"Nanti tahun baruan di Dago?" Aku ingin tahu apa mereka seperti anak muda Bandung lainnya.
"Kami memilih mengaji. Abang memang setuju tahun baruan?" tanyanya. Â "Kalau mau bertemu di tempat pengajian aku. Â Kalau Abang, aku kasih alamatnya."
"Aku juga nggak. Â Bagi aku tahun baru adalah rekaan kapitalisme. Bagian dari kultur kapitalisme agar orang menonton pertunjukkan musik di hotel, tempat rekreasi. Walau ada yang hanya menonton kembang api, tetapi semua menghamburkan sumber daya uang yang bisa dimanfaatkan untuk hal lain," papar aku.
Itu memang sikapku, bukan agar dianggap sejalan dengan dia untuk mengambil muka. Â Aku duga dia pasti menentang perayaan Valentine dengan alasan sendiri. Aku juga menentang perayaan valentine karena itu perayaan Hari Kasih Sayang konstruksi kapitalisme. Kalau mau menunjukkan kasih sayang kok harus 14 Februari?
"Bagi aku tahun baru sama dengan hari lain. Apa bedanya? Mau buat ikhtiar hal yang lebih baik tidak harus tahun baru, kan?"
Dia dan temannya mengangguk. "Abang punya sudut pandang lain."
Aku memesan setengah porsi batagor lagi. Mereka melihat.
"Mengapa tidak sekalian seporsi?" tanya "R".
"Aku tidak mau buang makanan. Kalau masih lapar tambah lagi," kataku.
"Ya, memang kalau makan jangan mubazir," katanya. "Aku setuju."
"Abang, wartawan di mana?" tiba-tiba temannya menyela.