Memang tidak ada gading yang tak retak!
Tidak ada yang sempurna di dunia ini! Saya kira ungkapan pepatah tersebut sangat relevan dengan usaha keras PLN dalam upayanya memberikan pelayanan maksimal dan terbaik bagi semua pelanggannya di seluruh Indonesia, termasuk inovasi teknologi listrik prabayar yang diluncurkan dengan label "Listrik Pintar" yang menurut saya memang benar-benar lompatan ide dan gagasan yang brilliant!.Â
Tapi apakah semuanya sudah sempurna? Â Jawabnya tentu belum! Karena pada dasarnya, semua konsep kerja inovatif pasti akan terus bertumbuh dan berkembang untuk menemukan titik kesempurnaan secara bertahap, tidak bisa sekaligus selesai dan bubar. Begitu juga dengan si Listrik Pintar PLN. Perjalanan panjangnya untuk memberikan manfaat secara maksimal kepada seluruh pelanggan di Indonesia, relatif baru saja dimulai. Jadi sangat wajar bila sekarang masih memerlukan penyempurnaan - penyempurnaan strategis untuk memaksimalkan kepintaran si listrik pintar.
Sebagai pelanggan listrik pintar yang hampir 3 (tiga) tahun bersentuhan dengannya, selain beberapa point apresiatif riil seperti yang saya sebutkan diatas, ada juga beberapa catatan "menggelitik" hasil pengamatan dan pengalaman seru saya bercengkerama dengan si Listrik Pintar PLN yang mudah-mudahan bisa memberi batu loncatan untuk memunculkan ide-ide segar baru atau paling tidak bisa menjadi referensi awal untuk lebih menyempurnakan kepintaran si Listrik Pintar kedepannya :
[caption caption="Pengisian pulsa listrik di ketinggian (Foto : Koleksi Pribadi)"]
Â
Pertama, Proses pengisian pulsa listrik dinilaitidakpraktis dan kurang efisien
Proses pengisian pulsa listrik masih menggunakan cara manual dengan cara menekan tombol kode token berupa angka sebanyak 20 digit yang tertera pada voucher fisik yang dibeli di PPOB atau ATM Bank.Â
Cara ini mengadopsi cara pengisian pulsa handphonedengan voucher fisik yang relatif sudah ketinggalan jaman dan mulai ditinggalkan oleh masyarakat dan operator seluler, karena dinilai tidak praktis dan kurang efisien. Tidak praktis, karena pelanggan harus meluangkan waktu untuk mengisikan token ke meter listrik yang letaknya biasa di ketinggian. Tidak efisien, karena dinilai boros kertas.
Sebagai gantinya, operator seluler sekarang lebih intensif mengutamakan penjualan pulsa dengan sistem elektrik. Tanpa kertas dan bisa langsung masuk ke nomor pelanggan. Seharusnya, PLN juga mengadopsi cara dan teknologi operator seluler dalam menjual pulsa listrik pintarnya. Alasannya, jelas lebih praktis dan efisien. Selebihnya adalah untuk membuang ironi! Lho kok ironi!? Coba perhatikan kalimat "pulsa elektrik"! Kata elektrik dalam bahasa Indonesia artinya kan listrik. Logikanya, PLN kan pemilik dan pengelola listrik masak tidak bisa menjual pulsa listriknya secara "elektrik" seperti operator seluler yang tidak punya sumber listrik...he...he...he...intermeso!?
Satu lagi! Pemakaian kertas untuk mencetak struk pembelian token. Coba bayangkan! Dari total jutaan pelanggan listrik pintar PLN di seluruh Indonesia, berapa juta diantaranya yang bertransaksi dalam 1 (satu) harinya? Tentu ini akan berbanding lurus dengan kebutuhan kertas dan ujung-ujungnya merembet ke masalah lingkungan! Berapa batang pohong yang akan ditebang untuk memproduksi kertas tersebut? Apa ini tidak bertentangan dengan tagline si listrik pintar yang tercantum pada  kartu pelanggan seperti pada gambar diatas? Hemat energi Selamatkan Bumi!