali maka secara otomatis mesin meter listrik pintar milik pelanggan akan terkunci oleh sistem dan akibatnya, (ini yang agak kurang nyaman!) pelanggan harus menyelesaikan urusannya ke kantor PLN terdekat. Anehnya, dalam kasus ini pelanggan dianggap tidak layak lagi berlangganan dengan kapasitas daya yang sekarang terpasang dengan alasan kebutuhan daya listrik pelanggan yang sebenarnya lebih besar dari kapasitas daya yang sekarang terpasang. Nah, lho...?
Mudahan kedepan ada penjelasan dari PLN terkait masalah ini dalam berbagai media promosi PLN.
Kelima, Sosialisasi berkelanjutan dengan bersinergi
Sejak awal di gulirkan oleh PLN, masyarakat pengguna layanan listrik prabayar mempunyai pendapat  dan testimoni  yang berbeda-beda terkait layanan si listrik pintar. Ada yang merasa lebih murah atau irit, tapi banyak juga yang mengatakan lebih mahal. Ada yang merasakan lebih enjoy dan langsung familiar, tapi ada juga yang merasa lebih merepotkan dan terbebani aktifitas baru yang merepotkan. Tapi anehnya, semuanya berdasarkan pengalaman sendiri lho! Bukan sekedar kata-nya dan katanya. Kok bisa berbeda-beda ya?
Memang banyak faktor yang mempengaruhinya. Beda daya tentu beda tarif, beda gaya hidup tentu juga beda kebutuhan pemakaiannya. Beda wawasan tentu beda juga cara merespon masalah, beda aktifitas keseharian juga beda cara pandangnya. Intinya, keberagaman latar belakang tersebut akan berpengaruh terhadap pengalaman testimonial masyarakat saat bersentuhan dengan si listrik pintar.
Menurut saya, persepsi masyarakat terhadap si listrik pintar harus diluruskan guna menetralisir sekaligus meminimalisir kemungkinan terjadinya salah persepsi secara masal terhadap si listrik pintar karena beragamnya opini didalam masyarakat. Seperti kita pahami bersama, budaya tutur dengan sistem getok tularyang telah menjadi kultur komunikasi masyarakat kita, sangat efektif untuk menyebarkan berita, terlepas dari benar-tidaknya kandungan isinya.