Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Dua Pendatang Misterius Bagian Sembilan

20 Desember 2023   13:20 Diperbarui: 20 Desember 2023   14:16 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.freepik.com

SEMBILAN 

Adinda, Serangga dan Klonning 

Adinda memilih memperlihatkan bagaimana koloni semut betrok dengan koloni rayap dalam akuarium yang dipinjamnya nya dari Bu Lestari.   Baca Dua Pendatang Misterius  Bagian Delapan 

Di dalam akuarium itu diisinya tanah, cekungan untuk membuat semacam kolam kecil berisi air. Lalu ada tanaman yang diletakan di dekat air hingga akarnya bisa menjangkau air.

Sebelah kiri ia letakan koloni semut  yang diambilnya hati-hati di dekat rumahnya.  Sementara sebelah koloni rayap diambil dari sisa buku milik Herdian yang banyak kena rayap.

Seorang juri menatapnya dengan serius.

Adinda meletakan sedikit gula di depat sarang semut yang dengan cepat dilahap.  Kemudian semut yang jumlahnya cukup besar mencari makanan lain dan mengitari kolam, sasarannya adalah sarang rayap.

Pertempuran pun tidak bisa dihindari.

"Kamu tahu rayap pasti kalah?" tanya juri itu.

Adinda mengangguk.  "Lambat laun koloni rayap akan musnah.  Sebetulnya membasmi rayap bisa menggunakan semut."

"Kamu berminat pada serangga?"

"Saya percaya bahwa serangga punya peran dalam ekosistem.  Satu jenis hilang maka akan berdampak pada rantai makanan.  Jika nyamuk yang dianggap gangguan bagi manusia lenyap, maka pemangsanya juga lenyap atau mereka mencari pengganti nyamuk."

Adinda memasukan batu di tengah kolam dan meletakan katak kecil di atasnya.  Hal itu dilakukan agar katak punya tempat berpijak jika semut menyerang. 

Benar katak memangsa larva rayap yang keluar  dari sarangnya karena diserang semut .

"Saya nggak dapat nyamuk. Anggaplah nyamuk sudah lenyap.  Katak tidak akan memakan semut, tetapi memilih larva rayap yang lebih empuk," ujar dia.

"Apa yang kamu kagumi dari semut?" cecer juri itu.  Adinda membacanya  papan nama di dadanya Rahmat Noor.

"Gotong royong. Mereka tidak saling menyerang sesama koloni. Lihat kalau kawannya terluka mereka akan gotong."

                                                                                   ***

Setelah Lomba Lab, para peserta mengikuti lomba cepat tepat Biologi. Tim Bandung bertambah tiga orang Adinda, Lasmi dan  Ujang Faisal dari SMAN di kawasan Padjadjaran yang baru datang tadi pagi.

Adinda melirik ada  Ghea temannya Ujang ikut menonton dan dia segera mengenali.

Pada babak penyisihan Tim Bandung bertarung melawan Tim Semarang, Tim Medan, Tim Jakarta B. 

Adinda mempunyai pengetahuan yang lebih dari rata-rata anak SMA menjawab enam  dari dua puluh lima pertanyaan, Laksmi empat pertanyaan dan Ujang menjawab dua pertanyaan. Hasilnya 1.200 untuk Bandung.

Dia sengaja tidak menyapu bersih jawaban agar tidak terlihat menonjol.

Dengan strategi ini Bandung toh lolos ke babak semi final. Di babak ini Dinda menjawab lima pertanyaan, Ujang lima dan Laksmi dua pertanyaan. 

Bandung masuk final melawan Jakarta A, Malang dan Padang. Pertaruangan berlangsung ketat.  Adinda mendapat lawan yang cerdas di antaranya Rohana Yasmine dari Padang, Susanti Nurtarini dari Malang.

Bandung mendapat Juara II kalah 50 angka dari Padang, serta Malang  posisi tiga terpaut 100 angka dari Bandung.

Adinda benar-benar kalah cepat bukan disengaja.  Dia dengan sportif menyalami Rohana. 

Adinda dapat kawan baru, Rohana dan Susanti. Mereka dan berapa anak Jakarta membentuk Grup WA  bersama Laksmi, Ujang dan peserta lain.

Pada Lomba Lab  Bandung mendapat  nomor satu atas nama Laksmi, Adinda kedua dan Jakarta mendapat juara III.

Namun pada lomba essay Kamis pagi, Adinda menjadi juara pertama.  Kedua Jonathan William dari Jakarta dan ketiga Rohana Jasmine.

Tidak tanggung-tanggung Adinda menulis soal klonning.

Bandung menang sebagai tim di Olimpiade Biologi .

"Pantau dia. Pengetahuannya tentang klonning, genetika dan serangga terlalu tinggi untuk anak SMA," kata seorang pria pada Rahmat Noor.

"Kau baca tulisan dia?"

"Gagasannya soal klonning pada manusia bisa  dimuat massal, agak psikopat mengingatkan aku pada film The Boys From Brazil.  Jangan sampai dia jatuh ke tangan yang salah."

Mereka kemudian memaggil gurunya.

"Menjadikan manusia jadi Tuhan?" sela Bu Mia. "Aku gurunya. Nggak nyangka punya pikiran seperti itu?"

"Ah, kesampingkan soal moral. Etika apa sih yang tidak dilanggar manusia atas nama ilmu pengetahuan," kata laki-laki itu. "Dia harusnya memenangkan lomba lab, kalau aku tidak mencurigai apa maksudnya dengan menjadikan serangga sebagai bahannya."

"Ya, Adinda tidak merencanakan itu dari Bandung, tapi spontan dari lingkungan di rumah tantenya," kata Mia.

"Aku khawatir dia bukan tanpa maksud menjadikan serangga tema kompetisi lab dan klonning tema essay," kata laki-laki itu.

"Ah, dia remaja kreatif, Bapak ini terlalu berlebihan!" ujar Bu Mia membela muridnya.

Laki-laki itu memperlihatkan gambar kiriman dari rekan  ilmuwan dari  Swedia,  Amerika Serikat dan Jepang.

"Mereka mengadopsi remaja putri yang punya kepandaian di atas rata-rata hanya bidangnya berbeda fisika, teknik dan informatika dan wajah mereka mirip dengan Adinda. Kita nggak tahu ada berapa lagi di dunia, mungkin juga di Indonesia," ucap laki-laki.  

Bu Mia melihat. "Kebetulan ah,  lalu bagaimana dengan kembarannya?"

"Itu yang mau saya cari tahu dan yang paling penting, siapa mereka?"

Di belakang mereka sudah berdiri Hendri Gustaman, arkeolog dari Bandung yang mengantar anaknya Ujang. Rupanya dia bapaknya.

"Ha..ha...ha..ha. Siapa yang mau klonning Bro!  Biaya berapa? Apa untungnya?  Sudahlah aku sudah bosan dengar cerita-cerita fiksi.  Ada yang bilang Situs Gunung Padang usia 10 ribu tahun dan ada pyramid tertua di dalam tanahnya,"  celetuknya.

Lalu dia mengajak Bu Mia keluar. "Ayo kita ajak anak-anak makan di Sarinah seberang."

Laki-laki itu hanya menggeleng kepala. Apalagi Rachmad Noor akhirnya ikut bergabung: "Kalau begitu aku ikut, ajak peserta lain!"

Di Food Court Sarinah, Oma Nursanti duduk dekat Bu Mia.  Dia memperlihatkan gambar remaja-remaja mirip Adinda yang dikirim laki-laki yang tak dikenalnya.

"Tadi ada orang yang mencurigai asal-usul Adinda diadopsi, dia mungkin tahu bahwa Adinda juga Ananda tidak datang dari Bumi seperti Ibu ceritakan," bisik Bu Mia.

"Maksudnya anakku mengirim lebih dari satu Adinda dan mungkin satu Ananda ke Bumi?"

"Itu yang tidak mungkin kembar empat  perempuan dan satu kembar laki-laki tidak identik dengan yang perempuan. Mungkin juga ada kembaran Ananda lain, kecuali kalau mereka memang diklonning dari sana," tutur Bu Mia.

Oma Nursanti memang sudah cerita ke berapa guru tentang asal usul Adinda dan Ananda, tetapi kabar resminya mereka anak kerabat yang diadopsi.

 "Saya waktu remaja sudah pernah nonton The Village of The Damned tentang remaja alien kembar yang lahir dari rahim sejumlah perempuan di sebuah desa. Benih alien," ucap Oma Nursanti.

"Tapi jelas itu manusia bukan spesies lain. Kita kan diam-diam sudah memeriksa."

"Kalau mereka sepasang-sepasang bagaimana dengan kembaran Ananda?"

"Aku coba lacak kembaran Adinda itu via Instagram atau facebook, apakah mereka diadopsi bersamaan dengan datangnya Adinda dan Ananda. Laki-laki itu memberi tahu namanya?"

"Yang di Swedia, remaja itu bernama Marina, ayahnya Norman Hammerskold, fotografer dari Global Indpendence," ucap Bu Mia.

"Fotografer idolanya Sundari, juga anak-anak Fikom," kata Nursanti. "Tunggu, aku pernah menyalin kontak dari Sundari ke hapeku."

Sementara Adinda sedang asyik bercakap-cakap dengan teman-temannya.  Tetapi telinganya mendengar percapannya Omanya dengan Bu Mia.

Tenang Adinda, Norman akan memberi tahu yang namanya Marina diadopsi ketika berumur tiga tahun ketika terapung sendirian rakit, satu-satunya korban kapal tenggelam.  Ibumu masih duduk di bangku SD.  

Yang lain juga tiba di Bumi pada waktu yang sama, di tempat yang lain. Kini mereka berusia sama. Sesuai permintaanmu Adinda manusia yang aku sayang. Manusia yang dititipkan orang kamu pilih teman dan kenalan ayah dan ibu kamu.

Hiyang bicara melalui telepati.

Maafkan keisengan aku soal klonning, Hiyang Ridara.

Untung kita pergi tepat waktunya, sebelum para hiyang lain tahu.

Aku ingin bertemu mereka semua.  Aku ingin tahu mereka dinamakan siapa saja?

Kamu pasti bertemu mereka Adinda. Kalian terhubung satu sama lain.

                                                                                  ***

Pada waktu yang bersamaan Ananda menemani Lila Permata nonton sebuah film remaja bersama tiga teman Lila lainnya di bioskop BIP.

Di planetnya, Ananda hanya melihat film-film yang sempat dilarikan para hiyang dan itu diputar ulang.

"Ini syutingnya di Malang , tempat asalku, liburan nanti ikut aku yuuk, biar kamu lihat kota lain," kata Lila.

Ananda mengangguk. "Kakakmu belum pulang?"

"Belum. Dia lagi ke Jakarta untuk penelitiannya."

Mereka keluar sekitar pukul setengah lima.  

"Kak Nanda, itu Kak Dinda?" tunjuk salah seorang teman Lila.

Ananda melihat seorang remaja putri mirip Dinda, cuma  dia rambutnya dipotong lebih pendek   dan berkacamata.

"Adinda masih di Jakarta, tadi kirim fotonya makan di Sarinah bersama Oma. Nggak mungkin. Lagian kapan dia mem."

Cuma dia bersama beberapa remaja  perempuan bercakap-cakap dengan logat Minang, serta seorang pria setengah baya.

Dua rombongan itu berpapasan.  Pria setengah baya itu melihat Ananda, sepertinya mengenali.

"Kamu mirip keponakanku Rivai," katanya. "Kamu yang diceritakan Uni Rahima, anak adopsi Bu Nursanti yang mirip Rivai?"

Ananda terkejut. Untungnya orangtua Rivai tidak menceritakan seluruhnya. "Iya, ini anak-anak Om?"

"Ndak semua, yang ini Poppy, anak Om kuliah tingkat satu di Padang,"  katanya.

"Yang ini anak Uni Farida, Eteknya Rivai dari pihak ayah," katanya menunjuk perempuan yang mirip Adinda."Mereka tinggal di Yogyakarta.  Ayahnya dosen. Uni Farida ini  sayang sama Rivai. Kamu bisa bertemu kami. Kami menginap di Buahbatu."

"Sabai Alui," katanya memberi salam dengan tangan dilipat.

"Ananda," kata Ananda menerima salamnya juga  tanpa bersentuhan. "ini teman-temanku."

Lalu mereka berpisah, karena Ananda diajak Lila untuk salat.

Namun Ananda sudah mengantongi nomor Sabai, walau Lila melotot dibuatnya. Itu juga alasannya menarik cepat tangan Nanda.

"Aku tidak akan pacaran dengan cewek yang mirip adikku, haiyya! Keumaha Lila," celetuk Ananda.

                                                                                ***

Penampakan di  Buah Batu

Lila memaksa Ananda menemaninya menyaksikan rilis single penyanyi kesayangannya  Endi Subendi di Kafe Jayagiri, memang milik temannya sesame pencinta alam.

Endi Subendi  adalah penyanyi lagu alam dengan genre blues.

Pertunjukkan sekitar pukul Sembilan malam.  Harusnya Lila tidak diizinkan. Tapi karena Ananda dijadikan tameng dan orangtua Lila tahu Ananda selalu berbuat apa saja melindungi Lila maka dia boleh keluar asalkan ditemani Ananda. 

Sang Kakak, Panji Anusapati bahkan memberikan mereka uang saku.  Ananda sungkan, tetapi Sang Kakak memaksa.

"Santai saja Dik," katanya. "Jagain Lila baik-baik."

Panji rupanya dijemput teman-temannya dari Fakultas Perikanan  Unpad membicarakan proyek.

Jarak rumah Lila ke kafe Jayagiri tidak terlalu jauh.  Mereka  bisa berjalan kaki.  Namun karena sekarang Desember biasanya hujan, Ananda menggunakan mobilnya.

Kafe Jayagiri menempati rumah dua lantai dengan ornamen bambu serta kayu pinus bekas di sejumlah tempat.

Namun pertunjukkan diadakan di halaman belakang di mana kursi-kursi sudah tersusun.

Salah seorang panitya mengenal mereka, yaitu Hendra Jatmika yang naik Tangkuban Perahu bersama.

"Tempat untuk kalian sudah disiapkan," katanya.

"Rida ikut?"

"Ikutlah, dekat kalian nanti!"

Mereka di barisan kedua, disambut Rida Helida. 

Endi Subendi mengenal Lila.  Dia melambaikan tangan. Seolah mengucapkan selamat datang.

Dia baru saja duduk dengan gitar diiringi  grup musik Indie Bajigur dan Wedang Ronde.

 

Endi Subendi membuka peluncuran single dengan lagu anyarnya yang bertajuk Balada Gunung dan Hutan, yang liriknya membuat merinding.

Para penonton pun  bertepuk tangan.

"Kita tahu keadaan hutan sekarang yang makin berkurang dan orang yang menjadi gunung sebagai tempat sampah," katanya dalam sambutan.

Dia juga menyanyikan lagu cover Iwan Abdurahman "Melati dari Jayagiri".

Kemudian diselingi band Bajigur dan Wedang Ronde membawakan lagu mereka juga bertema lingkungan.

Tiba-tiba seseorang menyapa mereka, Sabai Alui  dan Poppy Marshanda, yang mereka kenal tadi.

Lila agak cemberut, tetapi karena Ananda santai saja, dia akhirnya mencair.

"Kalian ke sini juga? Penggemar?" tanya Lila.

"Nggak terlalu, tetapi aku pernah naik Marapi dan Merapi, dua nama mirip tetapi beda," ucap Sabai renyah.

Lagi-lagi Ananda ingin tahu.

"Aku ditawari melanjutkan pendidikan di Fakultas Kehutanan UGM," kata Sabai. "Tapi Geologi ITB menarik juga."

Mereka duduk berdekatan. Perhatian Ananda pada Lila, hingga cewek itu jadi respek.

Acara selesai pukul sepuluh malam.  Ananda dengan sabar menunggu Lila memperoleh cindera mata dari penyanyi kesayangannya.

Rupanya diikuti Sabai dan Poppy.

Ananda mengantarkan Lila sekitar pukul 11 malam, Jalan Buah Batu mulai sepi. 

Tiba-tiba mobil Ananda dihalangi sebuah mobil jenis landrover.  Keluar berapa wajah garang dan Anton Maryanto.

"Luh pikir kita lupa?" ujar Anton bersama seorang tukang pukulnya menggedor pintu mobil milik Teteh Emma yang dipinjam Ananda.

Ananda keluar, dia siap menghadapi untuk melindungi Lila.

Seorang berbadan tegap lagi menarik Ananda dan ingin memukulnya. "Mana Geng Motormu?"

Entah dari mana datangnya, seorang remaja perempuan berjalan menghampiri lelaki tegap itu dan dia mengeluarkan busur yang melesatkan tiga anak panah kecil sekaligus dengan daya tembus tinggi  ke arah punggung laki-laki tegap itu, lalu tiga anak panah kecil itu menancap di pohon.

Perempuan itu tidak ragu menampakan wajahnya Adinda.  Tetapi bukankah dia di Jakarta? Berkat hiyang? Ananda terperanjat.

Apalagi Lila.

"Mas Anton masih ingin  make love  sama anak SMA?"  tantangnya. "Sama aku yuuk! Tetapi aku minta tiga nyawa bodyguardmu yaa!!"

Remaja putri itu dengan melayang mengirim tendangan keras membuat satu bodyguard lagi terkapar dengan mulut berdarah tandanya dadanya pecah.

Bodyguard ketiga mengeluarkan pisau, tetapi cewek mirip Adinda itu bergerak secepat angin tahu-tahu ada di belakangnya dan menerjangnya dengan keras hingga terlempar membentur pagar besi lalu masuk got.

Ia  mencoba bangkit, tetapi tampaknya lututnya retak. Ia berjalan terhuyung.

"Ada dua pilihan Mas Anton, mau bercinta denganku sampai  Mas puas,  tetapi nyawa tiga bodyguardmu ya aku pinta atau kalian pergi!"

Anton Maryanto pucat.  Dia mengajak ketiga bodyguard kabur. Si Supir juga ketakutan.

Karena waktu bersamaan sebuah jip datang. Bukan polisi. Salah seorang di antara mereka turun dan menembakan pistolnya dengan dingin ke kaca belakang mobil Anton yang lari.

Kacanya pecah dan peluru mengenai bahu  salah seorang bodyguard.  Dia berteriak.

Lalu pria itu berkata pada Ananda. "Besok kamu ke Bandung  Gadebage Technopolis, kamu dalam bahaya! Mereka tidak takut peringatan kita!"

Mereka pergi.

Remaja putri yang mirip Adinda menatap Ananda memberikan hormat dengan membungkuk lalu pergi dalam kegelapan malam dengan cepat.

Lila ke luar mobil dengan wajah pucat.

"Itu Adinda?" tanya Lila.

"Tepatnya Adinda dalam tanda kutip.  Ada yang dia rahasiakan dari diri aku," ucap Ananda. "Tapi Adinda masih di Jakarta, dia baru saja selesai bertemu dengan Menteri Riset dan Teknologi bersama sejumlah anggota DPR termasuk ayahnya Anton Maryanto."

Lalu dia mengantar pulang Lila.

"Ada apa ini? Kalau bukan Adinda siapa dia?"

"Nanti saatnya aku jelaskan," kata Ananda.

                                                                           ***

Di mobil Anton Maryanto menceritakan pertemuannya pada ayahnya dengan Adinda, yang pernah memberinya serangga aneh.

"Ngawuur kamu! Ini anak yang kamu sebut bernama Adinda  baru selesai berfoto bersama Menteri!  Pulang ke Jakarta segera!  Kamu bikin perkara lagi!" suara ayahnya menggelegar.

Tetai bukan Anton namanya kalau tidak berusaha menghadapkan Adinda secara hukum dengan penganiayaan.

Kapolsek Buah Batu malam itu juga terpaksa hadir karena ditekan orang penting di Jakarta dan pengacara Anton.

Tetapi malam itu juga dia dapat telepon dari orang penting di Polri juga.

"Istana marah dengan tuduhan ini," ujar Kapolsek. "Entah dari mana mereka tahu!"

Anton Maryanto pun lemas.  Pihak kepolisian hanya mau melakukan penyelidikan. Tentunya tidak disiarkan ke pers.

Besok paginya Konferensi Pers di Polres Bandung.  Anak Anggota Parlemen Diserang Geng Motor. Nama Geng Motor masih dalam penyelidikan.

Tentunya Ananda dan Lila tidak dilibatkan.

"Hebat banget ya Geng Motor Bandung!"  ucap Roby Fuzy pada kawannya membaca berita di sebuah media daring di ponsel cerdasnya.

Irvan Sjafari

Sumber Gambar:  Freepik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun